~Bagian Empat

25.4K 1.6K 59
                                    

"Kaya diinterview aja gue ditanyain mulu." Gerutu dari mulut mungil gadis yang baru saja dipanggil dari ruangan Ustadz Zidan itu, gadis itu tidak henti-hentinya menggerutu selama di perjalanan kembali dari sana. Hana yang terus bersama gadis itu hanya mampu bersabar mendengar semua ocehan dari gadis itu.

"Kesel gue lama-lama, untung ganteng kalau engga udah gue tendang tu wajah. Apalagi itu si penguntit ikut campur mulu perasaan"

Hana mengerutkan dahinya, "Penguntit?? siapa??"

"Siapa lagi jika bukan yang dari tadi terus menundukkan kepalanya, dikira gue setan apa. Liat gue langsung menunduk, orang cantik kaya gini juga." Gadis itu tidak henti-hentinya menggerutu.

Kedua mata Hana langsung membola, saat ia paham siapa yang baru saja Aisyah sebut sebagai penguntit, "Maksud kamu Gus Agam yang kamu sebut penguntit??"

"Gue gak tau namanya, pokoknya gue kesel banget sama dia. Sial mulu hidup gue kalau ada dia" Hana langsung membekap mulut Aisyah agar gadis itu tidak melanjutkan ucapannya, ia menengok ke kakan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang lain selain mereka.

"Jangan bicara yang macem-macem tentang Gus Agam, bahaya Syah" Aisyah langsung menghempas tangan Hana yang membekap mulutnya, "Tangan lo bau anjir!!"

Hana tersenyum bodoh, "Maaf, tadi abis bantuin yang lain masak di dapur dan kebetulan aku bagian yang mengupas pete"

Aisyah melotot, langsung mengelap mulutnya yang baru saja Hana bungkam, "Tenang aja Syah, aku udah cuci tangan bersih kok"

Disaat mereka tengah beradu argumen, ada seorang santri yang menghampiri Aisyah, "Syah, besok pagi lo disuruh ke Ndalem"

Secara kompak dua orang gadis itu langsung menoleh, Aisyah menunjuk dirinya sendiri, "Gue??" Santri itu mengangguk dan setelah itu langsung pergi dari sana.

Hana menatap Aisyah harap cemas, "Syah, kamu gak habis bikin kesalahan yang fatal kan sampai harus di panggil ke Ndalem??"

"Lo apaan sih, tenang aja kali" Aisyah tampak tenang-tenang saja, gadis itu merebahkan dirinya di atas kasur dangan memeluk bonekanya erat.

Beruntung keadaan sekitar sangat sepi karena sedang berada di masjid, sedangkan dua anak itu tidak pergi kesana karena Aisyah yang tadi beralasan sakit, terlalu malas untuknya mendengar ceramah di masjid. Hanya membuatnya mengantuk.

Hana terus saja mondar-mandir dengan menggigit kukunya, Aisyah yang melihatnya pusing sendiri rasanya, "Lo bisa duduk gak sih, pusing gue liatnya"

Hana langsung menghampiri Aisyah, dan mendudukkan bokongnya di samping kasur gadis itu yang masih tersisa. Hana menarik lengan Aisyah pelan, "Syah, balik ke masjid yuk aku takut kalau nanti kepergok Ustadzah kita bohong"

Aisyah mengibaskan tangannya di depan wajah gadis itu, "Alah, ngapain takut sama Ustadzah. Takut itu sama Allah"

"Iya juga sih"

"Nah makanya disini aja, kalau ada Ustadzah tanya ya tinggal di jawab gak usah takut dia kan juga manusia kaya kita ngapain harus takut. Kita itu harus takut sama Allah" jawa Aisyah panjang lebar, Hana hanya mengangguk polos.

Aisyah tersenyum, mengacungkan jempolnya dan kembali memeluk bonekanya erat. Di balik bonekanya ia berusaha mati-matian menahan dirinya untuk tidak tersenyum, baru pertama kalinya ia memiliki teman seperti Hana entah dirinya yang terlalu pintar atau Hana yang terlalu bodoh.

"Udah sana ngapain di sini, balik ke kasur lo tidur ngantuk gue" Hana kembali mengangguk dan berjalan menuju kasurnya merebahkan dirinya seperti apa yang Aisyah lakukan.

Aisyah, ku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang