Aisyah belum sepenuhnya percaya dengan ini, takdir Allah benar-benar tidak dapat di tebak. Laki-laki yang selama satu bulan ini menarik perhatiannya, dan bahkan dengan lancang masuk kedalam perasaan Aisyah. Dan ia yang berusaha keras untuk tidak menunjukan perasaanya karena ia selalu teringat dengan ucapan sang Papa yang mengatakan, "Jangan menjatuhkan mahkota dan harga dirimu untuk mengejar laki-laki yang bahkan belum tentu akan menjadi milikmu, karena kodrat seorang wanita adalah dikejar bukan mengejar. Mengerti?"
Aisyah paham dengan apa yang Papanya katakan, sebab itulah ia berusaha untuk tidak menunjukan perasaanya. Namun siapa yang menyangka mulut sialannya ini bahkan dengan lancang mengatakan jika menyukai laki-laki itu di depan laki-laki itu sendiri, sungguh ini hal pertama yang Aisyah lakukan dan ia sangat merutuki dan menyesali hal itu.
Namun siapa yang menyangka juga jika laki-laki yang ia sukai secara diam-diam itu kini dalam kurun waktu tiga hari lagi akan sah menjadi suaminya. Bahkan selama ini ia tidak pernah membayangkannya, bukankah itu takdir yang sangat luar biasa untuknya?
"Udah ngelamunnya?" Aisyah tersadar dari lamunannya, ia memutarkan kepalanya menoleh ke arah sumber suara. Dimana ada sang kakak yang menyembulkan kepalnya di balik pintu kamar Aisyah.
"Ish, apaan sih kak ganggu tau!"
Zidan hanya terkekeh melihat adiknya yang kesal, dan tanpa permisi ia masuk kedalam kamar untuk menghampiri adiknya yang sedang duduk di depan meja belajar gadis itu. Mengelus kepala gadis itu lembut sebagai rasa sayangnya yang tidak bisa di ukur lagi.
"Mikirin apa sih, hmm?" Tanya Zidan, sedangkan Aisyah hanya menghela nafas kasar, menepuk pipinya dua kali, "Ais gak mimpi kan kak?"
Dahi Zidan mengerut bingung, "Maksud kamu?"
Aisyah menghela nafas lagi, menjatuhkan kepalanya di lipatan tangan, "Ais beneran mau nikah sama Gus Agam? Ais gak mimpi??"
Laki-laki itu terkekeh pelan, lalu mencubit pipi Aisyah membuat gadis itu mengaduh dengan menatap ke arahnya tajam, "Sakit gak?"
"Sakit lah!!"
"Berarti tandanya apa?" Tanya Zidan lagi.
"Gak mimpi"
"Nah kalau gitu kenapa tanya ini mimpi atau enggak?"
Aisyah menatap Zidan tajam, ingin melayangkan pukulan ke arah laki-laki itu namun dengan cepat Zidan menghindar dan hampir saja membuat Aisyah terjatuh dari kursi dan beruntung Zidan dengan cepat langsung menahan gadis itu.
"Hati-hati, nanti kalau jatuh gimana?" Ucap Zidan dengan nada yang lembut namun terkesan tegas. Aisyah hanya mampu mengerucutkan bibirnya dengan menatap sang kakak bersalah, "Maaf...." Cicitnya.
"Dimaafin, udah siap-siap sana. Agam udah nunggu di bawah"
Aisyah langsung membulatkan matanya setelah mendengar jika Gusnya itu sudah menunggunya di luar, "Ih kok kakak gak bilang sih!!" Kesal Aisyah dengan berjalan tergesa-gesa menuju kamar mandi, meninggalkan Zidan yang menggelengkan kepalanya heran dengan sikap adiknya itu.
Sekitar dua puluh menit Agam menunggu Aisyah, dan kini mereka sudah berada di dalam mobil yang sama dan tentu saja tidak hanya mereka berdua namun ada Ning Hanifah yang menemani mereka. Sedari tadi Aisyah terus memeluk Ning-nya itu, katanya kangen.
"Gimana kabar kamu Ais?" Aisyah menegakkan tubuhnya, menatap ke arah Hanifah dengan tersenyum, "Ais baik, Ning..?"
"Alhamdulillah, Ning juga baik sangat baik" Jawab Hanifah dengan tersenyum.
Aisyah mengalihkan pandanganya ke arah perut Hanifah yang mulai terlihat besar, "Berapa bulan Ning?"
"Hmm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus