Satu hari sudah Aisyah lewatkan di pesantren, menghabiskan harinya dengan membosankan, jika terus begini bisa-bisa ia akan gila. Mungkin ia akan mengubah rencana awalnya, sepertinya ia harus kabur dari tempat yang seperti penjara ini. Di sini ia benar-benar tidak bisa bergerak dengan bebas.
Selepas mandi Aisyah sudah mengganti bajunya, sama seperti saat ia di rumah dulu. Ternyata memakai gamis sangatlah ribet. Cukup kemarin ia memakai gamis seterusnya tidak akan pernah.
Semua mata tertuju pada gadis itu, Aisyah yang sedang berjalan menuju rumah ndalem menjadi pusat perhatian. Banyak para santri yang menatapnya dengan tatapan merendahkan, Aisyah tidak suka di tatap seperti itu. Bahkan tidak jarang juga ia mendengar beberapa santri yang mengatakan tentangnya yang tidak-tidak.
Aisyah mengepalkan tangannya, "Lo gak punya kerjaan sampai lo ngurusin hidup orang!?" ucap Aisyah menghampiri segerombolan para santri putri itu.
"Lo apa-apaan sih dateng-dateng main marah-marah a!!" sahut seorang santri dengan tubuh kurus itu, "Seharusnya lo itu juga tau ini di pesantren bukan di rumah lo yang bisa bebas menggunakan pakaian sesuka lo!" sahut santri yang satunya.
Aisyah menampilkan smirknya, "Seharusnya lo juga ngerti di pesantren itu tempat buat cari ilmu, bukan untuk ngurus hidup orang" jeda Aisyah sebentar, "Lo pembantu, sampai sibuk-sibuk ngurusin hidup orang. Masih mending sih pembantu di bayar, sedangkan lo....dibayar kagak dapet dosa iya!" jawab Aisyah memandang tiga orang itu remeh.
"Lo!!" salah seorang santri ingin menampar wajah Aisyah, tapi dengan gesit gadis itu menepisnya, "Cantik-cantik kok main tangan, malu lah sama gender lo" ucap Aisyah yang benar-benar membuat tiga santri itu tersulut emosi.
Aisyah memilih abai, ia tetap melanjutkan perjalanannya menuju ndalem, beberapa para santri putra yang berpapasan dengannya menundukkan kepalanya dan juga beristigfar. Bahkan tidak jarang juga yang menatapnya dengan tatapan memuja, membuatnya risih.
"Apa lo liat-liat mau gue colok mata lo!!" ucap Aisyah dengan sewot ke arah gerombolan santri putra yang sedang duduk-duduk di masjid.
Suara gelak tawa terdengar dari gerombolan itu, "Cantik-cantik kok galak sih, kenalan lah sama abang abang yang ganteng ini" ujar seorang anak laki-laki yang berbadan gembil.
Aisyah bergidik, "Sorry, gue gak minat" Aisyah langsung pergi dari sana, dengan terburu-buru.
Rumah ndalem sudah terlihat hanya membutuhkan beberapa langkah lagi, bersamaan dengannya yang sampai di halaman rumah, ada seorang anak laki-laki yang keluar dari rumahnnya. Melihat kedatangan Aisyah laki-laki itu langsung menundukkan kepalanya.
"Ck, gue setan apa dari tadi semua orang nundukin kepalanya saat ketemu gue" gerutu gadis itu sendiri.
Aisyah berdeham sebentar, "Ning Hanifah mana?"
"Assalamualaikum," bukan menjawab pertanyaan Aisyah, justru laki-laki itu mengucapkan salam, dan dengan bodohnya Aisyah juga membalasnya sama sekali tidak menyadari jika laki-laki itu berusaha untuk menyindirnya, "Waalaikumsalam, Ning Hanifah mana??" tanya Aisyah sekali lagi.
"Kalau bertamu di rumah orang itu sebaiknya mengucapkan salam" ujar lelaki itu, Aisyah memutar bola matanya malas, "Gue lupa tadi, ck. Gue tanya dimana Ning Hanifah!" Aisyah mulai kesal sendiri rasanya.
"Beliau ada di dalam, dan maaf sebaiknya gantilah pakaianmu dengan yang lebih tertutup" ujar laki-laki itu membuat Aisyah makin kesal, "Gue kesini buat cari Ning Hanifah, bukan mau lo ngomentarin pakaian gue!" Aisyah menatap laki-laki itu tajam, sedangkan yang di tatap tidak balik menatapnya justru menatap ke arah tanah.
Lama-kelamaan Aisyah memicingkan matanya, seperti tidak asing dengan laki-laki ini. Aisyah menundukkan badanya untuk mengintip wajah laki-laki ini, sedangkan yang di tatap reflek memundurkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus