"Bersiaplah, setelah pulang dari Mesir saya akan mengkhitbah mu" Kalimat yang Agam ucapan tadi pagi terus terngiang-ngiang di pikiran Aisyah, ia tidak bodoh dengan kata mengkhitbah itu. Hingga malam tiba kalimat itu masih terus berputar di otaknya.
Aisyah mendesah pelan, menoleh ke arah Zahra yang sedang berada di meja belajarnya entah apa yang gadis itu lakukan. Saat ini, Aisyah sudah kembali ke kamar bawah bersama santriwati lainnya tapi bukan kamar yang dulu tapi ia pindah di kamar lantai dua bersama Zahra. Itu adalah perintah Ning-nya langsung bukan pengurus, jadi semuanya mau tidak mau tidak bisa melayangkan protes.
Aisyah bangkit dari posisi tidurnya menghampiri Zahra yang terlihat sibuk di mejanya, "Ada yang perlu gue bantu?" Zahra yang menyadari keberadaan Aisyah menoleh, meletakkan bukunya dan menghadap ke arah Aisyah.
"Tidak ada, aku hanya membaca buku. Ada apa? ada sesuatu yang menggangu pikirkan kamu dan ingin bercerita?" Tanya Zahra, seakan ia tau dengan raut wajah Aisyah yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Niat Aisyah yang terbaca sebelum ia bercerita hanya menghela nafas pelan, menarik kursi yang ada di meja samping mendekat ke arah Zahra, "Pernah gak ada orang yang tiba-tiba mau mengkhitbah lo?" Zahra sempat bingung sampai akhirnya mengangguk, "Pernah, tapi dulu"
"Trus lo jawab apa?" Zahra sempat berfikir untuk mengingat-ingat kala itu, "Aku menolaknya"
Dahi Aisyah mengerut, "Kenapa?"
"Untuk menerimanya butuh kesiapan yang matang, karena nantinya akan menikah dan membangun rumah tangga seumur hidup bukan hanya sementara. Dan harus siap lahir dan batin tanpa ada paksaan dan tekanan di dalamnya"
Aisyah mengangguk mengerti, "Berarti lo waktu itu belum siap?" Zahra mengangguk dan tersenyum.
"Selain belum siap lahir dan batin, aku juga ingin mengabdikan diriku di sini terlebih dahulu" Jawab Zahra membuat Aisyah mengangguk lagi.
"Trus laki-laki itu gimana sekarang?"
"Ibu sempat bilang jika katanya dia sudah menikah, dan kabarnya tahun ini alhamdulillah dia sudah di karuniai anak pertamanya"
Aisyah terkejut ia pikir jika laki-laki itu akan terus menunggu Zahra sampai Zahra mau menerimanya, nyatanya laki-laki itu justru menikah dengan wanita lain.
"Ck, emang gitu ya laki-laki di tolak satu udah dapet gantinya aja" Cibir Aisyah.
"Hei, tidak boleh seperti itu" Tegur Zahra, "Memang ada apa. apakah ada laki-laki yang mengkhitbah mu??"
Aisyah yang ditanya seperti itu berusaha menutupi salah tingkahnya, "Siapa orangnya??"
"Gak ada juga" Elak Aisyah dengan panik, membuat Zahra terkekeh pelan karena sadar sudah ada salah satu teman sekamarnya yang sudah tidur.
"Gue boleh tanya lagi?"
"Jika aku dapat menjawabnya, maka aku akan menjawab" Aisyah menghela nafas, "Emang iya dulu Gus Agam sama Ustadzah Sifa mau nikah?" Tanya Aisyah dengan ragu-ragu.
Zahra mengangguk, "Itu sudah lama sekitar tiga tahun yang lalu, Kyai yang menjodohkan Gus Agam dengan Ustadzah Sifa hanya saja Ustadzah Sifa menolaknya karena ia ingin mengabdikan dirinya di pesantren terlebih dahulu. Dulu Ustadzah Sifa adalah satu satunya santri yang menjadi kepercayaan dan paling dekat dengan keluarga Ndalem"
Mendengar fakta ini membuat Aisyah sedikit minder, dan tidak yakin dengan ucapan laki-laki itu pagi tadi, "Apa mereka berdua saling mencintai?"
"Untuk itu aku tidak tahu, sepertinya iya terlebih Ustadzah Sifa yang satu tahun terakhir ini terus mengejar Gus Agam" Aisyah mengangguk mengerti, "Lalu gimana reaksi Gus Agam saat Ustadzah Sifa terus ngejar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus