18. Lebih Baik Dari Biasanya

31 16 8
                                    

Dengan ekstra hati-hati, Jiho mengambil selimut yang terlipat di meja, lalu menyelimuti tubuh Mama dari belakang.

"Kak Jiho 'kan punya kekuatan, tolong pindahin Mama ke sofa, dong. Tiap malam Mama selalu tidur di kursi itu. Mama pasti pegel," ujar Yeojin.

Jiho melirik sebentar ke arah Yeojin. Kemudian bergegas keluar dari ruang rawat inap yang dihuni oleh Yeojin.

Sementara itu, Yeojin dengan tergesa-gesa mengikuti langkah kaki Jiho.

"Kak, Kak Jiho jangan pulang, ya. Kalau Kak Jiho pulang, Yeojin jadi ga ada temen." Yeojin menarik-narik tangan Jiho, menatap Jiho dengan tatapan memelas,  wvlell, meski hal tersebut sama sekali tidak mempengaruhi Jiho.

Padahal, baru kemarin Yeojin memperlakukan Jiho dengan tidak sopan. Akan tetapi, setelah menghabiskan waktu singkat dengan Jiho, Yeojin langsung mengubah sikapnya.

Bila dipertimbangkan lagi, Jiho memang cukup berbakat dalam hal mencuri hati orang lain.

"Aku juga maunya begitu, Yeojin. Tapi nanti Mama malah jadi curiga. Perempuan kayak aku, mana mungkin bisa gendong Mama. Kalaupun bisa, Mama pasti bakalan bangun." Jiho kembali melirik ke kanan dan ke kiri, juga ke arah belakangnya, bila mungkin ada manusia yang lewat.

Yeojin terdiam. Ucapan Jiho barusan, terdengar cukup masuk akal juga. Dan tiba-tiba saja, ia tersenyum. Tanpa aba-aba, Yeojin merangkul lengan Jiho dengan begitu posesif. Tubuh Jiho bahkan nyaris limbung.

Merasa tak cukup dengan hal itu, Yeojin kemudian memeluk Jiho dengan cukup erat.

Namun sesaat kemudian, pergerakan keduanya mendadak terhenti.

"Sekarang sentuhan kamu ada pengaruhnya ke aku," celetuk Jiho.

Yeojin mengangguk dalam pelukan Jiho. "Kok bisa, ya?" Yeojin bertanya dengan suara yang pelan. "Harusnya 'kan tiap sentuhan dari Yeojin ga berpengaruh sama siapapun. Termasuk Kak Jiho."

Jiho berdeham. "Apa mungkin--"

"Tadi Yeojin dengar, katanya, kemungkinan Yeojin untuk pulih itu kecil banget. Bahkan Mama udah diminta untuk siap-siap," sela Yeojin. Ia kemudian melonggarkan pelukan, mendongak menatap Jiho yang sedikit lebih tinggi darinya. "Padahal Yeojin ga pernah ke mana-mana. Yeojin selalu ada di sini--di dekat Mama."

Jiho terdiam. Kematian manusia, merupakan hal yang cukup sering didengar olehnya. Akan tetapi, ini pertama kalinya Jiho benar-benar berinteraksi dengan manusia.

Tanpa sadar, Jiho menggerakkan tangannya, menepuk-nepuk punggung Yeojin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kak Jiho, Yeojin mau cerita. Mau dengerin cerita Yeojin?"

Jiho mengangguk. "Cerita aja, Yeojin."

Seulas senyuman tampak merekah di bibir Yeojin. Alih-alih melepas pelukan tersebut, Yeojin malah kembali memeluk Jiho dengan erat.

Kali ini, Jiho langsung membalas pelukan Yeojin. Perempuan itu memejamkan mata lalu menghentakkan kakinya ke lantai tiga kali.

"Jadi Yeojin beruntung banget, ya, Kak? Yeojin bahkan bisa liat mediocris kayak Kak Jiho ...," ujar Yeojin sembari memegangi lengan gaun yang dikenakan Jiho.

Yeojin menurunkan pandangan, melihat pakaian Jiho yang telah berganti menjadi gaun berwarna biru.

"Sebenarnya, nama Yeojin bukan Jung Yeojin. Tapi Im Yeojin. Yeojin bukan bagian dari keluarga ini. Tapi Mama, Papa, dan Kak Jaehyun selalu memperlakukan Yeojin dengan baik. Bahkan Kak Jaehyun sengaja nunda pekerjaannya cuma buat pastiin keadaan Yeojin. Kak Jiho, gimana caranya Yeojin kasih tau ke mereka ... supaya mereka bisa ngelepasin Yeojin?"

Scintilla Amoris (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang