4. Kolam

46 17 2
                                    

💫 💦 💫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫 💦 💫

"Nenek udah buatin bubur itu untuk kamu. Jadi kamu makan ini dulu sebelum pergi," bisik Jaehyun.

Jiho yang mendengar dengan jelas bisikan tersebut secara refleks melihat ke arah Jaehyun. Lalu menoleh melihat ke arah nakas. Di mana semangkuk bubur diletakkan oleh Jaehyun di sana.

Jiho mengangguk. Ia bergegas duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur lalu mengambil semangkuk bubur itu dan melahap bubur tersebut dengan sedikit terburu-buru.

Jaehyun sempat terdiam kala melihat hal itu. Dalam hatinya ia membatin, "Kayaknya dia beneran mau pergi."

"Aku keluar duluan. Nanti kalau kamu udah selesai langsung keluar aja," ucap Jaehyun.

Lagi, Jiho hanya sekadar mengangguk.

Jaehyun pun beranjak keluar dari kamar. Lelaki itu berjalan menuruni anak tangga. Sementara atensinya teralihkan kala melihat keberadaan Nenek yang baru saja meninggalkan area dapur.

"Buburnya udah dimakan?"

Jaehyun mengangguk. "Jiho lagi makan buburnya," jawabnya. "Di luar hujannya masih deras banget. Tapi Jiho maksa mau pergi."

"Kamu tunggu di sini dulu. Nenek mau coba bicara sekali lagi sama Jiho," ucap Nenek.

"Siap, Nek."

Jaehyun melihat ke arah Nenek yang berjalan melewati dirinya. Ia cukup sadar bahwa Nenek benar-benar mencemaskan Jiho.

Sementara itu, Nenek baru saja masuk ke dalam kamar yang ditempati oleh Jiho.

Melihat kedatangan Nenek, Jiho buru-buru meneguk air putih lalu meletakkan mangkuk yang ada di pangkuannya ke nakas. Begitu pula dengan gelas yang berisikan air putih. Ia kemudian berjalan menghampiri Nenek.

"Duduk aja, Nak. Duduk aja," ucap Nenek seraya mengajak Jiho untuk duduk di tempat tidur.

Jiho membiarkan Nenek duduk terlebih dahulu. Barulah ia ikut duduk di sebelah Nenek.

"Di luar hujannya masih deras, kamu serius mau pergi sekarang juga?" tanya Nenek.

Jiho tersenyum canggung. "Iya, Nek. Terima kasih, ya, Nek ... atas bantuannya, buburnya juga," ungkap Jiho.

Nenek terdiam sebentar lalu menghela napas. Tangannya yang tampak keriput itu meraih--menggenggam tangan Jiho.

"Boleh Nenek tau alasannya, Nak? Alasan kenapa kamu harus pergi sekarang juga?"

"Em ... a--Jiho sebenarnya mesti cari tempat tinggal yang baru dulu. Kalau tunggu sampai besok, takutnya malah--"

"Sebentar, Nak," sela Nenek. "Cari tempat tinggal baru? Maksudnya?"

"Jiho tinggal sendirian ... di sini," jawab Jiho. Ia tersenyum. "Karena itu Jiho harus pergi sekarang. Nenek jangan khawatir, Jiho bakalan baik-baik aja, kok. Lagian, Jiho udah punya rencana mau pergi dan tinggal di mana."

Scintilla Amoris (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang