• 4 •

2K 295 19
                                    

*** 16.03 ***


Dia tersenyum melihat reaksiku yang hanya menunduk tanpa berani berkata apapun. Aku mendengar dia berbicara dengan perawat di sampingnya.

"Kondisinya sudah baik, kamu silahkan pergi. Bawa catatannya keruangan saya, ya"

Begitulah kurang lebih perintahnya pada perawat itu.

Aku masih terdiam, malu dengan kejadian tadi. Dia memandangku dengan masih tersenyum, aku lihat dia menarik napas dalam.

"Apa yang kamu lakuin, sampe luka kamu sedikit terbuka? Lagian baru sekitar 20 menit aku ninggalin kamu tadi, dan semua masih baik baik aja. Aku heran deh" ucapnya sambil duduk di ranjangku dan tangannya bersandar di pegangan ranjang.

Aku bingung harus mengatakan apa padanya, tidak mungkin kan aku mengatakan bahwa aku menendang besi karena bahagia mendengar dia merindukan aku, Nanti bisa-bisa aku di suntik mati olehnya, batinku.

"Tadi aku mau ke kamar mandi, tapi aku enggak sengaja nyenggol besi ini yang ternyata ngelukain kaki aku"  ucapku berbohong, semoga saja dia percaya meskipun aneh didengar, namun ternyata dia malah tertawa geli.

"Hhmm..Kalau cuma menyenggol besi, enggak mungkin sampe kaya gini. Lain kali kamu harus cari alasan yang masuk akal untuk ngebohongin aku" ucapnya sambil menatapku remeh dan menyodorkan sebuah obat.

"Ini, minumlah obat kamu. Aku kasih kamu Lortab untuk menghilangkan nyeri di kaki kamu, kalau kondisi kamu seperti ini, jadwal kepulangan kamu harus di tunda sementara waktu. Aku takut luka kamu yang basah ini menjadi infeksi" lanjutnya dengan wajah penuh rasa khawatir. Aku langsung melebarkan mataku.

"Apa?? Aku masih harus disini lagi??! Asiiikkk!!" Kataku senang, tanpa sadar aku mengepalkan tangan ke udara dan berseru.

"Yeeeess!!" Ucapku senangan membuatnya tertawa.

Tawa itu tawa yang selalu aku tunggu. Aku senang melihat matanya yang menghilang karena gummy smilenya.

"Kamu ini ada-ada aja. Baru kali ini aku ketemu sama pasien yang lebih senang berada di rumah sakit dari pada dirumah" ucapnya sambil berdiri dan mengalungkan stetoskop dilehernya.

Aku baru saja ingin mencegahnya pergi saat tiba-tiba dia mengelus kepalaku dengan lembut dan berkata.

"Aku harus pergi, aku harus mengunjungi pasien aku yang lain. Setelah itu aku akan kesini lagi nemenin kamu, aku kasian sama kamu yang selalu sendirian. Tunggu aku ya" katanya sambil berjalan meninggalkanku, aku mengangguk pelan dan menatap sendu hingga dia mehilang dari balik pintu.




*** 17.42 ***


Ini sudah hampir 2 jam sejak dia meninggalkanku dan menyuruhku untuk menunggunya. Aku masih bertahan terjaga dengan merasakan nyeri di kakiku berangsur-angsur membaik. Mungkin efek dari obat yang di berikannya tadi, tapi itu justru membuat aku mengantuk.

Aku mencoba menahan sekuat tenagaku tapi aku harus pasrah di kalahkan oleh rasa kantukku sendiri.

Aku tertidur dengan terpaksa, meskipun aku  berusaha tetap harus menunggunya dengan keadaan sadar.

Entah berapa lama aku tertidur hingga merasakan elusan lembut di kepala, aku mencoba membuka mataku yang berat ini. Tapi sangat sulit seperti ada beban seratus ton yang menindih mataku.

Sentuhan itu terus berulang-ulang membuat aku penasaran siapa yang mengganggu tidurku, aku mencoba membuka mata lagi dan akhirnya aku melihatnya.

Mata indah itu terkunci di mataku, masih dengan tangan yang menempel di kening dan rambutku. Dia terkaget, aku melihat wajahnya agak memerah. Aku sendiri pun terkaget, aku pikir dia bundaku.

♡ Typa Girl ♡  • [JENSOO] •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang