-It's Okay-
* * * *
"Bener lo gak mau gue anter? Ayolah, gue anter aja. Biar ada waktu juga di jalan sambil ngobrol. Gatau kenapa, gue kangen banget sama lo. Pengen sama lo terus." Kania sudah beberapa kali mengatakan bahwa ia ingin mengantar Khayla, namun gadis itu tetap saja menolak.
"Gausah, nyokap gue udah di jalan mau jemput. Lo pulang aja, nanti di marahin tante Arumi."
"Gue udah izin tadi, katanya jangan terlalu larut aja. Ini masih jam setengah sepuluh, larut itu jam 12 malam."
Khayla memutar bola mata, kedua gadis itu kini sedang duduk di teras Stella Bread, sembari menunggu Jena menjemput Khayla. Sekitar lima belas menit menunggu sambil bergurau ria, mobil Jena datang menjemput. Wanita cantik itu turun dari mobilnya, menghampiri Khayla juga Kania.
"Hai sayang, udah puas mainnya?" sapa wanita itu, Kania dan Khayla kompak berdiri dan menyalimi tangan Jena bergantian.
"Belum puas, Tante." Ujar Kania dengan wajah melasnya, hal itu di balas senyuman lembut oleh Jena. Tangan wanita itu bergerak mencubit pipi tembam Kania.
"Gapapa, besok 'kan bisa main lagi."
"Tau lo, lebay banget." Ledek Khayla, mencubit kecil perut Kania.
"Yaudah, besok-besok main lagi. Janji?" Kania menyodorkan jari kelingking, dan Khayla membalas dengan menautkan jari kelingkingnya juga.
"Janji."
Beberapa detik keduanya saling pandang, lalu Kania menarik Khayla kedalam pelukannya.
"Makasih udah jadi alasan gue bertahan sampai saat ini, Khay. Kalau gak ada lo, mungkin gue udah mati. Dan gue harap, gue juga menjadi salah satu alasan lo bertahan sampai detik ini."
Khayla mengusap cepat air mata yang jatuh di pipi, menepuk pundak Kania. "Makasih juga buat semuanya, Kania."
Keduanya mengurai pelukan, Khayla melepas cincin di jarinya, bergambar awan biru. "Ini, hadiah karena udah jadi sahabat gue selama hampir lima tahun."
Kania menerimanya, memasang benda itu di jari tengahnya, syukurlah ukurannya muat.
"Gue pulang dulu, lo hati-hati di jalan. Langsung pulang jangan kelayapan!" peringat Khayla.
Kania mengangguk. "Iya, gue pulang dulu. Mari, Tante." Kania kembali menyalimi tangan Jena, kemudian melangkah menuju mobilnya, begitu juga dengan Khyla dan Jena.
Jena memegang kedua pundak Khayla berjalan memasuki mobil. Setibanya di mobil, gadis itu tak banyak bicara, hanya diam dan memandang ke pantulan kaca spion. Tampak mobil Kania mulai meninggalkan area parkir di belakang sana.
Khayla menghembus nafas berat, tangannya bergerak menyentuh kalung di leher. Kita pasti ketemu lagi, Kan.
"Pasang seat belt-nya sayang." Khayla mengangguk, langsung memasang sabuk pengaman hingga berbunyi klik.
"Gimana hari ini, happy?" Jena membuka percakapan, Khayla mengangguk kecil sebagai jawaban.
"Kok diem aja, sih?"
Khayla menoleh sebentar, menatap Jena, lalu kembali menatap lurus ke depan. "Capek, Mah."
Jena mengangguk paham. "Yasudah, kamu tidur aja."
Khayla mengangguk, menyumpal telinganya dengan earphone. Alunan lagu It's Okay dari Treasure menjadi satu-satunya suara yang ia dengar.
Yojeumeun na.
Jameul mot jayo.
Gipeun hansumi neureogago.
Babdo meokji mothaeyo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Dia Perempuan. | END |
Teen FictionBagaimana jadinya jika kamu, terlahir sebagai seorang perempuan tetapi tak pernah diharapkan? Hadirmu nyata namun semu. Akankah kau sanggup untuk bertahan hingga mendapat pengakuan?. Permasalahan remaja tak melulu tentang cinta, ada juga tentang mer...