60. Akhir Kisah.

243 31 16
                                    

-Akhir Kisah-

* * * *

Gael berlari keluar gedung hotel, menyeruak kerumunan karena ingin melihat siapa yang mati di sana.

Hancur.
Bukan hanya tubuh gadis itu yang hancur, tapi hati Gael juga ikut melebur.

Berlari memeluk Kania yang sedang meregang nyawa, dengan tangis yang begitu menggelegar. Siapa sangka, niat hati ingin menjadikan Kania miliknya, justru memisahkan mereka berdua.

"Sayang ... " suaranya bergetar, darah hangat itu merembes membasahi tangan. "Sayang, bangun." Tak ada jawaban, gadis benar-benar diam.

Gael mencium wajah Kania, tengukarak belakang gadis itu hancur, seluruh darah mengucur, ikut mengotori tubuh Gael. "Sayang kenapa pulang? Aku jahat ya? Maaf sayang ... maaf."

Kata yang tak lagi berguna. Maaf hanya sekedar maaf, tak bisa membawa Kania kembali. Tangisnya nelangsa, sesal di dalam dada tak bisa ia jabarkan dalam kata. Melihat sang dayita pergi di depan mata, benar-benar hal yang tak pernah Gael duga.

"Sayang, tunggu aku, ya."

* * * *

Satu persatu orang mulai meninggalkan pemakaman. Arumi juga sudah di paksa untuk pulang. Namun Gael masih geming, menatap gundukan tanah itu nanar.

"Sayang, di rumah ku ada kasur, kamu kenapa tidur di sana, cinta?."

Gael mengusap tanah merah bertaburkan banyak bunga. Merebahkan tubuh di samping makam, enggan meninggalkan sang dayita.

Bayang-bayang perbuatan yang ia lakukan kembali melintasi memori. Rasanya, jika Gael tak melakukan hal itu, pasti Kania tak akan mati.

Cowok itu bangkit. "Sayang, aku pergi dulu ya, nanti aku datang lagi."

Gael berjalan keluar dari area pemakaman, berjalan menuju tempat mobilnya terparkir. Mobil Gael berhenti di sebuah kantor polisi daerah, berjalan lemas memasuki kantor tersebut.

"Saya membunuh pacar saya." Itu yang pertama kali Gael katakan saat duduk di hadapan seorang polisi yang bertugas menerima tamu.

"Membunuh siapa?" beo polisi itu, Gael terkekeh hambar.

"Saya.membunuh.pacar.saya!"

Polisi itu mengangguk, membawa Gael ke dalam sebuah ruangan, entah ruangan apa Gael tak tahu. Ia pernah melihat ruangan seperti ini dalam drama, seperti ruang penyelidikan.

"Bisa katakan apa yang kamu perbuat pada pacarmu?" polisi lain yang kini bertanya. Hanya ada Gael dan polisi detektif itu yang ada di dalam ruangan.

Gael mengangguk pelan, air matanya kembali menganak sungai di pipi.

"Malam itu tanggal 1 Januari saya membuka sebuah situs black market. Saya tidak sengaja melihat vidio pemerkosaan kekasih saya ada di sana, tanpa suara." Polisi tersebut mendengar dengan seksama, sambil mengetik di laptopnya.

"Kemudian saya beli vidio itu, dan meminta orang yang mengunggah vidio itu untuk menghapusnya dari sana. Setelah saya beli vidio itu, saya edit suaranya hingga seolah-olah itu adalah suara pacar saya. Saya post vidionya di telegram, itu semua cuma buat lampiasin kemarahan saya. Dia nolak jadi pacar saya."

Polisi di hadapannya mengepal tangan erat, jika tidak mengingat ini adalah ruang introgasi, mungkin ia sudah memukul Gael hingga babak belur.

"Saya juga nulis kata-kata mesum di buku orang lain, mengatas namakan pacar saya. Saya buat tulisan itu semirip mungkin, lalu melaporkannya pada guru. Saya memperkosanya lagi. Pacar saya bunuh diri, dia mati. Karena saya."

Karena Dia Perempuan. | END |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang