45. Bertemu Gael

86 17 0
                                    

-Bertemu Gael-

* * * *

Kania mengatur degup jantungnya di dalam toilet, tangannya bertumpu pada meja washtafel. Entah mengapa, hatinya merasa sakit melihat kebersamaan Gael dengan gadis itu. Juga, siapa gadis itu? Apakah pacar nya? Lagi pula, apa peduli Kania? Ia ingin untuk tak peduli, namun tak bisa.

Kania mencuci tangannya, membenarkan tatanan rambut yang sebenarnya sama sekali tak berantakan. Setelah merasa cukup, Kania berjalan kembali keluar, karena takut Sandega akan marah jika dirinya terlalu lama di toilet. Ah, cowok menyebalkan itu!.

Kania berjalan gontai kembali ke mejanya, Gael melirik gadis itu, namun Kania bersikap seolah tak ada apapun yang terjadi di antara mereka. Gadis itu kembali duduk di mejanya, mendapati Sandega berkutat dengan laptop miliknya.

"Maaf ya Kak, lama." Sandega hanya berdeham sebagai jawaban, menggeser laptop Kania kembali pada sang pemilik asli.

Kania kembali berkutat pada laptopnya, sebenarnya Kania sangat ingin mengutuk Sandega. Lagi pula, ia bisa melakukan revisi di rumah saja, lalu memberikan hasilnya pada Sandega jika selesai nanti untuk cowok itu meng-revisi ulang naskah nya. Jika ada yang tak ia pahami, maka gadis itu bisa bertanya melalui pesan WhatsApp. Tak harus bertemu langsung seperti ini, 'kan?.

Sandega bangkit dari duduknya, Kania mengikuti sekilas, ternyata cowok itu ke kasir, Kania kembali memfokus'kan diri ke laptop. Namun saat seseorang duduk di sampingnya, gadis itu membeku.

"Hai, apa kabar?"

Tuhan, rasanya Kania ingin memeluk erat cowok itu. Kania sangat merindukannya.

Kania menoleh singkat, melempar senyum tipis. "Hai, gue baik. Lo apa kabar?" sebisa mungkin Kania terlihat untuk biasa saja. Gak baik, gue kangen lo, El.

"Gue juga baik," Gael menjawab dengan senyuman. Mana mungkin baik-baik aja tanpa ada lo di samping gue?.

Suasana menjadi canggung, hingga Sandega kembali menghampiri mereka.

"Awas, gue mau duduk." Usir cowok itu, Gael dan Sandega beradu pandang, pupil Gael tampak menusuk pupil Sandega. Ia tak suka cowok itu.

"Balik ke gue secepatnya, ya?" Gael mengusap puncak kepala Kania, mencium kening gadis itu singkat sebelum akhirnya pergi keluar dari toko roti.

Kania geming, matanya berkaca-kaca. Sandega yang melihat hal itu cukup terkejut akan perlakuan Gael pada Kania.

"Nih, hapus aja kalau lo gak mau." Sandega memberikan selembar tisu pada Kania, gadis itu menerimanya dan menyeka keningnya. Balik ke lo? Mana mungkin, El.

"Udah boleh pulang belum, Kak?" tanya Kania, sungguh ia sangat ingin menangis di kamarnya saat ini.

"Belum." Sandega berkata tanpa beban, Kania menghela nafas lesu.

"Nih, donat. Kata penjaga kasir, ini varian kesukaan lo." Kania sedikit di buat terkejut, ia menatap donat rasa matcha itu lamat. Berarti dia ke kasir tadi, nanyain gue suka apa? Masa sih?.

"Gausah ge-er dulu, gue sebagai editor lo cuma pengen tahu doang. Biar lebih deket dan lo enjoy sama gue."

Gak bisa enjoy, lo nyebelin.

Kania mengangguk kecil, melempar senyum pada Sandega. "Makasih ya, Kak."

Sandega hanya diam, memperhatikan Kania mengunyah donat. Pipinya menggembung lucu, dan satu keunikan Kania di mata Sandega adalah ... ia hanya fokus pada makanan yang ia makan, matanya hanya tertuju pada makanan, tanpa mempedulikan sekitar atau laptop maupun ponsel di hadapannya.

Karena Dia Perempuan. | END |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang