-Tuhan Tak Sia-sia-
* * * *
Rangga melangkahkan kaki, memasuki rumah yang terasa seperti neraka dunia.
"Rangga." Panggil Sinta, namun cowok itu abaikan, berlalu menaiki tangga. Di depan kamarnya, cowok itu bertemu Reani yang menempati kamar Kania dulu. Cowok itu berdecih melihat Reani mengenakan piyama coklat milik Kania yang tak lagi terpakai.
Sampah emang cocok makai sampah.
Rangga memaki dalam hati, ia sama sekali tak pernah menyukai Reani. Cowok itu melenggang masuk ke kamarnya tanpa mempedulikan Reani.
Sesampainya di kamar, Rangga menaruh tas laptopnya ke tempat semula. Menyusun beberapa kertas file sejajar, dan rapi, bahkan sampai berulang-ulang kali. Setelahnya, Rangga berjalan menuju kamar mandi, membuka baju dan melipat rapi lagi pakaiannya sebelum di masukkan ke dalam keranjang baju kotor. Ada dua keranjang di sana, keranjang hitam untuk pakaian berwarna hitam, dan keranjang putih untuk pakaian putih pula.Warna hitam putih yang mendominasi seluruh ruang kamar mandi, begitu pula dengan kamarnya. Rangga segera membersihkan diri, menyalakan shower dan merasakan hangatnya guyuran air menyapa kulit.
Setelah bebersih diri, Rangga menghambur ke atas kasur king size miliknya, mengambil ponsel di atas nakas untuk sekedar membuka media sosial. Merasa tak ada yang penting, Rangga menyimpan benda pipih itu ke tempat semula, sama persis seperti posisi awal.
Selama libur sekolah, Rangga hanya mengisi waktu dengan bekerja di Meganzie Company, perusahaan milik papanya, kini sudah berganti nama.
"Sejauh apa jalan yang harus gue lalui lagi?" entah pada siapa pertanyaan itu ia lontarkan.
"Rasanya gue udah berjalan terlalu lama, tapi kebahagiaan itu masih belum gue temui. Apa masih jauh, atau mungkin bahagia itu semu?"
Rangga menerawang langit-langit kamarnya, rasanya terlalu lelah namun ia tak bisa berbuat banyak selain terus berjalan. Karena pada nyatanya, dunia akan terus berjalan walau kita berhenti di tengah jalan. Rangga juga sama, ia sadar akan hal itu, menyerah tak ada gunanya.
Semua luka dan duka yang ia lalui selama ini, akan sia-sia jika ia memutuskan untuk menyerah di tengah jalan. Walau ujung itu belum terlihat, tapi Rangga akan terus berjalan. Lebih baik terjatuh, bangkit, dan membuat pergerakan, dari pada berdiam diri karena takut terjatuh. Satu yang Rangga ingat dalam benaknya.
Tuhan tak pernah sia-sia.
* * * *
Hujan mengguyur Jakarta malam ini, Kania berdiri di balkon kamarnya, menikmati gemersik hujan yang menenangkan hati. Arumi tak ada di rumah, tapi kini ia tak sendiri lagi, ada Bi Ani, ART baru di rumahnya.
Hujan kian melebat di sertai dengan dingin nya angin yang semakin menusuk ke dalam kulit. Namun Kania masih enggan untuk beranjak, menutup matanya, membiarkan rintik hujan tertiup angin sesekali membasahi wajahnya.
Pikirannya tertuju pada Gael yang sudah beberapa hari ini tak saling mengabari. Bayang kebersamaan mereka dulu, kembali terbesit di memorinya. Mengingatkan kembali Kania pada hangat pelukan Gael, lembut suara cowok itu, wangi maskulin bercampur stroberi yang menjadi salah satu candunya, segala hal tentang Gael, Kania merindukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Dia Perempuan. | END |
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika kamu, terlahir sebagai seorang perempuan tetapi tak pernah diharapkan? Hadirmu nyata namun semu. Akankah kau sanggup untuk bertahan hingga mendapat pengakuan?. Permasalahan remaja tak melulu tentang cinta, ada juga tentang mer...