OS-CP26

116 11 0
                                    

Sebelum lanjut baca, jangan lupa vote, and voment ^^

Oke lanjuttttt
•••
Happy Reading


Di saat adik-adiknya sibuk dengan rencana, berbeda dengan Rachel, yang kini tengah mencari sesuatu di kamar itu.

"Rachel, dimana lo nyimpennya sih? Ya kali, gue porak poranda di kamar."

Lama mencari, akhirnya ia mendapatkan apa yang dari tadi membuatnya penasaran.

"Ketemu." Dengan cepat, Rachel membuka dokumen yang sudah berdebu.

"Jadi, alasan anak itu mengubah namanya karena permintaan terakhir dari ibunya?" Rachel membuang nafasnya kasar.

"Rachel, gue tau lo selalu stay. Jadi gue minta, tolong kasih gue semua ingatan tentang diri lo, tentang siapa mereka, dan semua hal yang belum bisa lo selesaiin." Tanpa di sadari, Jiwa Rachel asli tersenyum mendengarnya.

"Ingatan ku tidak semuanya membantu mu Aya. Bahkan, aku sendiri saja tidak mengetahui apapun selama ini, semua yang ku temui hanya setengah dari apa yang belum bisa ku selesaikan."

Rachel beranjak dari duduknya, dan mulai meninggalkan kamar itu.

Sesampainya di luar, Rachel melihat semua adiknya tengah fokus dengan laptop serta ponsel masing-masing.

"Apa yang kalian rencanakan?"

"Seperti waktu itu kak," saut Riko.

Waktu itu?

Rachel Rachel. monolognya, yang di sebut hanya tersenyum.

Mau berkomentar apa lagi? Bahkan ingatan Rachel saja tidak semuanya di berikan.

"Kak, gue mau nanya." Rachel yang awalnya tengah memainkan ponselnya beralih menatap Izam.

"Why?"

"Sebenarnya udah lama gue mau nanya ini," Ucap Izam, berhasil membuat semua yang berada di ruangan mengalihkan tatapan ke arahnya.

"Gue ngga tau, ini cuma perasaan gue aja apa gimana,"

"Maksud lo apa, bang?"

"Waktu itu, gue liat Cia pergi ke ruangan kerja kak Rara. Awalnya gue nggak ngerasa ada yang aneh."

"Tapi, pas gue lewat ruangan kerja kakak, ngga sengaja gue dengar Cia ngomong "Kak, apa kita ngga ngebuat mereka kecewa nantinya?", pas Cia mau ngelanjutin ucapannya, si Alan teriak manggil gue dari bawah, jadi gue ngga tau Cia ngomong apa lagi."

"Setelah kejadian itu, Cia ngga pernah lagi kumpul sama kita di sekolah, bahkan pas kenaikan kelas 11 Cia milih pisah kelas dari kita semua. Gue juga sebenarnya sering liat, kalo Cia di bully sama geng nya Resti."

"Kenapa lo ngga ngomong ke kita, kalo lo tau Cia di bully!" Mendengar itu, tentu membuat Riki emosi.

"Bukannya gue ngga mau, gue tau kalo gue ngasih tau ke kalian, yang ada kalian bakal bales perbuatan mereka."

"Anjing lo Zam! Lo anggap Cia apa?! Dia adik lo Zam inget!" Saut Riko, menarik kerah Izam.

"Riko! Lepasin!" Melihat tatapan Agil, Riko melepaskan tangannya dari kerah baju Izam, dan kembali duduk.

Beberapa saat setelahnya, suasana kembali hening.

"Jadi, apa yang sebenarnya kakak rencanain sama Cia?" Point ucapan terakhir dari Izam berhasil membuat Rachel terdiam, bahkan semua orang yang ada di ruangan menatap ke arahnya.

Rachel menatap ke arah Izam dan adiknya bergantian.

"Jika sudah saatnya, kalian akan tau dengan sendirinya."

Tak terasa langit cerah kini sudah berganti dengan sang senja.

Begitu juga Rachel dan adik-adiknya yang sudah kembali ke mansion.

Sesampainya di mansion, mereka segera masuk ke kamarnya masing-masing.

Pintu lift terbuka. Saat akan berjalan ke kamarnya, Rachel bertemu Jeje yang tengah menelpon.

"Oke, akan saya urus." Melihat Rachel, Jeje memutuskan sambungan teleponnya.

"Kak,"

"Hmm."

"Salah satu mata-mata kita, mengatakan kamera dasbor di mobil tuan dan nyonya Sam yang selama ini kita cari, berada di rumah Nickola." Mendengar itu, Rachel menatap Jeje.

"Nickola?"

"Salah satu musuh utama dari tuan Sam, tapi."

"Tapi?"

"Nikola sudah meninggal, karena kasus kecelakaan mobilnya jatuh ke dasar jurang."

Rachel membeku.

Siapa? Siapa, yang membunuh Nickola?

Apakah selama ini Rachel mempunyai sekutu? Atau mungkin dalang dari semua rencana musuh utama?

Rachel tidak ikhlas dengan kematian Nickola.

Bahkan Rachel saja belum mendapatkan informasi apa-apa, dan sekarang dia sudah meninggal?

Rachel masuk ke dalam kamar, meninggalkan Jeje begitu saja.

Saat Rachel masuk ke dalam kamar, Jeje segera pergi ke arah lain dari mansion itu.

Jeje membuka pintu salah satu ruangan yang terletak di bagian belakang mansion itu.

"Nona Jessika," Sapa seorang pria

Mendengar itu, mereka yang berada di ruangan membenarkan posisi mereka, yang tadinya duduk menjadi berdiri tegak sekaligus menundukkan kepala.

"Selamat datang nona Jessika." ucap mereka serentak.

Jeje melangkahkan kakinya ke salah satu layar komputer yang berada di ruangan itu.

"Bagaimana?"

"Semua sesuai rencana nona Rachel waktu itu."

"Bagus, lakukan dengan perlahan."

"Nona," Jeje mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang tadi menyebut namanya.

"Ada apa?" Wanita itu segera memberikan amplop coklat ke Jeje.

Jeje mengerutkan keningnya melihat isi dari amplop itu.

"Ini?"

"Maaf nona, ketika saya tengah menyelidiki satu kasus. Ada seseorang yang memberikan saya amplop itu, dan mengatakan untuk segera memberikannya ke nona Rachel."

"Dia juga mengatakan, bahwa semua yang nona Rachel selidiki akan terjawab. Setelah mengatakannya pria itu mengakhiri dirinya dengan melompat ke sungai." Jeje tidak bisa mengatakan apapun lagi.

Saat keduanya di selimuti kesunyian, seseorang datang dan memberi pertanyaan pada wanita di depannya itu.

"Kamu yakin, dia benar-benar mengakhiri hidupnya?" Mendengar suara itu, Jeje membalikan tubuhnya.

TBC!

Jangan lupa vote, komen and follow

See you next chapter selanjutnya.

OUR SOUL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang