Part 13

10.9K 932 41
                                    

Haechan tersenyum sumringah saat melihat namanya ada di dalam daftar calon mahasiswa. "MAMA HAECHAN DITERIMA" teriak Haechan girang hingga membuat Mark yang sedang menyeruput kopinya sampai tersedak.

Jelas Haechan bahagia, sudah setahun ia berada di Kanada, bulan lalu ia mengikuti test untuk memasuki West Point setelah sebelumnya Jaehyun merubah kewarganegaraannya. Dan kini melihat hasil kerja kerasnya terpampang di depan mata tentu saja Haechan merasa bahagia.

"HAECHAN INI BUKAN HUTAN" ujar Mark berteriak.

"MEMANG BUKAN INI RUMAH MAMA DAN PAPA" balas Haechan berteriak, percayalah jarak mereka ini hanya lima meter tapi justru saling berteriak satu sama lain.

Plak

"Ini bukan hutan ya, Mark Jung kau tidak perlu berteriak macam begitu" omel Taeyong setelah menaruh semangkuk nasi goreng di meja makan.

Mark meringis kecil sembari mengusap punggungnya yang sakit, "yang berteriak lebih dulu kan Haechan mama, kenapa menyalahkan Mark terus sih, mama pilih kasih" rajuk Mark.

Tiba-tiba ada sebuah cermin di depan wajahnya beserta bunyi klik seolah seseorang sedang mengambil gambar.

"Lihat bagaimana imutnya dirimu hyung, mau menjadi adikku saja tidak" ujar Haechan pelaku yang memberi cermin sekaligus mengambil gambar merajuk Mark.

"Haechan, hapus foto itu sekarang" ujar Mark tajam, namun Haechan malah menggeleng pelan, "tidak akan pernah ya Mark hyung tersayang ku ini tuh susah tahu mendapatkannya" ujar Haechan seraya menyerahkan handphone miliknya pada Taeyong sebelum Mark dapat merebutnya.

Taeyong dengan cepat memasukan handphone Haechan ke saku celananya, membuat Mark mana berani merebutnya dari sang mama itu sama saja ia sedang mencari perkara dengan Taeyong.

Haechan tiba-tiba memeluk Taeyong dengan erat, "aku pasti akan rindu sekali dengan mama" bisik Haechan seraya menempatkan kepalanya di leher Taeyong. Taeyong mengelus kepala Haechan dengan sayang, meski sedikit sulit karana posisi Haechan yang dibelakang tubuhnya.

"Tapi setiap libur kau akan pulang kan sayang" ujar Taeyong penuh harap yang diangguki oleh Haechan. "Tentu saja mama, setiap libur Haechan pasti akan pulang" jawab Haechan.

"Kau yakin hanya akan pergi dengan Sungchan saja, mama dan papa bisa mengantarkanmu kok" ujar Taeyong namun Haechan menggeleng sambil mencebik, "kalau mama dan papa yang antar yang ada malah Haechan mau pulang lagi dengan mama dan papa" ujar Haechan.

"Hati-hati disana ya sayang, kalau ada apa-apa kau harus mengatakan pada mama" ujar Taeyong mengingatkan.

"Kalau dia mengadu padamu mau jadi tentara seperti apa dia nantinya" sahut Jaehyun yang tiba-tiba datang di meja makan.

Haechan mengangguk setuju, "papa benar ma, jangan khawatirkan Haechan bukan Haechan yang akan kesulitan jika ada yang mengganggu Haechan tapi sebaliknya" ujar Haechan dengan tatapan yang tidak biasa.

Jaehyun tersenyum bangga dibalik korannya, ia tahu Taeyong tidak akan setuju namun kesulitan di akademi tidak akan sesulit medan perang. Jika ia tidak tahu kemampuan Haechan mana berani ia membiarkan Haechan mendaftarkan diri di West point. Mungkin di dalam rumah Haechan bagaikan anak kucing yang manis, tapi ada pepatah jika ayah harimau bagiamana anak bisa menjadi kucing. Haechan putranya, orang tua kandungnya pun bukan orang sembarangan meski baru sekali bertemu Jaehyun tahu Johnny bukan lelaki yang mudah di lawan.

"Kau akan berangkat bersama ku" ujar Jeno dan Haechan mengangguk, "setidaknya aku bisa tidur selama perjalanan" jawab Haechan yang membuat Jeno mengangguk.

Taeyong memandang Haechan dengan mata berkaca-kaca, "mama kenapa menatap seperti itu pada Haechan" ujar Haechan seraya menghapus setitik air mata dari sudut mata Taeyong. "Kita baru sebentar bersama tapi kenapa begitu cepat berpisah" ujar Taeyong dengan nada sendu.

후 회 (Nahyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang