10.

77 26 35
                                    

“Hiro! Berhenti! Kau bisa membunuhnya!”

Yume menghambur mencoba menjadi penengah dua lelaki yang sedang adu hantam itu.
Oh, ralat. Lebih tepatnya, ini bukan pertengkaran. Tapi lebih seperti Hiro sedang berlatih tinju. Dan lelaki itu sebagai samsaknya.

“Sudah, cukup!” Yume melingkarkan tangannya ke lengan Hiro. Memeluknya kencang dan berharap bisa meredam emosi lelaki itu.

Seketika tatapan Hiro yang buas perlahan meredup. Tangan Yume yang melingkar di lengannya, mengingatkannya pada seseorang. 
Seseorang yang sangat berarti, seseorang yang hadir dalam ingatan kenangan masa lalunya.

Napas Hiro tersengal. Bahunya melemas. Di saat itulah kekasih Ayumi mencuri kesempatan untuk membalas.

Buk

Satu pukulan mendarat tepat di pelipis Hiro. Namun bukannya tumbang, kemarahan Hiro malah makin menjadi.

“Am.. am..pun!” Lelaki itu bersimpuh memohon. Layaknya tikus yang mencicit ketakutan, ia meringkuk di depan Hiro. “A..ku janji.. aku tidak akan berurusan dengan murid sekolah ini lagi.”

Hiro menekan jari-jarinya. Seolah sedang pemanasan agar pukulannya semakin kuat. Ia maju selangkah lalu berjongkok berhadapan dengan lelaki itu. SAMBIL MENCENGKERAM KERAH SERAGAMNYA, HIRO MENATAP LELAKI ITU DENGAN BENGIS.

“Tidak ada yang boleh menyakiti Yume, kecuali aku...” desis Hiro. Sengaja memelankan suaranya agar lelaki itu saja yang mendengarnya. “Sedikit saja kau menyentuhnya, kuhabisi kau!”

Sebelum lehernya benar-benar patah, lelaki itu cepat-cepat pergi dari sana.  Bahkan kalau bisa ia ingin menghilang di saat itu juga. Enyah dari pandangan Hiro dan murid-murid sekolah itu.
Sekolah yang aneh, pikirnya. Murid-muridnya pun juga sama anehnya. Yume dan Hiro terlihat biasa saja. Apalagi Hiro yang penampilannya seperti anak introvert dan Yume  yang terlihat manja, namun keduanya sama-sama jago beladiri.

“Maaf, kau jadi luka. Kau baik-baik saja, kan?” tanya Yume takut-takut.

“Sudah tahu aku luka tapi kau masih tanya apa aku baik-baik saja? Memang benar-benar bodoh,” tukas Hiro ketus.

Sementara di pojokan,Ayumi memperhatikan keduanya bergantian. Bingung harus bagaimana. Ingin mengucap terima kasih, tapi tubuhnya masih gemetar.

“Tidak apa-apa. Aku tahu kau mau bilang apa.” Yume tersenyum tulus. “Hei, patung es! Kau mau ke mana?” Melihat Hiro yang hendak pergi, Yume cepat-cepat menyebelahinya.

“Keruang kepala sekolah. Aku mau melapor kejadian hari ini.” Hiro menjawab sambil berlalu.

“Jangannn!” Yume berteriak sembari memeluk lengan Hiro.

Karena terlalu panik. Yume sampai tidak menyadari tubuhnya menempel terlalu dekat di lengan Hiro. Pantas saja lelaki itu salah tingkah merasakan bagian sikunya menyenggol sesuatu yang empuk.

“Singkirkan tanganmu! Jangan menyentuhku tanpa seijinku. Aku paling benci itu,” tegas Hiro sambil menyentak lengannya.

“Hiro-San.. Aku minta tolong rahasiakan ini dari siapa pun. Aku mohon.." Ayumi memelas.

Yume menambahi. “Iya.. Kau bukan tukang gosip, kan? Kau ini terkenal anak pintar, pendiam dan tidak suka mencampuri urusan orang lain.”

“Masalahnya ini bukan gosip, tapi fakta yang harusnya diberitahukan ke para guru,.” Hiro masih bersikukuh pada pendirian. Namun tiba-tiba muncul ide yang tentu akan menguntungkannya. “Mau bernegosiasi?” tanyanya yang langsung membuat dua gadis di depannya mengangguk serempak.

“Bukan kau..” Telunjuk Hiro mengarah ke yume. “Dia saja. Karena dia yang menyebabkan kekacauan ini. Seandainya dia tidak mengikutimu sampai sini dan tidak bersikap sok peduli.”

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang