20. PERJUANGAN

45 23 26
                                    

“Kau yakin aku tidak boleh menginap lagi malam nanti?”

Yume mengerucutkan bibirnya. Menyulap wajahnya menjadi menggemaskan agar dua petugas itu luluh.

Pagi ini Yume harus segera angkat kaki dari sana.  Harapannya dengan membujuk kedua petugas itu, sepulang sekolah nanti ia bisa kembali menginap di kantor kepolisian. Tapi sayangnya kedua petugas itu tidak bisa memberinya tempat berteduh lagi.

“Tidak bisa, Nona. kami bisa kena sanksi kalau sampai atasan tahu. Semalam mungkin masih bisa ditoleransi. Tapi kalau berhari-hari... ”

Rekannya turut mengangguk. “Ya. Sebaiknya kau pergi ke rumah saudaramu saja. Di sana lebih aman.”

Bahu Yume melemas. Ia menyerah.  “Baiklah. Terima kasih sudah membantuku dan memberi tumpangan menginap semalam,” ucapnya sembari membungkuk sopan.

Yume melangkah lunglai menuju sekolahnya. Semangatnya meluap. Membayangkan hari-harinya di sekolah pasti terasa sepi tanpa Hiro. Saat melewati toko baju yang memiliki dinding kaca, Yume berhenti sejenak. Menatap pantulan dirinya yang tampak lusuh. Meski sudah menumpang cuci muka di kantor kepolisian tadi,  dan berganti seragam, wajahnya masih kusut. Terlihat kurang tidur 

Dan jelas, wajah banyak masalah.

Tatapan Yume menerawang kosong ke jalanan. Ia kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah. Mulai terlihat beberapa remaja berseragam yang juga mengarah ke tujuan yang sama.

“Hiro?”

Dari arah berlawanan mendekati gerbang sekolah, Yume melihat sesosok lelaki tampan yang berjalan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

“Hiro!” yume memanggil lagi.

Namun sepertinya Hiro tidak mendengar. Lelaki itu tetap berjalan tegap memasuki sekolah. Atau malah sebenarnya...ia pura-pura tidak mendengar suara Yume?

Tak menyerah, Yume berlari menghampiri Hiro sembari menarik tangannya. “Hiro!”

Tidak disangka, Hiro menepis kasar tangan Yume lalu bergeser menyingkir. “Enyah dari hadapanku!”

Seketika Yume mematung. Hatinya sakit dibentak seperti itu. Mungkin di hari-hari awal pertemuannya dengan Hiro, sebuah bentakan tidak berarti apa-apa. Tidak sampai melukai perasannya. Namun setelah apa yang mereka lewati bersama, kenapa rasanya jadi sangat menyakitkan? Melihat sikap Hiro yang kembali dingin dan kaku padanya.

“Kau membuat hidupku semakin kacau dan menderita. Jadi enyah dari hadapanku. Bahkan dari hidupku!”

Yume mundur dua langkah. Bukan... Bukan reaksi seperti ini yang ia inginkan.
Apa sikap Hiro berubah karena berada di bawah ancaman pamannya?

Kedua remaja itu menuju kelas yang sama. Namun Hiro melangkah cepat meninggalkan gadis itu di belakang begitu saja. Sementara Yume hanya bisa menatap punggung lelaki itu yang lama kelamaan menjauh dari pandangannya.

***

“Kau diminta menemui wali kelas sekarang.”

Salah satu teman Yume berteriak dari jendela kelas. Kepalanya saja terlihat hingga beberapa murid yang sedang tidur beristirahat di kelas sampai terkejut.

“Dan kau juga!” Ia menunjuk Hiro di bangku belakang. “Ya, kalian berdua. Cepatlah! Wali kelas hanya punya waktu di jam istirahat.”

Yume beringsut malas dari bangkunya. Sedangkan Hiro sudah lebih dulu melangkah cepat menuju ruang guru. Seolah tak ingin berdekatan dengan Yume sedetik pun!

“Permisi..”

Hiro masuk lebih dulu. Disusul Yume yang terlambat beberapa detik namun wali kelas masih menyambut keduanya dengan ramah.

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang