16. KENANGAN

58 22 32
                                    

Di ruang kecil yang menjadi saksi pertemuan dan perpisahan orang-orang itu, Yume duduk berhadapan dengan Sang Papa. Menyakitkan memang. Ia hanya diberi waktu beberapa menit saja bertemu Papanya. Keduanya dibatasi kaca tinggi yang terdapat lubang kecil di bawahnya.

“Kau baik-baik saja, kan, Nak?” Papa Yume menahan tangis. “Aku tahu kau pasti berpikir aku hanya berbasas-basi karena tentu keadaanmu tidak baik-baik saja.”

Yume menunduk menatap tangannya yang saling terkepal di atas meja. “Aku tidak punya banyak waktu, Papa. Tapi ada hal penting yang harus kutanyakan padamu.”

Papa Yume menatap lurus putrinya. “Ada apa?”

Setelah menarik napas dalam-dalam, Yume akhirnya mengungkapkan apa yang mengganjal di hatinya. “Apa Papa ingat kejadian belasan tahun silam? Kebakaran di gudang penyimpanan rokok?”

Deg

Papa Yume terlihat gelisah. Matanya bergulir ke arah lain, menghindari tatapan Yume.

“Tolong ceritakan padaku karena aku butuh penjelasan. Agar aku tahu mana yang benar dan mana yang berbohong. Karena aku merasa seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa.”

Sudut mata Yume melirik urat-urat tangan Papanya yang mengencang seolah menahan sesuatu. Setelah lama terkubur dalam kotak yang ia kunci rapat-rapat, kenangan pahit masa lalunya kembali terbuka. Dan orang yang sengaja membukanya adalah putrinya sendiri.

“Perisitiwa itu terjadi di saat kau berumur lima tahun. Papa belum memiliki bisnis yang besar dan hanya bekerja serabutan. Dan mungkin memang sudah garis takdirnya, aku bertemu dengan Taisei. Saat itu aku melihatnya merampok uang hasil penjualan salah satu pedagang ikan di pasar. Dia nyaris tertangkap tapi berkat bantuanku, dia berhasil sembunyi di tempat aman.”

Seketika Yume merasa dadanya sesak. Prolog yang baru disampaikan sang papa seolah hendak membenarkan apa yang diceritakan Hiro padanya.

“Lalu apa yang terjadi? Sekarang Paman Taisei ada di mana?” tanya Yume buru-buru. Takut jika waktu berkunjungnya habis sementara Dia belum mendapat kebenarannya.

“Sebentar Yume,” ucap Papa Yume mengambil jeda untuk menghela napas. “Setelah pertemuan itu, kami semakin dekat. Dia tahu aku juga jago beladiri dan pintar mengatur strategi. Kami akhirnya mendapat pekerjaan sampingan menjadi orang suruhan salah satu anggota gangster yang bermarkas di Shibuya.”

Mendengar kata gangster, Yume jadi ingat tato yang menghiasi punggung Hiro. Tapi bagaimana bisa tatonya menghilang begitu saja? Yume seketika mengembalikan fokusnya pada Sang Papa begitu mendengar pria itu bersuara lagi.

“Awalnya kami sepakat untuk tidak menerima perintah yang mengharuskan kami menindas orang-orang kecil. Seperti pungutan liar pada pedagang kios-kios kecil atau orang yang berhutang karena keluarganya ada yang tertimpa musibah sakit atau kecelakaan.”

Tatapan Papa Yume menerawang kosong. Ia dipaksa kembali mengingat kejadian yang membuatnya trauma bertahun-tahun. “Namun di tengah jalan, aku dan Taisei berbeda visi misi. Dia berubah menjadi pribadi yang serakah dan pemarah. Dia juga main perempuan padahal saat itu istrinya terbaring sakit.”

“Sampai suatu ketika...” Papa Yume menghembuskan napas berulang kali. Dadanya terasa sangat sesak. "Sampai suatu ketika, aku mendengar kabar bahwa Taisei ditugaskan menghabisi nyawa seorang petani tembakau. Pria itu bersembunyi di gudang rokok demi menghindari kejaran Taisei bersama beberapa anak buahnya. Aku mencoba menghentikannya. Meski agak terlambat dan pria itu sudah babak belur, paling tidak Taisei belum benar-benar menghabisinya.”

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang