22. KESELAMATAN

45 21 21
                                    

Jantung Yume seakan hendak meledak. Hiro yang berada di ruangan itu, tapi ia ikut merasakan nyawanya di ujung tanduk. Matilah kalau ketahuan.

"Nina?"

Kaget bukan main. Rupanya bukan hanya Hiro dan Pamannya saja yang berada di ruangan itu. Namun ada sosok lain yang berdiri di sudut ruangan.

Yume menempelkan headset yang tersambung dengan tab Hiro. Ia bahkan sampai memegangi telinganya agar suara yang ia tangkap terdengar lebih jelas.

"Oh, kau ke sini?" sambut Paman Hiro dengan wajah tak ramah begitu melihat keponakannya datang.

"Ya. Kau kemarin memintaku untuk membantu menyusun strategi pemasaran kantor cabang ini." Hiro menjawab dengan sangat tenang. "Mana yang harus kuperiksa?"

Situasi berjalan normal seperti biasa. Selama beberapa menit keheningan menyelimuti ruangan mewah itu. Hiro sibuk memeriksa kertas-kertas di pangkuannya. Sementara Pamannya asyik bermain ponsel. Nina yang masih berdiri di sudut ruangan berbicara jika ditanya oleh atasannya.

"Karena lokasi kantor ini dekat dengan sekolah dasar , kau bisa mengajukan diri menjadi supplier bahan utama makan siang mereka."Hiro menganalisa dengan teliti. "Ada Jill, di bagian marketing. Kau bisa memintanya menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan."

Paman Hiro merespon, "bagaimana kalau Nina?" tanyanya sembari tersenyum menggoda.

Nina memang sangat cantik. Tubuhnya tinggi dan badannya terjaga karena rajin berolahraga. Jelas siapa pun lelaki yang berada di dekatnya, pasti tergoda.

Kecuali Hiro.

Tatapan Hiro berubah waspada. "Dia masih baru di perusahaan ini. Jika kau hanya melihat penampilan dan looknya saja, dia cocok menjadi marketing untuk kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lain."

"Saranku kalau mau mengambil simpati guru-guru di sana dan juga muridnya, kau tunjuk Jill saja. Kepribadiannya ceria, mudah akrab dengan orang baru meski agak ceroboh," ucap Hiro panjang lebar menjelaskan tanpa berpikir.

Namun sedetik kemudian ia tersadar sudah menyebutkan ciri-ciri Yume. Ia menggaruk-garuk tengkuk. Bingung sendiri. Kenapa malah jadi kepikiran Yume?
"Baiklah aku setuju." Akhirnya Paman Hiro memutuskan menyetujui apa kata Hiro. "Kau memang perencana yang jenius, sama seperti mendiang Papamu."

Begitu mendengar Papanya disebut, tangan Hiro yang berada di bawah meja terkepal. Mati-matian ia menahan diri untuk tidak menonjok meja kaca di depannya.

Semakin lama semakin ia rasakan jika Sang Paman tidak benar-benar tulus menyayanginya sebagai keponakan. Namun ada sesuatu yang menguntungkan pada dirinya. Sehingga Sang Paman masih tetap bersedia merawatnya.

"Aku agak mengantuk." Hiro bangkit dari duduknya. "Di mana pantrynya? Aku ingin membuat kopi."

"Telepon saja bagian pantry." Paman Hiro meminta Nina mendekat.

"Tidak. Aku ingin berjalan sebentar agar lebih segar. Kau juga mau sesuatu?" tanya Hiro. Di dalam hati ia berharap pamannya tidak menolak. "Kopi juga? Atau teh hijau favoritmu?"

"Ah, pas sekali! Teh hijau buatanmu sangat enak. Aku mau secangkir."

Ujung bibir Hiro tertarik. Posisinya kini membelakangi sang paman. "Itu karena sejak masih kecil kau sudah menyuruhku ini itu. Termasuk membuat teh hijau setiap sore sepulang kau kerja. Kali ini tehnya akan jauh terasa lebih enak," ucap Hiro. Sengaja memelankan suaranya pada kalimat terakhir.

Melalui tab yang ada di pangkuannya, Yume melihat Hiro keluar dari ruangan mewah itu. Yume menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan demi mengusir rasa cemasnya. Ia sangat takut. Takut jika rencananya dan Hiro gagal. Taruhannya nyawa.

Beberapa menit berlalu. Yume masih menunggu dengan cemas. Awalnya ia mengira akan lebih tenang setelah melihat Hiro kembali ke ruangan itu. Namun ternyata rasa takutnya malah semakin menjadi. Yume kembali mengawasi pergerakan apa pun yang terjadi di ruangan itu melalui tab milik Hiro.

"Selagi masih hangat." Hiro meletakkan cangkir milik Pamannya ke meja.

"Tunggu sebentar."
Nina yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan tiba-tiba beringsut dari posisinya. Ia melangkah maju lalu berhenti sebentar di meja Paman Hiro. Setelah membisikkan sesuatu, gadis itu kembali melangkah ke arah...

Deg!

Tidak..Jangan...

Yume sangat panik saat menyadari Nina melangkah menuju tempat di dimana Hiro memasang kamera  pengintai itu. Tepatnya di atas rak tempat menyimpan tumpukan dokumen. Hiro sebenarnya sudah mempertimbangkan banyak hal dan menurutnya posisi itu sudah aman.

Entah bagaimana bisa Nina menemukannya?

"Kau tahu itu milik siapa?" tanya Paman Hiro.

"Tidak." Hiro menjawab singkat. "Seharian ini aku di sekolah. Dan kau bisa mengawasiku melalui kamera pengintai yang kau pasang di ranselku. Jadi mana mungkin aku sempat ke kantor ini?"

Goku Taniguchi mengusap-usap dagunya. Lalu senyum liciknya terulas. "Kalau begitu minumlah ini."

Pria itu menggeser cangkirnya. Menyodorkan minumannya pada Hiro. "Kalau tidak mau, aku akan semakin yakin jika kamera pengintai itu milikmu."

Deg!

Yume bangkit dari duduknya. Apa yang harus ia lakukan? Bulir-bulir keringat bercucuran dari pelipisnya. Bingung bercampur panik. Kepalanya sampai terasa panas. Ia ingin berlari menghampiri Hiro. Namun lelaki itu berpesan padanya untuk tetap berada di tempat persembunyian itu.
Apa pun yang terjadi. Sekali pun Hiro berada dalam bahaya.

Yume kembali berjongkok  memperhatikan tab milik Hiro sesaat setelah mendapati Goku Taniguchi beringsut dari kursi singgasananya.

"Bagaimana? Kau tidak mau?"

Hiro memegangi cangkir minuman Pamannya. Bersiap untuk meneguk isi di dalam cangkir itu.

"Hahaha. Hiro..Hiro. Kau pikir bisa mengelabuhiku?"

Tawa puas menggelegar di dalam ruangan itu. Paman Hiro melangkah menghampiri Nina lantas meminta gadis itu menunjukkan letak tempat kamera pengintai yang dipasang Hiro di ruangannya.

Dengan bantuan kursi, Paman Hiro bisa melihat jelas benda kecil yang tertempel di rak penyimpanan dokumen kantor. "Siapa di sana? Apa kau melihatku?"

Sengaja bertanya dengan suara yang dilucu-lucukan, Paman Hiro terdengar seperti penculik yang sedang mengiming-imingi sesuatu ke anak kecil.

"Kau tidak ingin bermain-main bersamaku di sini, Nak? Kemarilah. Temanmu sepertinya butuh pertolongan," tukas Paman Hiro. Tatapannya tertuju tepat ke kamera.

Yume nyaris melempar tab di pangkuannya. Wajah seram Paman Hiro memenuhi tab itu. Senyum sinisnya terbayang-bayang di kepala Yume.

"Ya Tuhan.. Bagaimana kalau Hiro benar-benar  meminumnya?"

***
Halo semua dapet salam dari Hiro!
ILY 3000 DOLLAR
TERIMAKASIH BUAT YANG UDAH BACA YUME NO KISEKI
💚💚💚

***Halo semua dapet salam dari Hiro! ILY 3000 DOLLARTERIMAKASIH BUAT YANG UDAH BACA YUME NO KISEKI💚💚💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang