2. PETUALANGAN

133 41 34
                                    

Beberapa saat setelah pesawat landing, para penumpang mulai meninggalkan tempat duduknya. Terkecuali dua gadis yang berada di kelas VIP. Keduanya tertinggal di dekat pintu berdiri di sana bersama seorang pramugari.

Alih-alih meminta maaf setelah menimbulkan kekacauan di dalam pesawat, Yume malah asik bercermin sambil memainkan alat-alat make-upnya. Sementara di sampingnya, Nina terus-terusan membungkuk meminta maaf mewakili Yume. Tak enak hati karena telah membuat penumpang lain tidak nyaman selama penerbangan tadi.

“Benar-benar perjalanan terburuk ku,” omel Nina dengan suara dingin. “Lagipula kau tahu kata itu darimana, sih? Sa.. Sa apa tadi? Sa..hul?”

Yume menarik kopernya tak acuh sambil melangkah keluar pesawat. “Dari temanku di tempat kursus bahasa. Dia berasal dari Indonesia. Dan setiap kali ada yang tertidur di kelas, dia selalu berteriak seperti itu. Hahaha. Ternyata benar-benar ampuh membangunkan seseorang, ya?”

Mau Yume tapi ini heran. Oh, kebalik. Mau heran tapi ini Yume. Sudah bertahun-tahun menjadi asisten Yume, bukan hal yang mengejutkan bagi Nina jika anak bosnya itu bertingkah aneh.

“Tapi kekacauan di pesawat tadi pasti akan sampai ke telinga Tuan Marukawa,.” Nina memperingati.

Yume menanggapi santai. “Papa tidak akan memarahiku. Percayalah, dia selalu berhasil menyelesaikan masalah tanpa harus meminta maaf. Bukannya Papa hebat?”

Respon yang sama. Setiap kali Nina menegurnya, Yume akan memamerkan kehebatan sang Papa yang memiliki banyak koneksi.

“Chotto matte, ne. Tunggu di sini.” Yume melepas pegangannya pada koper lantas berlari ke arah lain.

Aissh, dia mau berulah apalagi?
Karena tangan kanan kirinya sibuk menarik koper, Nina kesulitan mengejar Yume.

“Hei!”

Bruk!

Tubuh Yume terpelanting sesaat setelah ia menyentuh bahu seseorang. Yume tidak menyangka reaksi spontan dari lelaki cupu itu akan sampai menyakitinya.

“Auch, sakit, ya?”

Yume yang masih terduduk sampai mendongak. Rupanya kawan lelaki itu yang mengulurkan tangan padanya.

“Oh, kau yang di pesawat tadi, kan?” tanyanya ramah sambil menunjuk wajah Yume. “Wah, benar-benar gigih. Kau mengejar Hiro sampai sini karena ingin berkenalan, kan?”

“Hiro?” Yume mengulang nama itu dengan suara lirih. “Kau ini apa?” Mata Yume mengerjap-ngerjap. “Maksudku, kau siapa? Kenapa tiba-tiba aku merasa sedih tanpa sebab?”

Lelaki yang bersama Hiro maju selangkah. Menghalangi pandangan Yume yang tak berkedip terus menatap kawannya.

“Kalau aku, Kyohei.” Ia menjulurkan tangannya namun diabaikan Yume. “Kau..boleh kutahu namamu?”

Bukannya merespon Kyohei, fokus Yume kembali tertuju pada Hiro. Gadis itu bahkan sampai mendorong Kyohei agar menyingkir dari pandangannya.

“Apa setiap hari kau bermimpi buruk?” tanya Yume tiba-tiba yang menimbulkan reaksi berbeda dari Hiro setelah lama terdiam tanpa ekspresi.

Tatapan Hiro berubah waspada. Matanya mengerling penuh kebencian. Merasa tak nyaman karena sejak di pesawat tadi Yume terus mengganggunya.

“Yume-San!”

Terkejut melihat Yume bersama dua lelaki asing, Nina cepat-cepat menarik gadis itu menjauh dari keduanya.

“Kau baik-baik saja?” tanya Nina panik. “Kita hanya berdua. Tolong jangan jauh-jauh dariku. Tanganku, kakiku, dan mataku hanya dua. Bagaimana aku bisa terus menerus mengawasimu?”

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang