30. PERPISAHAN

58 19 18
                                    

"Kau yakin benar ini jalannya?" tanya Yume untuk kesekian kalinya.

"Jangan banyak bicara dan fokuslah mengemudi." Hiro melipat tangannya di depan dada. enggan berpegangan pada Yume.

Yume meliriknya melalui kaca spion. "Di depan ada tanjakan. Aku tidak bertanggung jawab kalau tiba-tiba kau hilang karena jatuh dari motor."

Ternyata Hiro punya cara lain. Ia berpegangan ke belakang, seperti gaya orang tua jika diajak berboncengan.

"Kau terlihat seperti kakek-kakek yang takut dibonceng cucunya," komentar Yume yang tidak ditanggapi Hiro.

Hawa sejuk dan pemandangan yang memanjakan mata mengiringi perjalan keduanya. Pohon-pohon berjejeran di tepi jalan. Sementara hamparan sawah yang rapi berada di balik pepohonan-pepohonan itu.

Rumah duka Chizukyai.
Berada di kaki gunung Honzu. Sangat jauh dari pusat kota.
Yume sudah hampir merengek merasakan pegal-pegal di tangannya, sebelum Hiro menyuruhnya untuk memarkir motor.

"Ah, ternyata di sini, ya?" Yume menatap bangunan berlantai dua dengan cat serba putih.

Ini kali pertama gadis itu berkunjung ke rumah duka. karena mendiang neneknya dan kerabatnya yang sudah tiada, dimakamkan di tanah pekuburan yang sama. Tidak disimpan di rumah duka.

"Naik ke lantai dua." Hiro berjalan mendahului Yume yang masih celingak-celinguk mengamati situasi di sekitarnya.

"Tapi kira-kira pria itu menyimpannya di mana?" tanya Yume mengikuti Hiro menaiki anak tangga.

"Mungkin ada di salah satu barang dekat tempat penyimpanan abu mendiang ibuku." Hiro menjelaskan lalu berhenti di depan salah satu kotak kaca di antara kotak-kotak kaca lainnya.

Yume berdiri di belakangnya. Di setiap kotak kaca terdapat barang-barang kecil yang tersimpan di sana. Biasanya barang-barang itu diletakkan oleh pihak kerabat yang berkunjung.

Setelah menunggu Hiro berdoa sejenak, Yume menghampiri lelaki itu. "Apa mungkin diselipkan di buket bunga kecil itu?"

Hiro membuka penutup kaca dari kotak penyimpanan abu mendiang ibunya. Pertama ia mengecek buket bunga kecil yang entah diletakkan oleh siapa. Karena setiap kali Hiro berkunjung ke sana, tak sekali pun ia membawa bunga untuk sang ibu. Ia tahu ibunya alergi dengan beberapa jenis bunga tertentu.

"Ada?" tanya Yume.

Hiro tak menjawab namun meletakkan kembali buket bunga itu seolah tak mendapat hasil apa pun.

"Kita saja tidak tahu barang bukti itu berupa apa. Bisa jadi foto, bisa jadi barang milik pelaku, atau mungkin flashdisk berisi rekaman kebakaran itu. Kalau tak ada petunjuk apa pun, pasti sulit menemukannya."

Yume ingin membantu namun tidak berani menyentuh barang-barang di dalam sana. Sembari menunggu Hiro, gadis itu berjalan keliling mengamati kotak-kotak kaca di sana. Penasaran dengan barang-barang apa saja yang tersimpan di kotak penyimpanan abu yang lain. Tetapi langkahnya terhenti saat tanpa sengaja ia melihat sesuatu yang mencurigakan dari jendela.

"Hiro! Hiro!" panggil Yume panik. "Cepat kemari!"

Hiro berpegangan pada kusen jendela. Di halaman depan ia mendapati Nina dan pamannya seperti sedang mendiskusikan sesuatu. keduanya berdiri di depan mobil yang dijaga ketat oleh dua anak buah pamannya. Nina memamerkan sebuah benda kecil pada pria itu dan langsung membuat Paman Hiro bertepuk tangan sembari tersenyum puas. Seolah sedang mengapresiasi kinerja anak buahnya itu.

"Jangan-jangan mereka.." Yume mengacungkan telunjuknya sembari berseru, "jangan-jangan flashdisk yang dipegang Nina.."

"Sial!" Hiro mengumpat.

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang