24. KEPANIKAN

58 19 47
                                    

Hiro menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha mengusir kantuk yang kian menyergap. Sesekali menekan dadanya yang mulai terasa sesak. Napasnya tersengal.

Sebenarnya Hiro tahu. Di dalam obat tidur itu, ada kandungan zat yang membuat alerginya kambuh. Tapi ia tak punya pilihan lain. Ia harus tetap meminumnya untuk meyakinkan sang paman jika dirinya tidak berkhianat.

"Yume! Yume!" panggil Hiro panik begitu tidak menemukan Yume di tempat semula.

Hiro melihat tabnya tergeletak di lantai. Tapi Yume tidak terlihat di mana pun. Bagaimana ini?

Apa ia tertangkap orang-orang suruhan paman?

Perasaan cemas memborbardir dadanya. Hiro berlari menyusuri satu demi satu ruangan. Seperti orang kehilangan akal, ia malah menanyai petugas yang melintas di depannya.

"Kau melihat gadis pendek yang rambutnya dikepang dua?"

Petugas itu menggeleng tak mengerti. Untungnya pria itu office boy yang tak begitu memahami permasalahan intern perusahaan. Dengan wajah polos ia meminta maaf pada Hiro kemudian beralih ke ruangan lain untuk melanjutkan pekerjaan.

"Kalau Yume tertangkap, pasti paman sudah  memanggilku."

Kesekian kalinya Hiro mengecek ponsel. Mencoba menghubungi Yume lagi. Sampai akhirnya ia mencoba mencari di luar gedung.

"Yume! Yume!"

Teriakan Hiro mulai melemah. Tubuhnya seperti sudah tidak bertenaga. Tapi ia bahkan tidak peduli jika tiba-tiba pingsan di sembarang tempat. Kini fokusnya terpusat pada Yume. Rasa khawatirnya pada gadis itu melebihi apa pun.

"Hiro.."

Bersamaan suara panggilan itu, seseorang menepuk pundaknya. Secara refleks Hiro berbalik  lantas memelintir tangan orang itu.

"Aduh..Aduh.. Ini aku, Kyohei." Si pemilik tangan merintih kesakitan. "Bersama Yume.."

Begitu mendengar nama gadis itu disebut, kewarasan Hiro kembali. Ia menjadi lebih tenang. Tatapannya kini tertuju pada Yume yang sedang bersembunyi di belakang Kyohei.

"Kau ke mana saja? Aku sudah bilang padamu untuk menungguku di tempat semula. Kenapa kau sangat bodoh dan ceroboh?"

Karena Yume meringkuk ketakutan di balik punggungnya, Kyohei berusaha menjelaskan, "dia bilang CCTV nya mati. Ia jadi tidak bisa mengawasimu dan melihatmu lagi. Yume khawatir sesuatu terjadi padamu."

"Dan sama sepertimu, ia juga mencarimu seperti orang yang kehilangan akal. Berlari ke sana kemari tak peduli bahaya mengancam dirinya sendiri." Kyohei bergeser sehingga Yume bisa bertatapan langsung dengan Hiro.

"Kalian berdua..." Kyohei kembali berbicara. "Kenapa tidak melibatkanku dalam rencana kalian? Paling tidak aku bisa membantu mengawasi."

"Aku tidak mau kau mendapat hukuman lagi . Setiap aku yang salah dan kau bersamaku, Paman sering melampiaskannya padamu."

Kyohei menghela napas panjang. Rasa saling ingin melindungi antara keduanya memang sangat kuat. Tak hanya seperti sepasang sahabat namun lebih dari saudara andung.

Suara ponsel Kyohei yang berdering membuat ketiga manusia itu menjadi waspada. Apalagi ketika si pemilik ponsel membaca nama yang muncul di ponselnya, wajahnya semakin tegang.

"Tuan Taniguchi." Kyohei memberitahu Yume dan Hiro.

Usai berbincang beberapa detik melalui telepon, Kyohei berpesan pada Yume dan Hiro, "aku kembali dulu ke ruang kerja. Ada masalah di bagian audit. Kalian pergilah. Kau perlu ke rumah sakit."

Yume No KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang