Rajendra pulang tengah malam dan benar-benar menyita semua mobil dan motor milik Varish. Si empunya terlihat santai dan tidak melakukan perdebatan dengan Sang Ayah.
Kemudian mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Rajendra biasanya akan tidur di kamar Varsha setelah si pemilik kamar kambuh. Namun tadi malam pengecualian. Ayahnya hanya mengecup keningnya dan berucap selamat malam.Dan pagi ini, suasana di ruang makan amat sangat hening. Hanya ada suara dentingan sendok beradu dengan piring.
Tidak ada obrolan ringan, atau sapaan hangat menanyakan kabar masing-masing."Hari ini ada jadwal dengan guru privatmu, Rajaa?" Duda 3 anak itu bertanya setelah selesai dengan sarapannya.
"Tidak. Ms. Gea izin tidak mengajar hari ini, beliau bilang ada acara penting yang tidak bisa diwakilkan." jawab Rajaa sopan. Sekasar-kasarnya sikap Rajaa pada orang lain, anak itu tetap hormat pada Sang Ayah.
"Kalau begitu, temani kakakmu check up hari ini."
Varsha menoleh ketika mendengar ucapan Sang Ayah. Semalam sebelum ia tidur Rajendra berjanji akan mengantar dan menemaninya check up rutin. Tapi baru saja Ayahnya itu tiba-tiba menyuruh Rajaa menemaninya.
"Baik Ayah." jawab Rajaa singkat. Ia terlalu malas berdebat dengan Sang Ayah pagi-pagi. Moodnya masih buruk usai memaki Varish.
"Maafkan Ayah Arsha, tapi Ayah harus menemui klien penting." Rajendra berucap pelan menatap lembut anak tengahnya, yang memberi anggukan tanda setuju.
"Bulan ini sudah yang keberapa, Ayah mengingkari janji Ayah sendiri?" sinis Varish.
Anak itu sedari tadi hanya mengaduk sup jagungnya tanpa niat menyuapkan ke mulutnya."Nara.." panggil Varsha pelan. Dia tidak mau kakak kembarnya kembali bertengkar dengan Ayah.
"Ayah bukannya mengingkari janji. Ada hal mendesak yang harus Ayah selesaikan." tangan Rajendra terlihat mengepal di samping piring kosong bekas sarapannya.
Varish berhenti memainkan sendoknya dan menatap tanpa takut pada Sang Ayah.
"Hal mendesak apa yang kiranya lebih penting daripada mengetahui bagaimana kondisi anakmu yang sakit ini?""Nara, sudahlah.. Tidak ada bedanya ditemani Ayah atau Rajaa. Aku akan tetap pergi ke rumah sakit." Varsha kembali mencoba menenangkan Varish.
"VARISH! Jangan kekanakan, Ayah keluar tidak untuk bermain atau hanya keluyuran sepertimu. Ada banyak urusan penting yang harus diselesaikan.!" Nada Rajendra meninggi mendengar sindirian-sindiran yang terus Varish ucapkan.
"Coba jelaskan! Apa yang lebih penting dari urusan anak-anakmu tuan Rajendra?" tantang Varish.
Sebelum Rajendra siap untuk meneriakinya, Varish kembali berucap.
"Apakah Ayah tahu hasil laporan kesehatan Varsha bulan lalu? Apa Ayah mengingat turnamen boxing Rajaa minggu depan? Tidak kan! Oh jangan hiraukan aku. Aku sangat tidak berharap Ayah akan datang dan melihat bagaimana aku balapan di arena. JADI APA YANG LEBIH PENTING DARI ITU SEMUA!!"
PYAAAAR...
Rajendra sudah sangat siap untuk melayangkan sendok bahkan piring yang jika tepat sasaran akan mengenai kepala Varish.
Namun sebelum semua itu terjadi, Rajaa membanting piringnya ke lantai terlebih dahulu."Rajaa antar ke kamar, Kak Asa." ucapnya dingin, menghampiri Varsha yang terdiam melihat Ayah dan kakaknya siap untuk saling bunuh.
Tanpa penolakan, Varsha menerima uluran tangan Rajaa dan berjalan perlahan kembali ke kamarnya. Masa bodoh dengan sarapannya yang masih tersisa. Tubuhnya terasa lelah dan kepalanya pusing hanya dengan mendengar suara nyaring Ayah dan kakaknya.