Setelah Ayah dan Papa keluar dari kamar rawatku, aku masih menatap pintu yang tertutup itu. Masih belum percaya dengan apa yang kulihat kali ini. Ayah? Ayah ada disampingku bahkan menyapa dengan lembut saat aku membuka mataku, benarkah Ayah ada di Rumah sakit? Aku merasa seperti berhalusinasi, namun lagi-lagi suara Ayah menyadarkanku bahwa semua ini nyata.
Bukan karna alasan apa, bahkan untuk mengecek hasil check up rutinku saja Ayah tidak sempat. Sedangkan kali ini jelas-jelas Ayah menungguku siuman. Dan lagi tatapannya!, sungguh aku baru pertama kali melihat tatapan Ayah seperti itu padaku. Dan juga suaranya saat berbicara padaku sangat berbeda dengan biasanya.
Memang Ayah tidak sering membentak atau memarahiku seperti Varish dan Rajaa tapi kali ini jauh lebih lembut?Ah..ngomong-ngomong soal Varish dan Rajaa, apakah mereka membenciku sekarang? Walaupun mereka jarang berselisih paham denganku, aku tahu sifat mereka. Rajaa akan benar-benar menjauhi orang yang membuatnya kesal.
Dan Varish, bahkan ada banyak alasan baginya untuk membenciku. Aku tahu selama ini dia selalu berusaha menekan egonya untukku. Walaupun terlihat cuek, aku tahu Varish selalu memantau semua aktifitasku. Bahkan Varish selalu meminta hasil check upku setiap bulannya. Dia hanya akan diam saat membaca semua tulisan yang ada disana, yang bahkan aku sendiri tidak paham lalu menyerahkan kembali map putih berlogo rumah sakit Garson tanpa komentar."Haaah...baru sehari sudah kangen ternyata."
"Kangen pacarmu ya."
Aku menoleh dan menemukan dokter Danu berdiri bersedekap di depan pintu.
"Bisa tidak ketuk pintu sebelum masuk?"
dokter Danu hanya tersenyum,
"Jadi siapa yang kau rindukan? perempuan mana yang menjadi kekasih pria tampan di depanku ini?" godanyaAku berusaha membuat ekspresi marah namun sepertinya gagal, karna dokter Danu malahan mencolek pelan hidungku yang masih berhiaskan nassal.
"Siap untuk kemo pertamamu, jagoan?"
Aku menghela nafas, mengalihkan pandanganku dari dokter Danu.
"Tidak ada pilihan yang lain kan? Aku juga tidak bisa kabur lagi.""Kau bisa lanjutkan tidurmu nanti, atau melakukan hal lain agar tidak bosan. Kemoterapi akan memakan waktu 6-7 jam. Kita lihat hasil pemeriksaanmu dulu baru kita tentukan dosis yang tepat."
Berpura-pura tidak mendengar kalimat dokter Danu adalah caraku untuk mengurangi rasa takut. Aku takut. Bagaimana jika apa yang kulakukan ini sia-sia?
"Arsha...
...Arshaaa." panggil dokter Danu
Ternyata aku melamun,
"Iya om?"Lagi-lagi dokter Danu tersenyum. Tapi aku tahu senyumannya itu terpaksa. dokter Danu hanya sedang menghiburku, terima kasih atas usahanya om.
"Ingin ditemani Aya-
"Tidak. Ayah tidak boleh tahu!"
dokter Danu terlihat bingung,
"Tapi Ars-"Aku bisa melewatinya sendiri!"
"Om bisa menemanimu, tapi setelah Om selesai mengecek pasien lain."
Aku menggeleng, masih berusaha untuk menolak semua tawaran. Salahkan saja kekeras kepalaanku.
"Arsha, kamu akan bosan menunggu waktu kemo selesai."
"Aku bisa tidur."
"Bagaimana jika kau membutuhkan sesuatu?"
"KENAPA SIH, AKU HANYA INGIN SENDIRI!"
dokter Danu terlihat sedikit kaget mendengar teriakanku. Tapi jujur, aku juga kaget.
"Maaf"