was was

989 109 10
                                    

"Vic..."

Vicenzo melepas masker dan steril cap dari kepalanya. Menghembuskan nafas lelah sebelum melanjutkan langkahnya menuju seseorang yang baru saja memanggilnya.

"Vicenzo.."

"Aku dan team sudah melakukan apapun yang bisa kami lakukan dengan baik. Aku hanya bisa mengatakan operasinya berjalan lancar."

"Bb..bolehkah..aku menemui anakku?"

Vicenzo menatap sendu kedua mata lawan bicaranya itu. Terlihat raut muka Sang sahabat begitu sayu, cekungan dibawah matanya sudah lebih dari cukup untuk menyimpulkan bahwa hidupnya kacau.
"Varsha masih dalam pengawasan ketat dokter, aku janji akan selalu mengabarimu."

Rajendra mengusap wajahnya kasar. Mundur beberapa langkah hingga punggung lebarnya menemukan dinding dan tubuh lelahnya merosot perlahan.

Vicenzo memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat Sang sahabat begitu terpukul dengan keadaannya sekarang. Tak berapa lama terdengar lirih isak tangis, kepala keluarga Wijaya itu memeluk erat kedua kakinya dan menangis tergugu.

Lorong ruang operasi begitu sepi, sunyi dan dingin. Hanya ada Vicenzo dan Rajendra disana.

"Pulanglah sebentar."

Hening,

Rajendra menengadah dan menatap dinding kosong didepannya,
"Untuk apa? Anakku ada disini."

Vicenzo menghela nafas, ia sudah tahu jawaban Rajendra,
"Masih ada anak-anakmu yang lain dirumah. Rajaa juga akan segera keluar dari Rumah sakit. Temani mereka"

"Lalu Arsha?"

Sedikit jengkel,
"Ada aku disini, Rajendra! Diam disini pun tidak akan mengubah apapun. Kau tetap tidak bisa menemui Varsha."

Rajendra menoleh,
"Kau tidak pulang?"

"Pekerjaanku masih banyak jad-

"Kau sedang melarikan diri ya? Kau sendiri tidak sanggup untuk pulang ke rumah, mengapa menyuruhku pulang?"

Vicenzo terdiam. Dia tahu maksud ucapan Rajendra. Jujur, ia sendiripun tidak tahu, apakah ia benar-benar sibuk dengan pekerjaan atau mencoba memaksakan diri untuk bekerja lebih lama. Menghindari 'pulang kerumah' seperti yang dikatakan Rajendra.

"Kau mulai melantur."

"Kau bilang sudah ikhlas dengan kepergian Deon. Lantas mengapa masih mencoba melarikan diri dari kenyataan?"

"Kenyataan apa maksudmu?"

"Kenyataan bahwa kau tidak akan menemukan presensi Deon saat pulang ke rumah."

Vicenzo benar-benar tidak punya jawaban untuk membalas ucapan Rajendra. Pun dirinya tidak marah, apa yang dikatakan sahabatnya itu tidak salah.

"Sudahlah, kau pulang saja. Aku akan kembali ke dalam. Aku janji akan menjaga Varsha untukmu."

Vicenzo tidak menunggu jawaban Rajendra, ia segera berbalik dan kembali masuk ke ruangan tempat ia keluar tadi.
Pintu menutup dengan sempurna, tidak ada celah bagi Rajendra untuk melihat presensi Sang anak tengah.

"Arsha..kenapa begini? beberapa waktu yg lalu kita masih bisa bercanda...

..kenapa Arsha kembali ke ruangan yang dingin itu lagi nak.., bahkan Ayah tidak bisa melihatmu sekarang." gumam Rajendra masih menatap pintu yang tertutup di depannya

"Bertahanlah jagoan.." ucap Rajendra lirih

######

Gaffandi berjalan mondar mandir di depan pintu penanganan pasien. Perasaannya kalut dan gelisah. Bagaimana tidak, di depan mata sendiri bahkan di pangkuannya, Varish meraung kesakitan dan berakhir pingsan. Belum pernah ia melihat putra atasannya itu kesakitan hebat.

You canTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang