• Rajaa Neree •

1.2K 134 10
                                    

Kupandangi wajah tampan kakak keduaku yang tertidur. Lelap sekali, terlihat damai, namun jujur aku takut jika kedua mata indah itu tidak mau terbuka lagi.
Aku masuk kamar Kak Asa pelan, menunggu ia selesai meminum obat rutinnya. Kata Kak Varish, efek obatnya sangat cepat membuat Kak Asa tertidur.

Dan ya, ketika aku masuk kamarnya ia terlihat sudah sangat mengantuk.
Aku yakin kakakku tidak sadar siapa yang datang.

Aku merebahkan tubuhku disamping Kak Asa, memandang sekilas hiasan bintang di atasku, bahkan aku sampai lupa kapan terakhir kali melihat hiasan favoritku itu.

Menggeser sedikit badanku hingga aku menghadap kakak keduaku. Ingin rasanya memeluk Kak Asa tapi aku takut membangunkannya, meskipun aku tahu ia tidak akan terusik.

"Kurus sekali." gumamku pelan

Beanie hitam menghiasi kepala Kak Asa. Lagi, Kak Varish memberitahuku bahwa kemarin Kak Asa meminta Ayah untuk memangkas habis rambutnya.

Banyak sekali hal yang baru kusadari berubah dari kakak keduaku. Itu pun jika kakak pertamaku tidak mengumpat dan memakiku sebelumnya, aku yakin masih tetap acuh.

Jujur, sudah lama hatiku ingin kembali menjadi Rajaa yang sebelumnya. Namun lagi-lagi, egoku menang. Menjadi Rajaa yang sekarang bukanlah hal yang kuinginkan. Terasa hampa, tanpa arah, dan lebih hancur.
Dan bodohnya aku selalu menyalahkan Kak Asa untuk sesuatu yang terjadi. Semua adalah salahnya.

Bahkan aku berkali-kali menyumpahinya mati. Durhaka sekali.

.
.
.
.
.
.

"Daripada menangis di pojok kamarmu, keluarlah dan temui kakakmu."

"Aku tidak menangis."

Aku melihat Kak Varsih berdecak pelan, ia masih bersandar di pintu kamarku.

"Ayolah.. kau bukan aku. Kau tidak lelah berpura-pura menjadi anak nakal, Ha?"

"Kau tidak tahu apa-apa."

"Aku kakakmu brengsek! Kau ti-

"Kakak katamu! Kau bahkan tidak pernah bersikap layaknya seorang kakak!"

Kak Varish berjalan mendekatiku. Berheti di ujung tempat tidur dan duduk.

"Dengar. Aku tidak suka berbasa-basi. Aku tahu kau sudah tahu kondisi Varsha sekarang. Dan kau akan tetap berpura-pura mengacuhkannya?"

Aku diam, entahlah aku tidak punya jawaban utnuk pertanyaan itu

"Jawab aku bodoh!"

"Aku tidak tahu!"

Hening menyelimuti kamarku.

"Jika kau masih marah tentang turnamenmu kemarin, itu bukan salah Varsha. Kau-

"Dia merusak hari bahagiaku!"

"Kau pikir dia sengaja, Ha! Kau pikir dia mau kesakitan! Jangan bodoh. Kau boleh marah, tapi bukan pada Varsha!"

"Siapa! Ini semua memang ulahnya. Aku harus puas naik ke podium juara ditemani Bang Arsen dan Bang Ivan! Kau juga menghilang!"

"Itu! Kau harusnya marah padaku yang jelas-jelas datang ke turnamenmu tapi malah pergi sebelum melihatmu mengangkat tropimu.!"

"Dia juga merebut perhatian Ayah! Harusnya ada Ayah disampingku saat aku menerima tropi dan sabuk emas! DAN DIA LAGI-LAGI MENGHANCURKAN HARAPANKU! Lagi pula untuk apa dia datang ke turnamen, merepotkan."

You canTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang