Sendu

994 124 12
                                    

Varish duduk termenung di cafetaria rumah sakit. Alexandro sudah pergi beberapa menit yang lalu, kepala keluarga Mikolas itu berpamitan karna alasan ada pekerjaan. Sedangkan Varish masih betah diam seribu bahasa di tempatnya. Sedari awal tidak ada kata yang ia ucapkan, hanya sesekali mendengarkan pria tua yang dipanggil Daddy itu mengomentari orang yang lalu lalang.

"Varish?" panggil seseorang

yang dipanggil pun menoleh, mendapati Arsenio berdiri tak jauh dari tempat duduknya.
"Bang Arsen, kenapa ada disini?"

Arsenio mengikis jarak mereka dan duduk di hadapan Varish, meletakkan segelas kecil kopi yang masih mengepul.
"Bang Deon masuk rumah sakit."

Varish mengangguk mengerti, beberapa waktu ini memang kondisi putra sulung Garson itu memburuk.
"Sampaikan salamku untuk Bang Deon. Cepat sembuh."

"Percuma." jawab Arsenio singkat

Varish menatap lawan bicaranya tak mengerti,
"Apa maksudnya?"

Arsenio menyesap sedikit minumannya,
"Kau sendiri kenapa ada disini? Arsha kambuh?"

Varish menggeleng,
"Tidak. Anak itu semakin sehat hari demi hari."

"Lalu?"

Varish menoleh ketika ada keributan kecil antar pengunjung di kasir cafetaria,
"Rajaa kecelakaan."

"Oh.." ucap Arsenio singkat

"Bang Deon berada di ruang mana? Aku akan mampir sebentar sebelum pulang."

"Kau tidak bisa melihatnya."

Varish dibuat bingung dengan Arsenio. Sikapnya sangat datar dari biasanya,
"Kenapa?"

"Bang Deon masih betah di ICU"

"Bang.." Varish tidak melanjutkan kalimatnya, cukup kaget mendengar jawaban Arsenio.

Mengangguk sekilas, Arsenio kembali menyesap kopinya yang semakin mendingin.
"Papa, Mama, dan Ivander juga ada disini. Kau bisa bertemu dengan mereka, tapi tidak dengan Bang Deon."

Varish menatap sendu pemuda di depannya.

"Oh, sebagai catatan jika ingin bertemu dengan Mama. Hmm.. tidak usah sih kalau menurutku, bagaimana menjelaskannya.. hmm.."

"Aku paham, Bang." jawab Varish pelan

"Baiklah..aku akan kembali ke ICU. Aku berjanji tidak akan lama pergi pada Ivander, kau masih ingin disini?"

Varish mengangguk sekilas.

Arsenio beranjak,
"Sampaikan salamku untuk Rajaa, semoga cepat sembuh."

"Akan aku sampaikan." jawab Varish

Dan Arsenio meninggalkan sulung Wijaya di tempatnya. Mengusap wajahnya kasar, Varish mengeluarkan ponsel dari saku celanannya.

Melihat notifikasi, Varsha beberapa kali menelponnya. Ponselnya dalam mode silent, jadi Varish tidak tahu jika sang kembaran menghubunginya, dan ditambah bagaimana paniknya dia dan Sang Ayah mendapat kabar bahwa Rajaa mengalami kecelakaan tadi membuat Varish mengabaikan keberadaan ponselnya sendiri.

"Telpon tidak ya, kata Ayah sebaiknya Varsha tidak tahu." gumam Varish

Beberapa menit Varish habiskan untuk menimang apakah ia akan menghubungi Varsha atau tidak. Beranjak dari duduknya dan menyimpan kembali ponsel ke saku celananya, Varish memutuskan untuk melihat keadaan adiknya sebelum pulang.

"Pulang saja, aku bisa sendiri"

Pintu terbuka pelan dan dengan jelas Varish bisa mendengar suara Rajaa yang mengobrol dengan Ayahnya.

"Tidak, Ayah akan menemanimu disini." ucap Rajendra

Varish berjalan mendekati keduanya, Rajaa melihat sekilas kehadiran kakaknya itu.

"Ada kak Varish disini, Ayah pulang saja."

Rajendra menoleh, baru menyadari jika putra sulungnya masuk.

"Hmm..aku hanya mampir sebentar lalu pulang. Kau terlihat baik-baik saja." ucap Varish

Rajaa merotasikan kedua matanya,
"Ayah dengar kan, aku sehat, tidak akan terjadi apa-apa. Lagi pula hanya kakiku yang luka."

"Itu bukan luka kecil, Rajaa." balas Rajendra

"Ada banyak dokter disini, aku lebih aman."

"Jadi maksudmu di rumah tidak aman?" tanya Rajendra sedikit kesal

"Bukan begitu, Ayah...pulang saja oke. Bawa pulang koper Ayah itu, Varsha pasti kebingungan sekarang."

"Panggil kakakmu dengan sopan, Rajaa."

"iya iya... Kak Varsha." Rajaa sengaja menekankan nama kakak tengahnya

"Ta-...

Ponsel Rajendra berbunyi, memotong kalimatnya sendiri.

"Pak Asep?" gumamnya

Varish dan Rajaa penasaran mendengar nama security rumah mereka menelpon Sang Ayah. Tidak biasanya.

"Ada apa?" tanya Rajendra tanpa basa basi

"APAAAA! JANGAN MAIN-MAIN! SEKARANG DIMANA VARSHA!" Rajendra berteriak tiba-tiba

Mendengar nama Sang kembaran disebut, spontan Varish meraba dadanya sendiri. Rajaa tidak terlewat melihat gelagat kakaknya. Tanpa anak itu sadar, tangan kirinya yang terbebas dari infus meremat selimutnya kuat.

"TUNGGU DISITU, AKU AKAN SEGERA MENYUSUL."
Rajendra berlari keluar dari kamar inap Rajaa tergesa.
Membuka dan menutup pintu dengan kasar dan tidak lagi menghiraukan kedua anaknya di dalam.

"Kak.." panggil Rajaa pelan

Varish masih belum menjawab. Tangannya sibuk meraba dan menekan dadanya sendiri,
"Aku tidak merasakan apa-apa"

"Sebaiknya Kak Varish menyusul Ayah. Aku....

...khawatir." ucap Rajaa terjeda

Varish menatap adiknya,
"Tapi aku tidak merasakan apa-apa." ulangnya

"Ayah tidak akan sepanik itu jika Kak Asa baik-baik saja."

Varish melirik pintu yang tertutup sejenak, lalu kembali menatap adiknya yang duduk bersandar di ranjang pasiennya.

"Aku tidak apa-apa, kak. Pergilah."
mengetahui jika Sang kakak bimbang, Rajaa berucap tegas.

"Aku akan kembali kesini sebentar lagi." jawab Varish.

Rajaa mengangguk sekilas, dan Varish langsung melesat menyusul Ayahnya yang entah dimana sekarang.

Rajaa menatap kepergian Varish lebih lama, melihat bagaimana pintu kamar rawatnya terbanting beberapa kali. Lalu menyamankan posisi duduknya dan menatap kosong langit-langit kamar.

"Tidak apa-apa.. Aku yakin tidak apa-apa." gumamnya pada diri sendiri

"Lebih baik aku tidur saja, sebelum obat pereda sakit ini habis."

Tak berapa lama Rajaa tertidur. Efek obat dan tubuhnya yang masih terasa nyeri mengharuskannya beristirahat lebih banyak.
Mencoba tidak berpikiran buruk, walaupun hatinya merasa resah.

*********************************************

*********************************************

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You canTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang