Akan selalu ada 2 pendapat paten di dunia ini tentang bagaimana orang menjalani harinya. Yang merasa hari terlalu cepat silih berganti, dan lainnya yang merasa matahari sangat lambat bersembunyi di balik singgahsananya.
"Arsha..."
Pemuda itu menengok kala namanya dipanggil,
"Ayah..""Kenapa duduk disini? Sedang melamun apa?" Rajendra duduk di samping Sang anak tengah
Varsha kembali menerawang melihat kelip lampu taman rumahnya yang redup di hadapannya,
"Hanya ingin saja. Dan Arsha tidak melamun.""Diluar sini dingin, Sha..-
"Arsha tahu. Maka dari itu Kak Nia memakaikan jaket tebal ini." memotong kalimat Sang Ayah dan mengendikan bahunya santai.
Rajendra diam dan tidak berkata apapun lagi. Mood Varsha selalu naik turun tanpa peringatan. Dan Ayah 3 anak itu masih belum menemukan cara preventif jika sewaktu-waktu mood Varsha berubah, yang bisa Rajendra lakukan hanya tindakan setelah kejadian apapun itu terjadi.
"Ayah..." panggil Varsha
Rajendra hanya berdehem menjawab panggilan anaknya.
"Menurut Ayah, 5 bulan ini sangat cepat atau lambat berlalu?"
Rajendra tidak langsung menjawab, duda tampan itu memutar otaknya cepat mencoba mencari titik tuju pertanyaan anaknya.
"Bagi Ayah, cepat."Varsha mengangguk sekilas,
"Bagi Arsha, kenapa hari begitu lambat berganti ya, Yah."Rajendra memutar tubuhnya dan memberikan perhatian penuhnya pada Varsha,
"Kenapa begitu?""Tidak tahu."
"Maksudnya?" tanya Rajendra bingung
Varsha menatap wajah Ayahnya tak kalah bingung, "Ayah bertanya sesuatu?"
Satu pukulan tak kasat mata kembali menghantam dada Rajendra, sakit sekali rasanya.
"Tidak apa-apa. Ayah hanya bertanya sampai kapan Arsha ingin duduk diluar." senyum palsu"Hmm..Arsha sedikit mengantuk, Ayah bisa membantuku kembali ke kamar?"
"Tentu saja,"
Tanpa kata lagi, Rajendra beranjak dari duduknya dan memutar kursi roda Varsha masuk ke dalam rumah. Ketika melewati pantry, ia melihat 2 cangkir cokelat panas dengan asap yang masih mengepul tanda baru saja minuman itu diseduh. Tak berkomentar apapun Rajendra mendorong kursi roda Varsha langsung ke kamarnya.
Tidak ada kata terlontar baik dari Varsha maupun Rajendra. Pemuda tampan yang kini harus bergantung penuh dengan kursi roda itu hanya diam saat Sang Ayah membantunya untuk berbaring.
"Ayah keluar ya, selamat malam Arsha"
Varsha hanya mengangguk, matanya sudah terpejam saat Ayahnya berkata dan menutup pintu kamarnya.
Rajendra menghembuskan nafasnya kasar setelah menutup pintu kamar Varsha. Berjalan ke dapur dan duduk di kursi mini bar pantry, mengambil secangkir cokelat panas dan menyesapnya sedikit.
"Ingin mengobrol dengan Ayah, Varish?" tanya Rajendra setelah meletakkan minumannya. Suaranya sedikit keras entah siapa.
Krriiiit...
Sebuah pintu yang berada di samping tempat duduk Rajendra berbunyi dan terbuka lebih lebar. Sulung Wijaya keluar dari tempat persembunyiannya.
Rajendra menengok dan tersenyum simpul,
"Mengulangi permainan masa kecil, Varish?"Varish tidak bereaksi apapun mendengar candaan Ayahnya. Mengambil tempat disamping Sang Ayah dan memainkan pinggiran cangkir.
Rajendra menerawang, "Dulu, kau dan Varsha suka sekali bersembunyi di lemari dapur itu. Lalu Rajaa akan selalu menangis ketika tidak menemukan kakak-kakaknya."