Setelah menjemput Varsha dari rumah sakit dan memastikan anak itu istirahat di kamarnya, Rajendra mengunci dirinya sendiri di ruang kerja. Duda 3 anak itu hanya berjalan mondar mandir di depan meja kerjanya. Pikirannya kacau namun sebisa mungkin Rajendra mencoba bersikap biasa saja.
Pagi tadi seperti biasa sekertaris pribadinya mengantarkan surat" penting yang harus dibaca dan laporan yang harus ia tanda-tangani. Dan dengan sengaja Gaffandi meletakkan satu amplop putih dengan logo sebuah universitas di tumpukan paling atas.
Universitas tempat anak kembarnya menempuh pendidikan. Rajendra tentu sedikit kaget. Selama ini Varish maupun Varsha tidak pernah membuat ulah di kampus.
Dan ketika ia membuka selembar surat yang ada di dalam amplop itu, betapa kagetnya Duda tampan bermarga Wijaya itu.Surat resmi perihal pengunduran diri dari mahasiswa atas nama
Varsha Nava Putra Wijaya
dari seluruh aktifitas akademis maupun non akademis di universitas.Putra keduanya memutuskan berhenti dari bangku kuliah tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuannya. Rajendra tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tidak mungkin untuk menanyakan alasannya pada Varsha sekarang. Anak itu sudah terlalu lelah dengan serangkaian pemeriksaannya dan Kemoterapi.
Menanyakannya pada saudara kembar Varsha juga tidak mungkin. Sudah seminggu lebih Rajendra tidak melihat presensi sulungnya itu di rumah. Rajaa? tidak mungkin anak itu tahu.
TOOK TTOKK..
Kegiatan Rajendra mondar-mandir terhenti saat pintu ruang kerjanya di ketuk. Ia berjalan mendekati pintu dan membuka kuncinya.
"Rajaa..ada apa?" tanya Rajendra setelah membuka pintu dan menemukan bungsunya berdiri di depannya
"Itu...hmmm.. Apa Ayah punya waktu?" tanya Rajaa ragu
"Waktu? Memangnya kenapa? Untuk Rajaa, Ayah janji akan selalu punya waktu." jawab Rajendra lembut
Rajaa tersenyum mendengar jawaban Ayahnya,
"Bisakah Ayah datang menyaksikan turnamen boxingku?""Woow..sebentar..apa kita sedang berbicara tentang turnamen nasional itu?"
Rajendra merangkul pundak Bungsunya untuk masuk dan duduk di ruang kerjanya.
"Wah, sebentar lagi Ayah akan kalah tinggi darimu."Rajaa hanya tertawa pelan mendengar celetukan Ayahnya. Masih ada rasa canggung antara dia dan Sang Ayah.
"Jadi... Rajaa mendaftar turnamen nasional itu?" Rajendra melempar pertanyaan setelah keduanya duduk di sofa.
Rajaa mengangguk,
"2 minggu yang lalu babak penyisihannya dan Rajaa lolos, Yah.""2 minggu yang lalu? kenapa tidak bilang Ayah?"
"Tidak ada yang spesial di babak penyisihan. Lagipula Ayah sedang diluar kota saat itu."
Rajendra mencoba mengingat jadwalnya minggu-minggu yang lalu, memang benar ia sedikit kewalahan dengan pekerjaannya.
"Maafkan Ayah ya."Rajaa menggeleng cepat,
"Tidak apa. Masih ada Bang Kean yang menemani. Tapi kali ini Ayah bisa datang kan?""Tentu saja. Ayah akan membatalkan semua jadwal Ayah dan menonton pertandinganmu."
"Benarkah?" tanya Rajaa singkat
Rajendra sedikit bingung dengan ekspresi Rajaa. Terlihat ada keraguan dan ketidakpercayaan disana.
"Tentu saja. Memang kapan turnamenmu?""4 Hari lagi."
"Tentu saja Ayah akan men-
Kalimat Rajendra terhenti saat ia sadar hari apa turnamen Rajaa berlangsung.