Untuk Jiel • 07

669 66 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Setelah cukup lama Jiel tidak berangkat sekolah karena alasan kesehatannya, kini remaja manis berusia 15 tahun itu kembali menapaki kaki di sekolahnya. Tadi ia diantar oleh Naren dan juga lima remaja lainnya. Awalnya ia sudah menolak, namun apa daya ketika mereka sudah memaksa. Apalagi mengancam akan membuang gantungan kunci Anna satu-satunya milik Jiel.

Jahat sekali. Begitu pikirnya. Padahal mereka hanya bercanda. Mereka tidak setega itu untuk membuat adiknya menangis.

"JIEL!" pekik Ghina antusias saat melihat Jiel memasuki ruang kelasnya. Gadis itu menghampiri Jiel dengan semangat.

"Aduh Ghina, berisik deh!" protes Jiel cemberut.

"Udah sarapan?" Jiel mengangguk antusias.

"Tadi Jiel sarapan pake nasi goreng, terus dikasih nugget juga. Habis itu Jiel minum susu coklat. Enak! Jiel baru ngerasain makanan seenak itu," ceritanya antusias.

Senyum Ghina luntur. Ia meneliti wajah Jiel yang memang sedikit berisi. Tidak mungkin kan, kalau orang tuanya yang memperlakukan Jiel seperti ini?

Ghina menarik Jiel untuk duduk di bangkunya. Ia memutar bahu Jiel, membuat dua pasang mata itu saling tatap. Yang satu menatap dengan menyelidik, satu lagi dengan tatapan bingung.

"Ghina kenapa?"

"Lo tinggal dimana sekarang? Gak mungkin lo masih tinggal di neraka itu,"

"Jiel tinggal sama abang Naren. Abang Naren punya ibu yang baik banget sama Jiel. Jiel selalu disuapin kalo makan. Jiel sering dipeluk sama Mama Ara,"

"Mama Ara?" tanya Ghina heran.

Jiel mengangguk antusias, "Mama Ara itu, mamanya abang Naren. Mama Ara baik banget,"

Ghina tersenyum lega. Ia senang jika Jiel diperhatikan disana. Diperlakukan layaknya manusia sesungguhnya.

"Lo pasti punya nomernya mereka kan?" Jiel mengangguk ragu.

"Memang kenapa?"

"Bilang ke semua abang lo itu, gue mau ketemu sama mereka,"

Dahi Jiel berkerut bingung. Ia tak berani bertanya lebih lanjut.

"Memangnya Ghina mau ketemu dimana? Nanti Jiel kasih tau ke abang,"

"Cafe Dream,"

🐹🐹🐹

SMA Culture-Zen, sekolah menengah atas berbasis internasional. Tentunya siswa-siswinya pun juga tidak hanya berasal dari Indonesia, dan rata-rata mereka adalah anak dari orang berada. Namun, di sekolah tersebut, mereka lebih menghargai dan menghormati siswa yang masuk dengan beasiswa.

Untuk JielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang