Untuk Jiel • 22

361 55 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Sesuai dengan yang telah dibicarakan pagi tadi, kini mereka berkumpul di ruang tengah. Usai makan siang tadi, rupanya Mama Ara langsung memanggil Papa Yazar yang berada di kantor. Maka dari itu, disinilah mereka berkumpul.

Ada Jansen, Sean, Dreamies, Jiedan, Mama Ara, dan Papa Yazar. Ghina sendiri sudah pulang tadi, karena ia ditelpon oleh mamanya. Maklum, Ghina anak satu-satunya, perempuan pula.

Ngomong-ngomong, Sean memang masih menumpang di rumah ini. Demi bisa bertemu Jiel dan Jiedan setiap harinya. Pemuda itu belum puas rupanya. Ia masih ingin menyalurkan rasa rindunya yang ia pendam selama bertahun-tahun. Meskipun ia masih terkejut setelah mengetahui fakta tentang Jiel yang memiliki saudara kembar.

"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan Jiedan? Kenapa harus ada kita semua?" tanya Mama Ara membuka perbincangan.

Jiedan jadi gugup sekarang. Ia bingung harus mengatakannya atau tidak. Sejujurnya ia tidak siap dengan reaksi mereka.

"Ngomong aja kali, gak akan ada yang gigit kok. Kita bukan kanibal," Haikal berceletuk asal.

"Lo tuh ganggu suasana tau gak?!" omel Rendi kesal.

"Lah, salah gue dimana?"

"Banyak!" ketus Rendi terlampau jengkel. Sepertinya Rendi ini memang memiliki dendam kesumat dengan Haikal.

"Ngomong aja Jie, kita bakal dengerin kok," Jiel tersenyum seraya menggenggam telapak tangan saudaranya.

"Tapi setelah ini, kalian janji gak akan menjauh dari gue atau Jiel?" tanya Jiedan pada Dreamies, dan juga keluarga Naren.

Mereka bingung. Perasaan mereka mulai tidak enak, seperti ada yang mengganggu.

"Emang kenapa?" tanya Naren dengan alis yang terangkat sebelah.

"Gak penting kenapanya, yang penting kalian mau janji atau enggak?" nada bicara Jiedan jadi sedikit naik.

"Tapi, kalaupun kalian mau jauhin kita juga gak masalah. Toh kalian juga nantinya yang akan nyesel," lanjut Jiedan membuat mereka makin bingung.

"Mending lo kasih tau aja deh, rahasia yang mau lo ungkap itu. Jangan pake teka-teki kaya gini. Capek tau disuruh mikir," komentar Chandra.

"Janji dulu!" paksa Jiedan.

"Oke, kita janji. Apapun yang bakal kamu ungkap nantinya, kita akan coba terima. Kita gak bakal benci atau jauhi kalian," Papa Yazar menyahut dengan tegas. Pria itu nampak sungguh-sungguh dengan ucapannya.

Untuk JielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang