.
.
.
.
."Baiklah, kalo begitu, Jiedan berada di kelas 10 IPA 1 ya,"
Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh kepala sekolah, sepasang anak kembar itu bersorak bahagia. Mereka satu kelas!
"Jadi, sekarang antar kembaran kamu ke kelas ya Jiel," pinta kepala sekolah itu.
"Siap pak!" balas Jiel bahagia.
Kedua remaja itu keluar dari ruang kepala sekolah dengan wajah berseri. Wajah keduanya sangat lucu saat sedang tersenyum.
"Ihh, bocil nyasar ya?!" pekik seorang gadis seraya menahan gemasnya. Kedua tangannya terkepal di sisi wajahnya. Dilihat dari tubuhnya yang tinggi, sepertinya gadis itu siswi kelas 12. Itu artinya satu angkatan dengan Marco kan?
Gadis itu berlari menghampiri keduanya. Ia bergantian mencubit pipi Jiedan dan Jiel.
"Aduh...gemesnya!"
Jiel dan Jiedan hanya diam seraya meringis pelan. Mereka berdua pasrah. Terlebih yang mencubit pipi mereka adalah mantan sekretaris MPK. Bukannya mereka takut, tapi kapan lagi kan, bisa dicubit oleh salah satu siswi populer di SMA ini?
Cih, semua cowok sama saja!
"Kiran!" suara berat seseorang memanggil gadis itu, hingga membuatnya terpaksa melepas cubitan pada pipi si kembar.
Itu Marco.
"Lo dipanggil tuh, sama Devan," ucap Marco terengah.
Kiran memutar bola matanya malas, "ck, ganggu aja sih,"
Kiran tersenyum kembali, "oke dedek gemes, kak Kiran yang cantik mau pergi dulu ya? Nanti kakak tunggu di kantin. Bye-bye!"
Kiran melambaikan tangannya. Setelahnya ia berlari pergi. Meninggalkan ketiga lelaki berbeda usia dengan wajah yang cengo.
"Dasar," gumam Marco.
"Eh, loh Jiedan sekolah sini juga? Kapan daftarnya?" tanya Marco setelah menyadari bahwa Jiel tidak sendiri.
"Udah beberapa hari yang lalu sih. Cuma males masuk aja," jawab Jiedan santai.
Marco menggeleng pelan, tidak heran dengan sikap Jiedan. Marco pun meminta mereka untuk segera masuk ke kelas, karena 5 menit lagi, bel masuk akan berbunyi.
"Marco tuh kelas berapa sih?" tanya Jiedan iseng.
"Bang Marco," koreksi Jiel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Jiel
Teen FictionAjiel Abidzar, remaja lelaki berusia 15 tahun yang hidup dalam kesengsaraan. Dia memang memiliki orang tua yang lengkap, namun hidupnya tak seperti kebanyakan remaja di luar sana. Mungkin orang-orang berpikir, bahwa memiliki orang tua yang lengkap...