Untuk Jiel • 11

485 53 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Jam pertama kelas X IPA 1 adalah olahraga. Seperti biasanya, mereka selalu berebut tempat untuk berganti baju. Perempuan di toilet, dan laki-laki di kelas. Menurut mereka itu hal lumrah. Toh malah bagus jika yang perempuan ganti baju di kamar mandi.

Sekitar 15 menit kemudian, mereka telah berkumpul di lapangan. Mereka sudah berbaris dengan rapi. Yang pendek di depan, dan yang tinggi di belakang.

Seperti sebelum-sebelumnya, Jiel selalu berada di barisan belakang lantaran tubuhnya yang tinggi. Ia hanya diam mengamati teman-temannya yang asik bersenda gurau. Netranya berpendar, mencari sosok Chandra yang sejak pagi belum terlihat batang hidungnya.

"Bang Chandra kemana ya? Kok belum datang," batin Jiel bertanya-tanya.

"Woy, Ji!" panggil Ghina keras. Gadis itu berlari menghampiri dirinya. Sepertinya ia telat.

Jiel hanya memperhatikan gadis itu, sampai Ghina berdiri di hadapannya dengan napas terengah. Bulir keringatnya menetes deras.

"Buset dah, untung belum ada gurunya," ucap Ghina bersyukur.

"Kemarin Ghina kemana? Kok gak kasih tau Jiel?"  tanya Jiel menyelidik. Matanya memicing tajam.

Ghina menyengir, "maaf, baterainya habis. Gue belum sempet nge-charge,"

"Kemarin Ghina pergi kemana? Tumben banget ijin sekolah," tanya Jiel lagi.

"Anu...kemarin tuh, gue ke rumah nenek. Soalnya, nenek gue sakit," jawab Ghina sedikit ragu.

Kening Jiel mengernyit, namun tak lama kepalanya mengangguk. Ia kembali menatap depan. Teman-temannya masih sibuk sendiri, dan guru olahraga belum juga datang. Apakah hari ini mereka jamkos?

Jiel mengendikkan bahu. Ia masih mencari dimana keberadaan Chandra. Tidak biasanya anak itu akan terlambat. Sementara itu, Ghina sudah duduk lesehan di lapangan tanpa alas apapun. Ia duduk di belakang tubuh Jiel. Karena tubuh Jiel yang tinggi mampu membantunya untuk terhindar dari panas matahari.

Di lain tempat, tepatnya di atap sekolah, enam siswa dengan seragam berantakan tengah duduk dengan menyender di dinding. Keenam siswa itu yang tak lain adalah Dreamies. Tiba-tiba saja keenam remaja itu berniat membolos. Padahal, mereka termasuk ke dalam jajaran siswa rajin di sekolah sebelumnya.

"Ekhem!" deheman keras dari Marco membuat semua pasang mata tertuju padanya. Marco menatap kelima sahabatnya dengan senyum kecil.

"Gak kerasa ya? Kita udah lama banget temenan," ucap remaja berusia 18 tahun itu. Ia terkekeh pelan.

"Gak kerasa juga, udah selama itu gue bisa tahan sama kelakuan aneh kalian," lanjut Marco membuat mereka berdecak.

Untuk JielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang