.
.
.
.
."Jadi dia kembaran kamu?" tanya Naren kesekian kalinya. Ia masih melirik tajam Jiedan yang menjulurkan lidah padanya, seolah mengejek Naren, karena ia berhasil memonopoli adiknya untuk saat ini.
"Iya abang," jawab Jiel bosan.
Kini Dreamies beserta Jiedan berada di rumah Naren. Tentunya Jansen dan Sean turut serta. Sean sendiri sebenarnya masih belum bisa mencerna keadaan yang baru saja terjadi.
Jiel ada 2. Itu yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Tak hanya Sean, Mama Ara dan Papa Yazar juga ikut bingung. Maka dari itu mereka ramai-ramai berkumpul di ruang tengah rumah Naren.
"Bedanya kalian berdua apa? Kok mama liat sama aja. Kaya ga ada perbedaannya sama sekali," Mama Ara meneliti tampilan keduanya.
Jiel dan Jiedan jadi bingung. Dua remaja itu saling menatap satu sama lain. Cukup lama hingga akhirnya mereka melempar senyum manisnya yang membuat semua orang merasa gemas.
"Gaya rambut!" mereka bersorak heboh.
Marco ikut melihat dengan seksama penampilan keduanya. Benar juga. Gaya rambut mereka berbeda. Jika Jiel memiliki poni, maka Jiedan tidak.
"Cuma itu?" Haikal bertanya.
"Ya emang apalagi? Kita juga gak tau perbedaannya. Kan baru aja ketemu," Jiedan yang menjawab pertanyaan Haikal.
"Santai aja dong bocah! Lo julid banget sih," cerca Rendi sebal.
Remaja dengan kesabaran setipis tisu itu sejak tadi menahan umpatannya. Perangai Jiedan yang amat berbeda dari Jiel membuat kekesalannya semakin bertambah.
Jiel itu pemalu, penakut, polos dan apa adanya. Sedangkan Jiedan, ia pemberani, sedikit ceplas-ceplos. Tetapi mereka juga memiliki persamaan sifat, yakni sama sama jahil.
"Bang Rendi gak boleh galak-galak!" ucap Jiel marah. Bukannya takut, justru mereka semua merasa gemas.
"Lo kalo marah gak ada gunanya. Bukannya serem, yang ada malah lucu," ledek Jansen diakhiri tawa.
Jiedan hanya terkekeh, "gak papa. Nanti Jiedan ajarin caranya jadi galak,"
Yup! Remaja itu sudah memutuskan untuk menyebut dirinya dengan nama jika sedang bercakap dengan Jiel. Namun jika bersama orang lain, ia akan mengubah kosa katanya. Adiknya itu harus ia jaga. Jiel masih polos, belum terlalu paham dengan kejamnya dunia luar.
Tak tau saja bahwa Jiel sudah berteman baik dengan kejamnya dunia. Sejak kecil ia dipaksa dewasa oleh keadaan, harus memahami lika-liku kehidupan yang keras. Jiwanya memang masih berusia 15 tahun, namun pemikirannya sudah melebihi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Jiel
Teen FictionAjiel Abidzar, remaja lelaki berusia 15 tahun yang hidup dalam kesengsaraan. Dia memang memiliki orang tua yang lengkap, namun hidupnya tak seperti kebanyakan remaja di luar sana. Mungkin orang-orang berpikir, bahwa memiliki orang tua yang lengkap...