.
.
.
.
.Pagi-pagi sekali dua bocah kembar itu sudah berada di kamar Jeydenn. Jiel terlihat sangat bersemangat, lain halnya dengan Jiedan yang nampak menahan kantuknya sedari tadi. Bagaimana tidak, ini saja masih pukul 04.00 WIB. Seharusnya mereka masih terlelap, namun Jiel justru terbangun karena terlalu semangat untuk mengetahui bukti atas apa yang dilakukan Jeff.
"Aduh Jiel, nanti siang aja ya? Jie ngantuk nih. Lihat deh, mata Jie susah meleknya,"
Jiel berdecak sebal, "kan Jie janji, mau jelasin semuanya. Jie lupa ya kalo mau ngirim bukti ke rumah abang Naren?"
Mata Jiedan langsung melek sempurna. Benar! Ia hampir saja lupa.
"Ya udah, kita cari buktinya sekarang!" kini justru Jiedan yang nampak bersemangat.
"Aneh ih!" komentar Jiel yang diabaikan oleh Jiedan.
Jiedan kini berjalan ke arah almari besar di pojok ruangan. Ia menggeledah isi almari tersebut. Seingatnya, Jeydenn menyimpan bukti-bukti kejahatan Jeff di dalam almari ini. Pria itu menyimpannya di dalam kotak hitam.
"Jie cari apa sih? Kok diacak-acak gitu almarinya,"
"Jangan nanya dulu, bantu Jie cari kotak warna hitam dong,"
Jiel tak menjawab apapun. Namun remaja itu langsung bergerak untuk mencari kotak yang diminta Jiedan. Ia mencarinya dibawah kolong meja, bawah tempat tidur, dan tempat manapun yang dapat ia jangkau. Tidak salah kan? Toh Jiedan tidak memberitahunya harus mencari dimana.
"Aduh...daddy simpen dimana sih kotaknya? Bukannya waktu itu di almari ini? Tapi kok sekarang gak ada,"
Jiedan terus saja menggeledah isi almari itu, tidak peduli jika sekarang kamar mendiang Jeydenn sangat berantakan akibat ulah kedua bocah kembar itu.
"Jie, kotaknya enggak ada!" teriak Jiel. Padahal jarak keduanya cukup dekat. Kuping Jiedan menjadi pengang.
"CK, jangan teriak dong! Jarak kita gak sampe tiga meter loh," protes Jiedan.
Jiel hanya menyengir, tak bersalah. Remaja itu mengalihkan pandangannya, mengamati satu persatu barang yang ada di kamar itu. Kamar itu cukup luas. Barang-barangnya pun semula tertata rapi. Jangan tanya bagaimana keadaannya sekarang.
"Kotak hitamnya dimana coba? Lagian kenapa juga sih harus hitam? Kan bisa warna lain. Kaya pink, atau ungu juga boleh," Jiel malah mengoceh dalam hati.
Netra sipitnya menangkap sebuah benda yang berada di sudut kamar. Sebuah kotak lumayan besar berwarna hitam. Hitam?!
"Jiedan, yang itu bukan kotaknya?" tanya Jiel sedikit terpekik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Jiel
Teen FictionAjiel Abidzar, remaja lelaki berusia 15 tahun yang hidup dalam kesengsaraan. Dia memang memiliki orang tua yang lengkap, namun hidupnya tak seperti kebanyakan remaja di luar sana. Mungkin orang-orang berpikir, bahwa memiliki orang tua yang lengkap...