Untuk Jiel • 28

379 54 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Tony dan Jiedan berpindah ke sebuah cafe. Cafe yang cukup terkenal di berbagai kalangan. Sebuah cafe yang resmi dibuka pada 4 bulan lalu. Masih terhitung baru memang, namun ketertarikan para pengunjung begitu tinggi, hingga membuat laba yang diperoleh melonjak tiap harinya.

Kedua remaja berbeda usia itu duduk di bagian paling pojok, tepat di sudut ruangan yang menyajikan langsung pemandangan padatnya jalanan.

Sudah sekitar 10 menit mereka berada di cafe itu, namun keduanya tak kunjung membuka suara.

Sebenarnya ini ide Tony. Ia mengajak Jiedan pergi ke cafe untuk membicarakan hal tadi. Katanya sih sekalian nongkrong.

"Gimana bisa lo tau tentang itu? Padahal Om Jeydenn udah suruh gue buat diem aja, dan umpetin berkas tes DNA itu,"

Mendengar suara Tony, Jiedan menghembuskan napasnya. Ia menjadi malas sekarang. Tangan Jiedan terulur, mengambil minuman miliknya yang masih utuh. Jiedan hanya meminumnya sedikit, hanya untuk membuat tenggorokannya tidak terasa kering lagi.

"Apa sih yang gak gue tau?" sudut bibir Jiedan terangkat sebelah, menatap mengejek Tony yang menelan ludahnya gugup.

Jiedan menyenderkan punggungnya, ia memalingkan wajahnya, enggan menatap wajah Tony yang membuatnya teringat Jeydenn. Ia memang tidak merasakan apa-apa saat kepergian Jeydenn, namun hati kecilnya seolah menentang bahwa ia tak merasa kehilangan. Nyatanya, Jiedan merasa sangat kehilangan atas kepergian Jeydenn. Hanya saja ia pandai menyembunyikan.

"Gue tau itu udah dari lama. Makanya, setelah tau kalo gue punya kembaran, gue langsung selidiki, dan pantau dia. Gue juga pantau keluarga itu. Agak kaget sih, mereka ternyata memperlakukan Jiel sebaik itu," terang Jiedan.

Tony jadi sedikit rileks sekarang. Setidaknya ia tidak akan merasakan aura tidak enak dari Jiedan dalam waktu dekat. Jiedan itu kalau sudah bad mood, suasana di sekitarnya ikut berubah.

"Terus sekarang gimana buat kedepannya?" tanya Tony.

"Apanya?"

"Ya...apa aja kek. Kaya misal nih, lo bakal balik ke keluarga kandung lo apa enggak? Atau mungkin lo malah mau menjauh dari mereka,"

Jiedan menghembuskan napasnya sejenak. Ia sudah memikirkan itu sejak lama. Kalau dirinya sih bodo amat. Jiedan sudah tak terlalu percaya lagi dengan orang lain. Tapi ini tentang Jiel, bagaimana kalau Jiel mengetahui fakta ini?

"Gue lebih mikir tentang Jiel. Gimana kalo dia nekat nyari tau tentang apa yang ada di rumah itu? Gimana kalo tiba-tiba dia tau fakta itu? Gue gak bisa liat rasa kecewa dia, bang. Apalagi selama ini dia cuma anggep kalo dia itu anak mereka, anak yang gak diinginkan sama mereka,"

"Gak cuma itu, dia juga anggep kalo gue hilang, dan itu yang buat dia dibenci sama orang tua angkatnya. Padahal nyatanya enggak gitu. Kita sama sama dibuang. Iya kan?"

Untuk JielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang