Part 10 : Kode Arwan

1.5K 408 28
                                        

Laila menatap takjub ke arah layar laptopnya yang menampilkan jadwal - jadwal seminar, lengkap dengan materi-materi yang harus dia buat slide nya.

"Pak Hanan sibuk juga hidupnya!" gumam nya.

Tangan kanannya meraih tempat minum, meneguknya perlahan agar tenggorokannya terbasahi. Di saat tangannya ingin kembali meraih mouse, ponselnya bergetar menampilkan nama kakak keduanya—Nuri. Tak butuh menunggu lama, Laila menjawab panggilan itu.

"La, masih di kampus?"

"Iya, Mas. Gimana?"

"Kamu bisa ke rumah sakit sekarang? Yusuf pingsan di tempat kerja. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit. Aku baru ada rapat, nggak bisa cepat ninggalin."

Laila reflek berdiri mendengar kabar tidak menyenangkan itu. Buru-buru dia membereskan barang-barangnya lalu secepat mungkin melesat pergi meninggalkan kampus tercinta. Tapi sayangnya, motor tercintanya tak mau cepat berkompromi. Berulang kali menekan tombol starter tapi tak mau hidup. Terpaksa harus susah payah menghidupkannya secara manual.

Kakinya sudah lelah, ditambah rasa khawatir pada Yusuf yang kian besar. Dia berencana menghubungi Rian untuk meminta bantuan.

"Mbak Laila!"

Netra gadis itu otomatis beralih mencari sumber suara yang memanggilnya. Seorang lelaki yang tidak asing mendekat. Tidak asing karena Laila sering melihatnya ketika antar jemput Hanan, tapi yang asing adalah kenyataan bahwa lelaki itu tau namanya.

"Kenapa motornya?" tanya Arwan.

"Nggak mau hidup, Mas. Padahal bensinnya masih banyak."

Arwan meminta izin untuk mengambil alih motor itu lalu mengerahkan kaki nya untuk mencoba menghidupkan motornya.

Beberapa kali percobaan tak juga berhasil, terpaksa membuatnya harus jongkok untuk memeriksa mesin.

"Terakhir kali service kapan, Mbak?" tanyanya.

Laila berpikir keras mengingat kapan terakhir kali motornya masuk bengkel untuk service. Dan jawabannya, sudah lama sekali. Kakaknya—Yusuf yang biasa mengurusnya, dia tinggal terima beres.

"Olinya habis ini, Mbak! Seharusnya udah kemarin-kemarin gantinya." kata Arwan lagi yang sudah menemukan titik masalah motornya.

"Duh, saya ceroboh. Biasanya tinggal pakai aja karena yang mengurusi kakak saya. Terus ini nggak bisa hidup berarti, Mas?"

Arwan menggeleng. "Harus ke bengkel, itupun sepertinya tidak cukup hanya ganti oli, tapi harus diservice juga."

Laila mengerang karena kecerobohan nya sendiri. Di saat sedang buru-buru begini malah motornya tidak mau diajak cepat. Setahu dia, jika motor masih mau berjalan artinya masih baik-baik saja.

Di tengah kebingungannya itu, Hanan yang bersiap pulang melihat kedua orang yang dikenalnya sedang terlibat pembicaraan. Kakinya mengayun otomatis untuk mendekat. "Ada apa?"

Arwan yang menjelaskan masalah apa yang sedang dialami Laila. Setelah itu, dia menatap gus nya itu dengan ekspresi yang syarat akan kode rahasia. Untung saja gus nya itu punya otak yang lumayan encer untuk menangkap kode yang ia berikan.

"Di depan itu kan ada bengkel, biar saya yang bawa motornya, Mbak Laila ikut gus Hanan dulu. Nanti kami antar pulang." Arwan memberikan solusi.

"Iya, La! Benar." imbuh Hanan memastikan.

Laila masih diliputi keraguan. Tapi mengingat motornya yang harus mendapat perawatan khusus, akhirnya ia menerima tawaran itu.

Arwan sudah lebih dulu mendorong motor ke arah seberang kampus yang kebetulan ada bengkel di sana tapi Laila belum juga beranjak mengikuti langkah Hanan menuju mobil.

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang