"Laila!"
Yusuf memanggil adiknya yang tengah melamun. Di depannya ada satu koper besar ditambah beberapa barang yang tengah dirapikan.
Bukan sembarang melamun tapi lebih ke Pandangan matanya mengarah ke pintu yang langsung menampilkan pemandangan halaman rumah, sambil juga senyum-senyum tidak jelas hingga membuat Yusuf terpaksa harus menarik hidung Laila.
"Apa, Mas?" balas Laila yang sudah mengalihkan perhatiannya karena merasa hidungnya sakit.
"Kamu ngapain senyum-senyum begitu di depan pintu? Kayak orang kesambet."
"Kesambet cinta." Kia yang baru datang dari arah dapur ikut menambahkan.
Laila kembali senyum-senyum mendengar ucapan Kia karena ucapannya tidak salah. Sebelum menikah dengan Hanan, dia memang pernah menaruh harapan. Dan sekarang, sesudah menikah, dia dibuat jatuh cinta berkali-kali oleh suaminya itu.
Seperti kejadian yang baru beberapa menit berlalu. Hanan dengan sukarela mengantarkan ibu ke Balai dusun untuk menghadiri kegiatan rutin posyandu lansia. Awalnya, Laila yang diminta mengantar tapi dia sedang sangat sibuk mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke rumah Hanan. Dan tanpa diminta, pria itu menawarkan diri untuk mengantar. Ditambah lagi ketika Hanan tak keberatan memakai motor milik Laila.
Hal wajar dan kecil sebenarnya, karena mungkin saja di luar sana banyak pria yang bersedia mengantar mertuanya, tapi bagi Laila, tetap sesuatu yang cukup membahagiakan.
"Cinta boleh, tapi jangan kelihatan kecintaan gitu! Geli lihatnya." ujar Yusuf lagi.
Mendengar itu Laila jelas mencibir karena dia sendiri yang menjadi saksi bagaimana Yusuf serasa ingin loncat kegirangan ketika Kia menunjukkan rasa cintanya.
"Jangan lupa, aku ini muridnya mbak Kia." balasnya.
"Ya tapi Kia nggak pernah senyum-senyum nggak jelas begitu." Yusuf belum mau kalah karena sengaja merecoki adiknya.
"Eh, belum tau aja!" Laila hendak membeberkan kelakuan Kia ketika sedang bucin pada Yusuf, namun terhenti karena Kia membungkam mulutnya.
"Mending lanjutin kemas-kemasnya! Keburu ibuk pulang. Kena omel kamu karena nggak selesai dari tadi!" ujar Kia.
Yusuf hanya bisa geleng-geleng ketika dua wanita tercintanya itu sudah mulai rusuh. Pandangannya kemudian tertuju pada Laila, dan tiba-tiba berubah sendu.
Hingga detik ini, dia merasa lega karena dia yakin Laila hidup bersama orang yang tepat. Tapi ketika menyadari adiknya itu akan segera dibawa pergi oleh suaminya, sebagai kakak dia merasa berat. Walaupun pindahnya tak jauh, tapi pasti akan merasa kehilangan sosok ceria itu.
"Mas?" panggilan dari Kia membuat Yusuf sedikit tergagap sebelum kembali sadar penuh. "Kenapa?"
Yusuf hanya tersenyum lalu dia beralih menatap Laila. "La! Jaga diri di sana. Jadi istri yang baik. Tapi disaat ada yang menyakiti kamu di sana, jangan menutupinya!"
Pesan yang teramat serius dan mengejutkan, tapi Laila tetap mengangguk dan berterima kasih pada kakaknya itu.
Sambil mengemas barang-barang ke tas terakhir, Laila mengajukan sebuah pertanyaan, "Kenapa akhirnya Mas Yusuf yakin untuk menerima pak Hanan?"
Yusuf mengarahkan dagunya ke arah Kia. "Mbak mu yang maksa."
Kemudian dia tertawa ketika Kia mengeluarkan protesnya.
"Aku sebenarnya khawatir dan bingung ketika kamu pamit ingin ke pondok lagi. Bukan masalah ngajinya, melainkan khawatir pada hati dan mental kamu yang terus-menerus mendapat masalah." Yusuf menjelaskan alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Persimpangan Takdir
Storie d'amoreAda yang patah tapi bukan ranting. Bukan juga tulang kering. Tapi hati, karena harapan yang terbanting. Harapan yang sudah disusun setinggi mungkin harus runtuh oleh kenyataan di saat seseorang yang diharapkan tak datang untuk menyambut. Bahkan hing...