Bab 42 : Istri Durhaka

2.9K 510 111
                                    

🔎Istri menampar suami

🔎Istri memukul suami dalam islam

🔎Hukum istri menampar suami dalam islam

🔎Istri menampar suami apakah kdrt

🔎Apa hukumnya istri menampar suami

Kolom pencarian di aplikasi browser milik Laela penuh dengan tema istri menampar suami. Pikirannya masih sangat kacau karena teringat bertapa kurang ajarnya dia berani menampar Hanan. Jika mengingat kejadian kemarin lusa itu, pasti rasanya ingin menghilang dari muka bumi. Emosi benar-benar membutakan segalanya.

Biasanya, jika ada sesuatu yang tidak jelas tentang hukum agama, dia akan bertanya pada Yusuf atau Kia. Atau kalau sedang berani, ya menghubungi Ningnya. Ning Nurul. Tapi untuk masalah kali ini tentu saja tidak. Apa jadinya kalau Yusuf tau dia menampar Hanan. Bisa-bisa kakaknya yang super sabar itu nggak akan segan menggantungnya.

Berulang kali ia memukul keningnya sendiri sambil mendesah penuh penyesalan setelah membaca isi artikel-artikel itu. Yang intinya semua memang mengatakan bahwa perbuatannya bisa saja menjurus ke istri durhaka.

"Laila...Durhaka kamu!" erangnya memanggil nama sendiri sambil kembali memukul keningnya.

Apa yang akan orang-orang katakan jika tau tangan mungilnya itu dengan enteng mengayun penuh tenaga untuk menampar pipi suaminya sendiri. Bukan hanya suami, bahkan mantan dosen. Tambah lagi, putra kyai. Tambah lagi orang lebih tua.

"Astaghfirullah..." Frustasinya tambah meningkat. Ditambah lagi hubungannya dengan Hanan belum mencair. Dia dengan segala gengsinya dan Hanan masih banyak diam.

Kesalahan pergi menemui Naila tanpa izin saja belum minta maaf. Sekarang ditambah melakukan KDRT. Dua malam berturut-turut dia bangun untuk sholat taubat, tapi rasa gelisah itu belum juga hilang. Bukankah Allah belum memberi ampunan selama manusia yang disakiti belum memaafkan?

Lagi-lagi Laila mengerang sesal. Tangannya otomatis terlipat di meja kemudian menyembunyikan wajahnya di sana.

"Mbak? Sakit?"

Kepala Laila langsung tegak begitu saja ketika ada suara yang menyebut namanya. Amina—istri dari adik iparnya yang bernama Afnan. Meskipun Afnan lebih tua darinya, tetap posisinya sebagai adik.

"Enggak, Am. Lagi ngantuk aja."

Tentu saja jawaban Laila membuat Amina terkekeh sekaligus tak percaya. Mana ada orang ngantuk tapi memilih duduk sendiri di ruang makan. Ditambah lagi di depannya ada makanan yang kelihatannya baru habis setengah porsi.

Amina yang awalnya ingin mengambil anaknya yang sedang berada di asrama putri, terpaksa diurungkan karena melihat gelagat yang tidak beres dari Laila. Dia mengambil tempat di sebelah Laila.

"Lagi ngidam ya, Mbak?"

Laila kembali terkejut. Buru-buru dia menggeleng.  "Enggak, Am. Belum."

"Oh. Aku kira ngidam, Mbak. Soalnya aku dulu juga pas ngidam, nggak doyan makan. Ambil sedikit aja pasti nggak bisa habis."

Laila meringis sambil melirik piringnya. Amina tau saja kalau dirinya sedang tidak nafsu makan. Bukan karena ngidam tapi karena memikirkan dirinya yang sedang menyandang gelar baru. Istri durhaka.

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang