Part 26 : Doa Pipin

1.6K 433 76
                                        

Laila punya banyak alasan untuk bisa menangis dan meratapi nasibnya. Tapi ada lebih banyak lagi alasan untuk sabar dan mensyukuri semua nikmat yang Tuhan berikan. Dalam wujud apapun itu.

"Kayaknya udah cukup deh. Sementara segini dulu, nanti kalah udah tambah banyak, bisa digeser lagi."

Salah satu hal yang wajib Laila syukuri dalam hidupnya adalah, kehadiran seorang Pipin yang selalu membantunya. Terkadang, gadis itu bisa bersikap manja pada Laila, tapi tak jarang juga bisa berubah menjadi sosok yang kuat untuk membantu menopang kesedihan Laila.

Di hari minggu ini, gadis itu sejak pagi buta, tak meluruh semangatnya membantu Laila menyiapkan satu ruangan khusus di rumah. Ruangan yang akan dipakai Laila sebagai kelas untuk anak-anak yang telah mendaftarkan bimbingan belajar baca tulis hitung di tempat Laila.

Atas dasar dorongan dari Pipin dan juga persetujuan dari Yusuf juga ibunya, Laila akhirnya semangat untuk bekerja sama dengan salah satu lembaga bimbel dan membuka unit di rumahnya. Untuk sementara, baru ada delapan anak tetangga yang mendaftar.

"Nduk, Pin. Sarapan dulu! Dari habis subuh kalian nggak istirahat." singgung ibu yang melihat dua gadis itu semangat menata ruang barunya.

Kemarin, Yusuf dibantu Rian sudah menyekat ruang tamu di rumah Laila dengan kayu. Dan sekarang giliran Laila dan Pipin untuk merapikannya.

"Kalau Ibuk yang nyuruh, Pipin mau deh. Laila jahat soalnya, Buk, Pipin nggak boleh istirahat sebelum ini selesai." jawab Pipin dan langsung mendapat lemparan lakban kecil dari Laila sebagai tanda protes karena sejak tadi yang belum mau berhenti adalah Pipin sendiri.

Keduanya kemudian meninggalkan renovasi ruangan yang sudah setengah jadi itu. Pipin yang sejak semalam sudah menginap di rumah Laila, tak perlu tanya lagi di mana dapur tempat menyimpan makanan.

"Yang banyak ya, Pin! Jangan malu-malu, ini juga rumah kamu. Jangan seperti Laila kalau makan ngirit." ucap ibu lagi kemudian pamit untuk ke sawah setelah mendapatkan anggukan dari Pipin.

Selepas ibu pergi, Pipin tak segan untuk menyuarakan kekagumannya. "Ibuk kadar galaknya berkurang drastis ya?"

Laila tertawa kecil. "Alhamdulillah. Tapi kadang juga masih galak kalau aku ngeyel."

"Ya itu sih salah kamu."

Mereka kembali makan, sambil terus mengobrol. Pipin senang karena perlahan Laila sudah tidak terlalu stres memikirkan teror dari pinjol. Meskipun masalah ini sudah menyebar ke tetangga-tetangga, tapi beruntungnya mereka paham bagaimana Laila dan bagaimana Nuri. Jadi mereka yang sudah mengenal baik keluarga Laila, tau jika Laila tidak bermasalah dengan utang, melainkan Nuri.

Saat ini, Nuri dan Meri yang sedang mengalami tekanan berat. Beberapa waktu terakhir Meri sering absen di kegiatan ibu-ibu, padahal dulu termasuk yang rajin berangkat. Mereka berdua sedang menikmati rasa tertekan dan stres karena kejaran utang. Yusuf sengaja membiarkan mereka, kali ini dia benar-benar tidak akan membantu apapun.

"Pin, sebenarnya aku masih punya sedikit tabungan. Kamu terima ya, biar nanti utang ku ke kamu nggak kebanyakan." ucap Laila.

Untuk urusan membuka unit bimbel ini, Laila tidak keluar uang banyak, melainkan dibantu oleh orang-orang terkasihnya. Dari Yusuf dan Pipin. Pipin membantunya untuk mengurus perizinan dan kerjasama dengan lembaga bimbel termasuk soal biayanya.

"Nggak usah dipikirin. Nanti aja kalau udah ada hasil. Mending buat beli laptop, sebentar lagi kita butuh laptop yang waras agar kejiwaan tetap waras juga. Udah pusing mau skripsi-an eh masih tambah mikir laptop ngadat. Kamu kan udah niat beli baru dari lama." jawab Pipin.

Sambil makan Laila menatap sahabatnya itu dengan penuh haru. "Kamu kok sekarang jadi dewasa dan baik banget sih, Pin? Cinta deh aku. Makasih banyak."

"Jadi dulu aku jahat?" protes Pipin.

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang