Part 32 : Pamer Bojo

2.4K 481 212
                                        

"Ban dalemnya sekalian, Wan. Sama yang sudah aku catat kemarin."

Arwan tidak merespon ucapan temannya karena fokusnya kini tertuju pada sebuah mobil putih yang berhenti tepat di samping bengkelnya. Matanya semakin berbinar saat melihat Sang pengemudi turun dari mobilnya.

"Wan," sapa Sang pengemudi yang tak lain adalah Hanan.

Tanpa membuang waktu lagi, Arwan melangkah cepat menghampiri gus yang teramat dia rindukan. Langsung saja dia menunduk untuk mencium tangannya namun gerakan Hanan menarik tangan lebih cepat, berganti dengan memeluk pemuda itu.

Mendapat pelukan hangat dari Hanan yang sudah seperti pelukan seorang kakak, tentu membuat Arwan terharu.

"Apa kabar kamu?" tanya Hanan sambil menepuk bahu Arwan.

"Baik, Gus. Baik sekali. Alhamdulillah." jawab Arwan yang begitu antusias. Sudah lama ia menahan untuk tidak mengunjungi Hanan karena amanah itu. Tak disangka sekarang Hanan yang mendatanginya.

Arwan cepat mengajak Hanan masuk. Mempersilakan duduk di tempat yang berantakan karena banyak onderdil.

"Maaf nggih Gus, tempatnya kotor dan berantakan."

Hanan menunjukkan gestur bahwa dirinya tidak masalah sama sekali. Dia tidak langsung duduk, melainkan melihat-lihat isi bengkel Arwan yang sudah penuh dengan stok onderdil. Sudah ada dua orang juga yang membantunya. Dia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya tentang perkembangan bengkel Arwan. Pun dengan Arwan, dia juga antusias menjelaskan detil perjalanan bengkelnya karena semua itu juga tak jauh dari bantuan Hanan.

"Gus, sudah lama saya mendengar berita tidak menyenangkan. Saat itu, ingin sekali saya nekat menemui Anda, tapi amanah itu menghalangi saya." Arwan akhirnya memilih topik yang lebih pribadi.

Seperti biasa, Hanan akan tersenyum untuk menanggapi ketika orang membahas berita perceraiannya. Sejak awal berita itu sebisa mungkin disimpan rapat, agar tidak menghebohkan mengingat Hanan dan Naila sama-sama dari keluarga yang cukup dikenal. Namun tetap saja, lambat laun berita itu pasti menyebar. Bahkan Arwan pun sudah tau sejak lama.

"Alhamdulillah, masa sulit itu sudah terlewati, Wan."

Arwan tak yakin dengan jawaban Gusnya ini. Apakah mungkin ada galau part 3?

"Tapi kenapa, Gus?" Pemuda itu benar-benar tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Dulu, dia tau semua hal tentang Hanan karena menjadi tempat bercerita.

Hanan kembali tersenyum geli melihat Arwan yang tak berubah. Tetap menjadi orang yang siap mendengar segala keluh kesahnya. Harus Hanan akui, bahwa setelah Arwan tak lagi dengannya, dia tak punya teman bercerita.

Sebelum memutuskan untuk cerita, terlebih dulu Hanan meminum air putih yang Arwan sediakan. "Saya cerita, tapi ini bukan untuk mencari pembelaan. Ini dari sudut pandang saya, bisa berbeda kalau Naila yang cerita."

Arwan mengangguk. Kalimat seperti itu tak pernah Hanan tinggal ketika akan bercerita. Arwan masih ingat betul prinsip Hanan bahwa dalam setiap masalah itu semua benar menurut sudut pandang masing-masing, maka jangan cepat menyalahkan orang lain.

"Naila wanita yang mandiri, berprinsip kuat dan sedikit keras, Wan. Kamu bayangkan, saat dia masuk ke keluarga yang juga terbiasa ada peraturan tegas. Tentunya kamu paham dan hafal sekali bagaimana keluarga saya, terutama umi dan Afnan."

Arwan mendengarkan sambil membayangkan bagaimana masalah sebesar ini bisa menimpa gus tercintanya.

"Naila itu orangnya sangat tertata dan perfeksionis. Ibaratnya, dia sudah tau apa yang akan dia lakukan dua sampai tiga tahun ke depan. Saat kami menikah, dia sudah punya visi misi yang sangat rapi untuk rumah tangga kami. Meskipun saya sempat sedikit tertatih untuk mengimbangi sikapnya yang perfeksionis, tapi saya selalu berusaha karena rumah tangga itu kerja sama dan saling melengkapi. Jika yang satu sifatnya sudah keras, maka yang satu jangan sama kerasnya."

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang