Part 11 : Menolak Paham

1.6K 368 56
                                    

Laila membekap mulut karena takut tawanya lepas ketika melihat Hanan yang tengah berjoget di atas podium. Dosen yang biasa terlihat kaku itu tengah mengikuti ice breaking di sela-sela seminar yang dia bawakan.

"Lucu ya, Mbak! Saya saja sampai mengabadikan gus Hanan joget-joget begitu saking lucunya." ujar Arwan yang juga sedang ikut gus nya mengisi seminar. Kalau Arwan sudah biasa ikut tapi yang agak tidak biasa di seminar kali ini adalah, keberadaan Laila yang mengikutinya.

"Makasih ya, Mbak Laila." imbuh Arwan.

Laila gantian menoleh ke tempat Arwan duduk. "Makasihnya buat apa, Mas? Dari tadi saya di sini nggak ngapa-ngapain lho. Kata pak Hanan, saya dapat tambahan tugas ikut seminar biar naik honor, tapi kenyataannya, sampean yang daritadi sibuk."

Arwan tak menjelaskan secara detil kenapa dia terlihat begitu berterimakasih pada Laila. Dia hanya melempar senyuman tulus untuk gadis itu.

Sejujurnya Laila juga bingung mengenai tujuan kehadirannya di salah satu ruangan hotel di hari minggu ini. Hanan mempunyai jadwal seminar dan kemarin, pria itu menawarkan jika mau naik honor, Laila bisa datang untuk membantunya menyiapkan seminar.

Bagai mendapat oase di gurun pasir, Laila tentu menerima tawaran itu sehingga pagi-pagi sekali dia memacu motornya yang sudah bisa kembali di gunakan menuju tempat seminar. Dia sudah datang sepagi mungkin seperti instruksi Hanan, tapi pada kenyataannya, dia hanya duduk saja karena segala keperluan seminar sudah disiapkan oleh Arwan.

"Terimakasih karena telah mengembalikan senyum gus saya."

Laila kembali mengarahkan pandangan ke Arwan. "Tolong jangan buat saya tambah pusing ya, Mas."

Pemuda itu tertawa sekaligus merasa bersalah karena membuat Laila diliputi rasa bingung sejak pagi tadi. Pandangannya mengarah ke depan, ke tempat di mana Hanan sedang berdiri sambil mengarahkan pointer nya ke slide sambil menjabarkan isi materinya. "Beberapa waktu terkahir saya kehilangan gus saya yang selalu semangat menjalankan setiap hal yang dikerjakan. Dan sekarang dia kembali, bahkan dengan lebih baik."

Menganggukkan kepala, Laila merasa paham dengan keadaan Hanan yang dijelaskan oleh Arwan. Tapi sedikit tidak menyangka jika efek kakak iparnya-Kia, begitu besar untuk hidup dosennya itu.

Mendengar sedikit cerita dari Arwan, Laila jadi merenungkan dirinya yang sering komunikasi dengan pak Hanan. Entah bahas materi seminar atau hal apa, yang jelas Hanan sering mengirim pesan duluan.

Laila awalnya tertawa sendiri ketika setiap harinya pesan Hanan selalu menghiasi ponselnya. Sebelum ini Hanan merasa tidak enak ketika mengirim pesan kepadanya di luar bahasan kuliah, tapi sekarang malah jarang sekali bahas materi kuliah. Mungkin karena Hanan tak lagi mengajar di kelas Laila yang telah naik semester.

Dan hal yang paling menggelitik adalah pesan awal Hanan yang setiap harinya selalu sama. 'La, sedang panik apa tidak? Saya sedang luang untuk diajak diskusi.'

Laila bukan lagi anak kecil yang tidak paham dengan kode yang datang dari lawan jenisnya. Apalagi sebelum ini, dia juga pernah mendapat ajakan taaruf dari lelaki. Ditambah lagi ucapan-ucapan Arwan yang menguatkan dugaan bahwa Hanan sedang mencoba mendekatinya.

Tapi ada semacam bisikan yang selalu mengingatkan bahwa agar dirinya menolak dugaan itu.

"Mas Arwan ini saudaranya pak Hanan?" Setelah lama penasaran dengan kedekatan antara dua pria itu, akhirnya Laila punya kesempatan untuk mengobati rasa penasarannya.

"Saya santri abahnya gus Hanan. Pas masa-masa nyantri dulu, ibu saya meninggal, jadi saya nggak punya orangtua lagi, Mbak, karena bapak saya juga sudah meninggal lama. Masih ada satu kakak, tapi sudah menikah dan punya keluarga sendiri. Saat itu saya benar-benar nggak tau mau gimana lagi, akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. Saya sempat keluar pondok juga, karena harus kerja. Dan dengan baik hatinya, Gus Hanan mencari saya, menyuruh saya untuk meneruskan mondok dan sekolah bahkan membiayai juga."

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang