Part 35: Mushola Kecil

2.3K 512 248
                                    

"Laila setuju?"

"Iya."

"Alhamdulillah..." Kata syukur menggema di ruangan yang tak begitu luas itu karena satu kata  Laila tapi sudah menjawab semua hal yang dibahas.

Berawal dari datangnya keluarga Hanan lalu pria itu sendiri yang bicara langsung pada ibu dan ketiga kakak Laila untuk meminta gadis kecil mereka menjadi istrinya. Setelah itu, ketika lamaran diterima dilanjutkan dengan pembahasan pernikahan dan semua sepakat untuk segera melaksanakan. Setelah itu lagi, permintaan Hanan yang ingin membawa Laila bersamanya setelah menikah. Yang terakhir, pembahasan mahar yang ditanyakan oleh keluarga Hanan, dan tentu saja Yusuf mengambil alih. Tak membiarkan Nuri yang menjawab dan berpotensi mempermalukan Laila lagi.

Semua pembahasan itu dijawab iya oleh Laila. Sejak diberitahu Yusuf tentang pria yang datang melamarnya, hingga tepat seminggu setelahnya keluarga Hanan datang, kosa kata Laila hanya terdiri dari iya dan baik ketika ditanya seputar dia dan Hanan . Pikirannya masih terlalu tak percaya. Sejak awal, hatinya memang condong ke Hanan tapi terhalang keadaan dan restu Yusuf. Dan sekarang, ketika Yusuf sendiri yang menerima lamaran itu dan keadaan sudah berubah, maka tak ada kata lain yang ingin Laila ucapkan selain iya dan baik.

"InsyaAllah semua sudah sepakat. Semoga semua dilancarkan sampai harinya." Suami Nita—kakak tertua Laila menutup acara malam ini.

Kakak-kakak Laila memperlakukan keluarga Hanan dengan baik. Yusuf tak pernah jauh dari Nuri, bukan ingin suudzon, hanya menjaga segala kemungkinan yang bisa terjadi karena ulah Nuri.

Sementara dua keluarga besar itu saling mengakrabkan diri dengan jamuan makan malam, Laila memilih masuk ke kamarnya. Sengaja mengunci diri di sana.

Dengan perasaan yang sulit dijelaskan, ia menjatuhkan diri di kasur kemudian mengangkat tangannya untuk mengamati cincin yang melingkar di jarinya. Cincin berlian yang dalam proses lamaran tadi, dipasangkan oleh umi mawa sambil menangis dan setelahnya memeluk Laila dalam waktu cukup lama.

Bukan Laila merasa terpaksa dengan ini semua. Dia hanya bingung untuk menyikapi segala hal yang terjadi. Dia lupa, mungkin dulu pernah mendoakan hari ini terjadi. Dan giliran Allah mengabulkan, dia bingung sendiri.

Lamunannya terganggu karena bunyi panggilan masuk namun ketika dia akan menjawabnya, panggilan itu terhenti. Rupanya hanya sebuah kode agar Laila membuka pesan yang sudah masuk karena pengirim pesan dan penelpon berasal dari nomor yang sama.

La, kamu di mana?

Gadis itu menertawakan isi pesan, karena dari pesan itu tergambar jelas ekspresi pengirimnya.

Ada apa, Pak?

Pesan pertama yang Laila dapat dari Hanan setelah sekian lama. Bahkan di saat Yusuf menerima lamaran itu pun tidak ada segala bentuk komunikasi di antara mereka.

Maaf, saya kirim pesan. Karena saya rasa sudah saatnya kirim pesan ke kamu.

Laila kembali merasa lucu membayangkan mantan dosennya itu. Sikap kakunya tidak berubah sejak dulu.

Maaf  jika sejak tadi saya sering melirik kamu
untuk memastikan perasaan kamu malam ini.
Ada yang mengganggu saya, La.
Kamu seperti masih belum ikhlas menerima saya.

Pesan kembali masuk, masih dari orang yang sama tapi membuat Laila berubah ekspresi. Sebelum membalas, Laila mengingat-ingat sikapnya sejak tadi kedatangan keluarga Hanan. Dia merasa baik-baik saja dan tidak ada keterpaksaan.

Di Persimpangan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang