Setelah lulus Laila makin disibukkan dengan urusan bimbel dan juga persiapan pernikahan sepupu dan sahabat nya yang menyebalkan itu karena mereka berdua benar-benar main cantik di belakangnya. Apa mungkin karena dirinya terlalu fokus memikirkan masalah demi masalah yang menyerang sehingga tidak menyadari keduanya punya hubungan?
Tapi, sebesar apapun rasa penasaran dan kesalnya, tak penting lagi sekarang. Yang terpenting keduanya berjodoh dan akan segera memutuskan untuk hidup bersama, Laila jelas ikut bahagia.
Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri?
Laila malah belum kembali terpikirkan. Atau mungkin Laila sendiri juga merasa aneh. Dulu di saat dirinya masih fokus memikirkan kuliah, dua pemuda sama-sama membuat konsentrasinnya terganggu. Tapi kini keduanya sama-sama tenang dan tidak mengatakan apapun. Sejujurnya Laila malah senang dan tenang karena jika keduanya maju, mungkin Laila akan bingung memberikan jawaban.
Saat ini, hal yang paling tepat adalah ikut alurnya Allah. Allah adalah sehebat-hebatnya penyusun cerita karena alur ceritaNya sulit tertebak. Selalu ada plot twist yang benar-benar mengejutkan.
Untuk saat ini Laila lebih menyukai urusan bimbel kecilnya. Dia kembali aktif ikut perkumpulan sesama pemilik cabang bimbel setelah sebelumnya banyak absen karena harus menyelesaikan skripsinya.
Dia tak menyiakan kesempatan ketika ada acara besar yang diadakan oleh lembaga pusat bimbel yang ia ikuti karena dalam perkumpulan itu dia bisa mendapatkan banyak ilmu dari para seniornya yang lebih dulu bergabung menjadi mitra bimbel.
"Mbak, ternyata banyak juga ya yang daftar jadi mitra bimbel ini." Dalam acara kali ini, Laila sengaja mengajak Hesti—salah satu tetangganya yang ikut mengajar di bimbelnya karena acaranya diadakan di luar kota.
"Iya Hes, aku kira bimbel ini hanya seputaran Ngawi aja. Tapi ternyata luas juga." tambahnya
Acara bersama ini ternyata rutin dilaksanakan, namun Laila baru tahu dan baru bergabung kali ini. Awalnya tentu merasa sedikit minder tapi lama kelamaan, senior-seniornya baik dan tak pelit ilmu padanya sehingga membuat dia nyaman berada di lingkungan baru itu.
Di tengah acara gathering itu Laila dikejutkan dengan sosok yang selama ini hilang dari pandangannya. Terakhir melihat, mungkin ketika dia masih berada di tingkat dua dan sekarang sudah lulus. Berarti sudah sekitar dua tahunan mereka tidak bertemu.
"Bu, ada seminar juga ya?" Akhirnya Laila tak sanggup menahan rasa penasarannya lebih lama. Memilih bertanya pada teman barunya yang duduk persis di sampingnya.
"Cuma seperti sambutan atau motivasi begitulah. Beliau itu namanya pak Hanan, salah satu founder bimbel kita ini. Saya sudah lama tidak melihat juga, kayaknya baru ini ikut acara lagi deh." Jawaban yang sanggup membuat Laila tak bergerak sedikitpun untuk beberapa detik.
Setelah mendapatkan kesadarannya, Laila kembali menghadap depan, memperhatikan sosok yang tengah berbicara di depan. Laila lupa, seperti apa terkahir bertemu denganya, tapi dari yang ia lihat saat ini, sosok itu seperti orang yang berbeda. Orang yang terasa sangat asing baginya.
"Mbak,"
Laila tergagap ketika Hesti menyenggolnya dan menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya tengah berdiri serta orang yang di depan sudah berganti. Segera dia berdiri dan mengikuti ice breaking yang dipandu oleh pembawa acara dengan gerakan asal karena pikirannya melayang ke mana-mana.
Ketika tiba acara makan siang pun Laila masih bergerak gelisah. Matanya selalu menatap ke sekeliling, berharap tak bertemu tatap dengan sosok yang tadi berbicara di depan. Dia hanya tidak tau harus bersikap bagaimana karena pertemuan yang tak terencana ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Persimpangan Takdir
Roman d'amourAda yang patah tapi bukan ranting. Bukan juga tulang kering. Tapi hati, karena harapan yang terbanting. Harapan yang sudah disusun setinggi mungkin harus runtuh oleh kenyataan di saat seseorang yang diharapkan tak datang untuk menyambut. Bahkan hing...