PERCAKAPAN DINI HARI

658 27 3
                                    

"Ya ampun, sama kucing aja sayang, gimana sama istri?"
-Mahasiswa Emryn-

-----------------------------------------------------
Emryn menatap kosong layar iMac di depannya. Dia melepas kacamata yang bertengger di hidung mancungnya yang sempurna. Angka-angka dan beraneka kurva yang biasanya menaikkan hormon oksitoksinnya, kini malah tampak seperti coretan bocah play group. Kusut, acak. Ia tak bisa berpikir, padahal besok harus menjadi keynote speaker dalam sebuah simposium nasional.

Lelaki single yang tahun ini memasuki paruh kedua usia 30-an itu membuka jendela chat. Digulungnya layar sampai tampil sebuah profile picture bergambar kartun. Emryn yakin ilustrasi wanita berhijab yang tengah memalingkan wajah itu adalah hasil comot gratisan. Orang seperti itu punya karakter yang tidak bold, tidak percaya diri. Not his type. Tapi memang dia tak tengah berpikir soal asmara. Ini sebuah rasa kemanusiaan. Wanita itu dalam bahaya, dan dia tak sampai hati untuk hanya berdiam diri.

Angka di ujung layar sudah menunjukkan pukul satu malam, dan tanda bulat hijau di ujung foto itu menandakan wanita itu masih online dari tadi. Bukan hal normal untuk seorang ibu rumah tangga.

Emryn mulai mengetik di ruang chat.

[Halo, Sha, apa kabar?] tapi beberapa detik kemudian dihapusnya lagi. Basa basi banget.
[Hai Sha, malam ini dingin ya?] dihapusnya lagi. Emang gue sales selimut?
[Sha, gambar profil lo norak banget!] harus dihapusnya lagi. Kalau tidak, bisa-bisa Alesha memblokir namanya, melaporkan ke polisi dengan pasal perbuatan tak menyenangkan.

Sudah lima menit gerakan ketik-hapus-ketik-hapus itu dia lakukan. Padahal, seumur hidupnya, Emryn amat menghargai tiap lima menit yang dia punya. Apa perlu gue bertindak sejauh ini? Kenapa gue harus segitu pedulinya sama Alesha? Ia meneguk segelas air putih sampai habis. Okay, ini benar-benar buat bantu Alesha. Nggak ada yang aneh kan kalau orang membantu teman lama? Walau... statusnya isteri sah orang lain?

[Halo, Sha. Belum tidur?] akhirnya otaknya berhasil mengabaikan tombol delete.

[Hai, Em. Belum, masih nunggu Pak Suamik pulang. Ada yang penting?]

Emryn menghela napas. Apa Alesha tahu kelakuan suami yang ditunggu-tunggunya itu di luar? Apa Ardi tahu istrinya begadangan di rumah, sedangkan dia asyik berduaan dengan perempuan lain?

[Besok lo bisa datang ke kampus gue? Lima menit aja. Bawa CV sama ijazah. Ada lowongan asisten akademik, nih.]
[Makasih, Em. Tapi besok gue harus nganter anak-anak ke sekolah]
[Datang aja abis nganter mereka]
[Gue masih harus masak. Bekal makan siang anak-anak harus diantar pas masih anget.]
[Kalau gitu dateng setelah lo nganter makan siang]
[Habis itu gue masih harus ke Samsat buat bayar pajak mobil. Kalau telat bisa-bisa diomelin Ardi.]
[Kapan deadline-nya?]
[Besok]
Emryn menghela napas,
[Kesempatan ini nggak datang dua kali, Sha. Pokoknya lo harus datang besok, ga peduli jam berapa, gue akan tunggu di kantor. Lo ga pengen cari pengalaman baru? Barangkali bisa mengubah masa depan gitu?]
[Lu serius? Gue udah ketuaan kali buat jadi asisten akademik. Udah kelamaan jadi IRT.]
[Lebih buruk mana? Punya aktivitas luar rumah dengan gaji lumayan dan potensi mengembangkan diri, atau sampai tua dalam penjara berlian lo itu? Umur lo baru 35, Sha. Hidup lo mungkin baru setengah jalan.]
[Entahlah ... gue ga yakin]
[Gue tunggu besok.]

Emryn menutup jendela chat. Pikirannya lebih tenang sekarang. Setidaknya dia sudah mengulurkan tangan, sisanya terserah Alesha, mau menerima atau tidak.

Emryn sudah mengenal Alesha sejak tujuh belas tahun yang lalu, tepatnya sejak tahun pertama mereka kuliah. Siapa yang tak kenal Alesha, mahasiswi brilian, cantik, dengan indeks prestasi tahun pertamanya 4 bulat. Argumen-argumen Alesha yang penuh percaya diri di setiap presentasi, selalu sukses memukau  hadirin. Sudah berkali-kali Emryn dan Alesha mengantongi juara pertama lomba karya ilmiah yang mereka ikuti bersama beberapa teman yang lain. Tentu saja berkat sumbangan ide-ide cerdas dari Alesha yang out of the box. Puncaknya, Alesha dan Emryn terpilih sebagai mahasiswa teladan dan juga lulusan terbaik dari kampus mereka. Namun, itu adalah Alesha yang dulu, sebelum dia bertemu dan menikah dengan Ardi. Laki-laki yang membuat Emryn sadar bahwa selama itu dia memiliki sebuah perasaan kepada Alesha. Hatinya nyeri, lalu  buru-buru ia balut kencang-kencang dengan perban khas orang patah hati :  melupakan perasaannya kepada Alesha.

Lima MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang