PHILOSOPHER'S PATH

405 17 11
                                        

Berada di kota Kyoto saat sakura bermekaran adalah rezeki tersendiri. Bunga kebanggaan bangsa Jepang ini mekar hanya sekitar satu pekan dalam setahun. Itu pun jika kelopak-kelopaknya tidak segera berguguran disiram hujan. Bahkan, saking dinanti-natinya, orang Jepang sampai membuat prediksi jadwal mekarnya bunga sakura di berbagai kota. Mulai yang paling awal, biasanya di bagian selatan yang relatif hangat, sampai yang paling akhir, di bagian utara Jepang.

Alesha memandang ke luar jendela bus yang ditumpanginya. Bunga-bunga berwarna pink muda menghiasi berbagai sudut kota Kyoto. Bus yang dinaikinya penuh sesak oleh para wisatawan yang ingin melihat keindahan kota Kyoto di musim semi.

Sejak keberangkatan dari Jakarta tadi malam, Alesha benar-benar melewati perjalanan ini sendirian. Tak ada seorang pun yang dikenalnya kebetulan berpapasan. Termasuk Emryn. Mungkin itu memang lebih baik bagi mereka berdua.

Dalam perjalanan panjang itu, Alesha terpikir banyak hal. Wajah Satria, Rezha, dan Sabrina hampir selalu melintas dalam pikirannya. Apakah merka sudah makan? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah mereka merindukan ibu mereka? Yang jelas, Alesha sudah merindukan anak-anak itu bahkan sejak masih di Jakarta. Namun, ada satu sosok lagi yang juga sering muncul dalam benak Alesha. Emryn. Tidak bisa dipungkiri, lelaki itu sudah ikut mengisi hari-hari Alesha hampir dua tahun belakangan. Anak-anaknya pun semakin lama tampak semakin nyaman dengan Emryn. Alesha juga harus mengakui keberadaan lelaki itu di sisinya memberikan perasaan nyaman dan aman. Sahabatnya itu selalu hadir saat Alesha sedang membutuhkan perlindungan. Sahabat? Apakah Alesha selama ini hanya menganggap Emryn sebagai sahabat? Ia tidak yakin tentang itu.

Alesha memilih hotel dengan desain interior khas Jepang. Kamar dengan lantai tatami dilengkapi tempat tidur futon yang di gelar di lantai. Jarak hotel ini hanya sekitar 500 m dari Kyoto University. Dengan begitu, Alesha bisa datang ke lokasi konferensi dengan berjalan kaki sambil menikmati keindahan kota Kyoto.

Tampaknya Emryn tidak akan mungkin memilih hotel semacam ini. Dia pasti lebih memilih hotel berbintang dengan western style, pikir Alesha. Astaghfirullah sadar Alesha! Kenapa kamu jadi memikirkan dia? Alesha menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan lelaki yang masuk tanpa izin ke dalam pikirannya.

Karena malas berjalan jauh mencari restoran halal, Alesha memutuskan membeli onigiri dan jus buah di convenience store yang terletak di seberang hotel. Alesha mengambil satu onigiri isi tuna mayonese dan satu lagi berisi udang. Melihat nasi kepal di tangannya, tiba-tiba Alesha tersenyum. Kalau saja kantin kampus menjual onigiri, pasti Emryn  akan minta dibuatkan onigiri isi tumis leunca pakai oncom. Astagahfirullah Alesha ... pikiranmu kenapa? Wanita itu menepuk pipinya agar segera sadar.

Pembukaan konferensi diadakan malam harinya, dilanjutkan dengan acara makan malam. Dari kejauhan Alesha bisa mendeteksi seorang lelaki yang sangat dikenalnya. Dia tampak sibuk berbincang dengan para profesor dari berbagai negara. Sedang Alesha hanya memperhatikannya dari meja makan yang terletak di sudut ruangan. Ternyata memang benar, laki-laki terlihat paling keren saat dia sedang bekerja.

"Mbak kenal sama orang itu?" Tiba-tiba seseorang perempuan yang duduk di depannya menyapa Alesha. Rupanya dia adalah mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah S3 di Jepang.

"Ya, kami dari kampus yang sama."

"Wah, Mbak beruntung banget. Aku dari dulu pengen bisa kolaborasi sama beliau. Orangnya brilliant, nilai H-indexnya sampai 20. Penelitian-penelitian Prof. Emryn punya pengaruh yang besar di bidangnya."

Alesha baru tersadar, selama ini ia lebih sering melihat Emryn secara personal, bukan sebagai seorang profesor. Bahkan, dia tidak tahu kalau lelaki itu termasuk jajaran peneliti berprestasi di Indonesia. Emryn yang diingatnya masih Emryn yang dulu, rekan mahasiswa, teman sekelompok lomba karya ilmiahnya.

Lima MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang