CINTA LAMA

80 15 0
                                    

"Eh, kamu tahu nggak, Emryn itu kayaknya lagi jatuh cinta. Beneran." -Bunda Emryn-

---------------------------------------------------

Gadis penjual bunga itu tak henti-hentinya merapikan rambut dari tadi, pandangannya tak bisa beralih dari pria yang sedang sedang dilayaninya. Umurnya mapan, mobilnya keren, penampilannya rapi, segar, manly. Membuat angan-angannya berlayar ke samudra merah jambu.

"Saya pesan buket bunga anyelir ya, yang merah tua." suaranya lelaki begitu dalam dan berwibawa, membuat gadis pelayan itu malah mematung sambil tersenyum.

"Mbak?"

"Eh iya, Pak. Maaf. Anyelir, buat pacarnya ya pak? Cocok sekali. Biasanya bunga anyelir ini buat cinta lama, Pak. Pasti bapak dalam sekali cintanya buat yang mau Bapak kasih buket ini, ya?"

Emryn menghela napas. Padahal dia sengaja mencoba florist yang baru karena sudah bosan dengan aneka tingkah polah pelayan florist langganan sebelumnya. Mereka selalu berusaha mencari perhatian dan terlalu ingin tahu. Ternyata di sini sama saja.

"Berapa?" Emryn bertanya tanpa melihat pelayan itu sama sekali. Gadis itupun menghapus senyumnya, mengangguk sopan lalu menyebut angka. Namun begitu Emryn memunggungi toko itu, pekik berisik terdengar. Para pelayan berkumpul, saling bertukar tangkapan foto mereka.

Emryn melengang santai, adegan ini biasa terjadi di toko-toko yang menjual barang-barang bernuansa romantis. Toko bunga, toko coklat, toko perhiasan, toko baju dan sepatu, bahkan kadang-kadang toko kue. Seorang pria mapan membeli barang secara rahasia untuk kekasihnya tentu sebuah tema khayalan yang bagus.

Pelayan itu ada benarnya. Emryn memang tengah membeli hadiah untuk kekasih terdalamnya. Bahkan ia selalu menyengaja pulang sore setiap hari Kamis, untuk menemani wanita ini makan malam. Sesuai keinginannya. Memakai pakaian terbaik. Sesuai permintaannya. Membeli barang-barang manis. Sesuai syaratnya. Membawa makanan favoritnya, untuk menyenangkannya.

"Selamat Sore Pak Emryn, ibu Riska sudah menunggu." Seorang wanita dengan blus rapi menyambut Emryn, mengantarnya ke sebuah paviliun yang dikelilingin taman bunga seruni.

"Assalamu'alaikum," sapa Emryn lembut.
"Wa'alaikumsalam." seorang wanita cantik tengah duduk di sebuah ruang makan.
Ermryn tersenyum, menyerahkan buket bunga Anyelir kepadanya. Wanita itu tersenyum lebar, "Terima kasih, ini cantik sekali."
Wanita itu kemudian menatap Emryn dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan kagum, "Kamu tampan sekali, namamu siapa?
Emryn tak terkejut, bahkan senyumnya makin lebar. Diraihnya tangan wanita itu, lalu dikecup dengan takzim. "Emryn. ini Emryn, anak Bunda."
Wanita itu mengernyitkan dahinya, "Ah, Emryn sih masih di kampus jam segini. Mana sempat dia temani Bunda buka puasa. Lagipula, Emryn biasanya nggak senyum sebanyak kamu."
Emryn tertawa, makin lama, usianya makin muda saja di mata ibunya. Empat tahun lalu, beliau masih ingat bahwa anak satu-satunya ini sudah menjadi dosen, lalu dua tahun lalu turun menjadi mahasiswa S2, sekarang, yang beliau ingat, Emryn adalah mahasiswa tingkat dua. "Jadi, aku siapa?"
Bu Riska menelitinya dengan seksama, "Saya tahu!"
Mata Emryn melebar, "Siapa?"
"Cucunya Mang Aip! Itu kamu bawa sate pesanan saya buat buka puasa, pasti Emryn yang pesan ya! Makanya saya tulis di kalender. Tiap kamis makan sate ayam Mang Aip." ia menunjuk tas kertas yang menguarkan aroma gurih di tangan Emryn.

Emryn tertawa lagi, walau sebenarnya hatinya terasa menciut setiap kali bundanya gagal mengenali dirinya. Ia harus sering senyum dan tertawa agar ibunya selalu senang.

Tak lama setelah Emryn lulus kuliah, kedua orangtuanya bercerai. Mereka memang sudah lama tak akur. Tak terhitung pertengkaran demi pertengkaran yang ia saksikan sejak kecil. Sekolah adalah rumah kedua baginya. Tempat yang aman dari bentakan ayah dan tangisan bundanya. Makanya, Emryn lebih suka ikut aneka lomba sehingga sibuk melakukan persiapan dengan guru-guru, atau berkhayal bersama buku-buku di perpustakaan, daripada pulang ke rumah. Pahit, tapi di sisi lain, itulah awal tumbuhnya rasa cinta Emryn terhadap dunia akademik.

Lima MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang