DUA PEKAN YANG LALU

172 21 0
                                    

"Pintu hati lo terbuat dari apa sih , Em? Susah banget dijebolnya ...."
-Rania, dosen tercantik dan populer di Teknik Sipil-

-----------------------------------------------------

Medical Check Up adalah rutinitas tahunan yang harus dijalani para dosen Universitas Bina Bangsa, di sebuah rumah sakit swasta besar. Meskipun terkenal mahal, tapi fasilitas dan pelayanan rumah sakit ini memang bisa dibilang yang terbaik. Emryn, sang profesor muda, berjalan santai setelah menyelesaikan medical check up dengan tatapan optimis. Selama ini, hasil tes kesehatannya memang selalu bagus. Hal ini wajar buat Emryn yang selalu menjaga pola makan dan olah raganya. Kaus oblong putih yang dilapisi blazer abu-abu casual, membalut tubuhnya yang atletis dengan sempurna.

"Hai, ternyata lo juga check up sekarang? Tahu gitu gue nebeng mobil lo aja. Kan lumayan, naik mobil listrik plus kesempatan buat pedekate." Seorang wanita dengan rambut tergerai sampai ke punggung tiba-tiba muncul. Seperti biasa, penampilannya selalu sempurna. Mengenakan celana dan blazer warna senada, stiletto heels 7 cm, dan anting berukuran besar menjuntai di telinganya.

"Hai Ran! Syukurlah nggak jadi, karena usaha lo itu bakal sia-sia aja."

Rania tertawa santai. Dia sudah biasa mendapatkan jawaban semacam itu dari Emryn. "Gimana kalau lunch? Mie ayam di kantin sini enak lho."

"No thanks. Gue mau langsung balik kampus aja. Lo makan aja di sini sendiri. Kali aja ketemu sama dokter spesialis ganteng, terus ga lama ngelamar lo."

Rania mengerucutkan bibirnya. "Pintu hati lo terbuat dari apa sih , Em? Susah banget dijebolnya ...."

Emryn tersenyum sambil mengangkat dua alisnya yang rapi alami. "Tuh lihat, Ibu muda di sana, tangan satu gandeng anak, satunya pegang telepon, bawa gembolan. Anak satunya duduk di kursi roda. Telaten banget ya ngurus anaknya, bisa multitasking lagi. Lo sanggup kaya gitu?"

"Oi, jaga mata lo! Itu bini orang, Dodol. Kalau gue sih kasihan sama dia. Masak ngurusin semua sendiri. Suaminya di mana emang? Ya kalau sibuk, setidaknya dikasih nanny gitu."

"Itu pasti karena jam terbangnya yang udah tinggi. Jadi suaminya percaya ngelepas dia sendiri."

"Haloo? Jam terbang tinggi? Kalau sejak lima tahun yang lalu lo terima lamaran gue, mungkin sekarang kita juga udah gandeng anak, Em. Dasar Kelabang Ganteng!"

BRUKK

Tiba-tiba Emryn ditabrak oleh ibu muda yang sedang mereka bicarakan. Saking fokusnya menelepon, dia jalan berputar-putar sampai tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Tas tangan perempuan itu jatuh dan isinya berhamburan.

"Maaf Mas, Maaf ...." Wanita itu terkejut dan langsung memunguti isi tasnya dengan panik. Wajahnya terlihat bercucuran berkeringat, kerudungnya pun miring sana sini, sudah tak jelas bagaimana modelnya. Emryn spontan ikut jongkok dan membantu membereskan barang yang berserakan di lantai.

"Nggak apa-apa, Mbak. Ini silakan." Emryn mengulurkan botol minyak telon, tisu basah, dan beberapa spidol warna-warni milik wanita itu. Namun, ketika melihat wajah wanita itu dari dekat, Emryn menyadari satu hal, wajah itu sangat familiar. "Lho ... Alesha?"

"Emryn?"

Emryn mengangguk. Sudah dua belas tahun mereka tidak pernah bertemu. Banyak hal yang tampak berubah dari perempuan itu, tapi dia masih bisa mengenalnya dengan baik. Caranya menatap, caranya tersenyum, tidak pernah terlupakan oleh Emryn. "Alesha? Kenapa di sini? Siapa yang sakit?"

"Anakku yang nomor dua." Alesha menunjuk anak yang duduk diam di kursi roda. "Tadi Rezha jatuh di sekolah waktu main futsal. Ternyata ada retak di tungkainya. Tapi Alhamdulillah semua sudah ditangani dokter."

Lima MenitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang