Di dunia ini memang ada jenis orang yang kalau berbicara cuma pakai mulut tapi tidak pakai otak dan hati. Dengan santainya dia mengarang cerita tanpa data, ditambah dengan bumbu penyedap yang bikin suasana makin ricuh. Sudah seperti rendang saja, lebih banyak bumbu ketimbang isinya. Dia tidak sadar betapa besar efek berita bohong yang disebarkannya untuk kehidupan orang lain. Bahkan tak jarang sampai jadi pembunuhan karakter.
Agus kampret! Rasanya pengen gue marinade tuh mulutnya pakai cabe Carolina Reaper. Emryn mengunyah es batu dalam iced americano saking kesalnya. Sejak beredarnya hot gosip tentang dirinya dan Alesha, Emryn benar-benar dibuat gila. Bukan karena gosip murahan itu, tapi karena Alesha benar-benar menjauhinya. Hampir delapan belas tahun dia menahan diri, dan saat ini pendekatannya pada Alesha sudah sedikit ada progress. Namun, semuanya ambyar gara-gara kedengkian seorang Agus.
Emryn memandang meja-meja di kantin yang relatif kosong pagi itu. Cuma terlihat sekelompok mahasiswi yang sibuk mengerjakan PR, dan beberapa dosen muda. Tiba-tiba Alesha masuk untuk memesan roti dan minuman. Wanita itu mengedarkan pandangan mencari tempat duduk. Emryn baru saja akan melambaikan tangannya pada Alesha, tapi wanita itu langsung berpaling dan memilih tempat duduk yang radiusnya paling jauh dengan Emryn.
Emryn mendengkus kesal. Orang-orang di kantin itu pun tampak berbisik-bisik. Sedang Alesha bergeming. Dia sibuk mengulir layar ponselnya.
"Eh, apa mereka lagi berantem? Duduknya kok nggak barengan? Hihihi kaya ABG pacaran aja." Bisikan para dosen muda itu masih terdengar oleh telinga Emryn.
"Halah, palingan cuma pencitraan di depan umum. Behind the scene kan biasanya lebih uwu." Komentar itu diiringi derai tawa mereka yang tertahan.
Dasar rakyat julita! Batin Emryn kesal, tapi dia tidak ingin cari masalah lagi. Lelaki itu mengangkat tangan memanggil pramusaji.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Seorang pramusaji yang baru bekerja dua hari mendekati Emryn.
"Saya pesan roti isi mie goreng seafood level 50." Emryn berkata dengan volume suara di atas rata-rata. Siapapun yang ada di sana pasti bisa mendengar.
Karyawan itu tercengang. "Maaf, Pak, di sini nggak ada menu itu."
"Kalau gitu adain dong, biar menunya lebih bervariasi."
"Maaf, Pak . Tapi--"
"Siap, Pak." Tiba-tiba karyawan yang sudah kenal dengan tabiat Emryn langsung mengambil alih. "Nanti kalau sudah jadi, kami antar ke ruang, Bapak."
"Nggak pake lama, ya."
"Okeh, Pak. Seperti biasa, maksimal 3x5 menit." Karyawan itu benar-benar sudah tahu bagaimana harus negosiasi dengan Emryn.
Emryn pun berdiri membawa kopinya yang masih sisa setengah, lalu melangkah keluar. Sebelum pergi, dia sempat melirik Alesha sekilas, dan wanita itu sama sekali tidak tampak peduli. Apa badan gue sekarang sudah berubah jadi transparan sampai nggak kelihatan lagi sama Alesha?
"Ran, gue mau minta makanan lo yang paling mahal." Emryn masuk ke ruangan Rania dengan wajah sewot. Dia mengacak kasar rambut cepaknya yang hitam legam.
"Oi ubur-ubur elektrik, lo main masuk-masuk aja nggak ngetok pintu. Kalau gue lagi pacaran sama Gibran gimana?"
"Salah sendiri, ini kantor bukan tempat pacaran!" Emryn mengempaskan dirinya ke kursi lipat di depan meja Rania.
"Oke, lo boleh inspeksi minibar gue sepuasnya. Tapi lo tahu kan, nggak ada yang namanya makan siang gratis?" Rania menunjuk Emryn dengan ballpoint-nya. "Jadi apa yang yang bikin lo yang udah setengah gila berubah jadi gila beneran?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Menit
RomanceEmryn Arka Giandra, profesor muda tertampan, tercerdas, dan banyak proyek berdana besar, bertekad menjadi single seumur hidup. Ia terkenal disiplin. Janji temu dengannya harus selesai dalam lima menit atau maksimal 3x5 menit. Namun, hidupnya berub...