"Ardi selalu mengatakan bahwa aku istri yang beruntung karena punya suami yang bisa memberi semua kenyamanan ini tanpa bekerja. Oh, apakah aku istri durhaka yang tidak tau terima kasih?" -Alesha-
-----------------------------------------------
Lima menit adalah waktu yang singkat sekali untuk bercakap-cakap, tapi lima menit menunggu balasan chat, rasanya bisa bagai satu jam, dua jam, bahkan 24 jam. Yang terakhir bisa terjadi kalau sedang jatuh cinta, atau sebaliknya, jatuh benci. Tapi bisa jadi bermakna selamanya, bila hanya itu waktu yang kau punya.
Rasa kantuk sebenarnya sudah menggantung di kelopak mata Alesha. Malam memang sudah nyaris tiba di pertengahan. Kasur empuk berseprai putih bersih pun sudah memeluk tubuhnya di kamar yang sejuk itu. Tapi bantal di sampingnya masih kosong, itulah yang membuat matanya enggan dia pejamkan. Otaknya masih ingin menanti. Alesha mencari si empu bantal itu di gawainya. Menunggu pesan demi pesannya dibalas oleh Ardi, suaminya sejak 12 tahun yang lalu.
Wanita berusia 35 itu kini hanya sendiri di rumah. Sebenarnya ia tak benar-benar sendiri, anak-anaknya sudah tertidur lelap. Satria si sulung 11 tahun, Rezha si tengah 9 tahun, dan si bungsu Sabrina yang baru 6 tahun. Tapi, sebagai orang dewasa ia sendiri.
Sendiri memang belum tentu sepi. Orang-orang introvert katanya lebih menyenangi kesendirian, bahkan kesendirian bagi mereka bagai sebuah terapi pemulihan diri. Tapi sayangnya Alesha bukan merasa sendiri belaka, tapi sendiri dan sepi. Rasa kesepiannya itu makin sendu karena hujan sedang turun deras sekali, seolah-olah cumulonimbus menembaknya tepat ke atap rumah.
Alesha menggulung layar gawai pada percakapan antara dirinya dan Ardi.
Me : 8.30 : Pip, malam ini pulang larut?
Me : 10.00 : Masih banyak kerjaan ya? Semangat ya... jangan lupa makan..
Me : 10 : 30 : Hey, udah makan kan? Harus jaga kesehatan.Alesha menggulung layarnya lagi ke atas. Sehari yang lalu. Dua hari yang lalu. Bibirnya terbuka sedikit, bahkan sampai sebulan isi pesan dalam percakapan itu didominasi oleh dirinya. Pertanyaan yang tak berbalas, cerita tanpa respon. Laman itu tampak bagai karangan rata kanan. Alesha nyengir, menertawakan dirinya sendiri.
Makin malam, rasa sepi makin mencengkeram, tak hanya tubuhnya tapi juga hatinya. Apa Ardi sesibuk itu ? Padahal setiap hari mereka hanya bertemu lima menit saat sarapan dan baru bertemu kembali di larut malam. Hanya beberapa kalimat saja yang biasanya mereka pertukarkan satu sama lain. "Aku berangkat, ya!" "Assalamu'alaikum" di pagi hari, dan "Assalamu'alaikum" saat Ardi tiba.
Pukul 23.00, Alesha duduk lalu mengambil laptop di laci nakas. Laptop baru itu berkecepatan tinggi sehingga hanya butuh sekian detik saja bagi Alesha untuk tiba di sebuah halaman yang menampilkan informasi yang bisa dibilang sedikit terlarang. Sedikit. Karena di satu sisi Alesha punya hak atas itu, walau apabila dinilai secara tidak manusiawi, bisa termasuk perbuatan melanggar hukum.
Alesha merasakan dingin di tangannya. Hatinya berdebar kencang. Tapi dia mencoba menenangkan jantungnya dengan menikmati beberapa teguk air putih. Rasa dingin yang mengaliri kerongkongan membuat dadanya terasa lebih ringan. Klik. Segera sebuah halaman terbuka. Akhirnya, keberanian itu terkumpul. Keberanian untuk meretas percakapan daring suaminya sendiri. Manis, sekaligus ironis.
21.30 Me : Hai Nona, lagi ngapain malam begini masih online?
21.31 Fina Pinky Pie : Nonton Lee Min Ho dong, masa kerja mulu Ardi Bosque.
21.31 Me : Lah, tiap hari liat Lee Min Ho di kantor, malem juga lu masih perlu nonton?
21.32 Fina Pinky Pie : Meh, dirimu?
21.32 Me : Emang iya kan? :))
21.32 Fina Pinky Pie : *timpuk bantal*
21.33 Me : *timpuk selimut*
21.33 Fina Pinky Pie : *timpuk piyama*
21.34 Me : lho, terus lo pake apa?
21.34 Fina Pinky Pie : OMG!
21.34 Me : hahaha
.....
Alesha menghembuskan napas. Wajahnya mendadak terasa panas dan kaku. Ia tutup wajahnya dengan kedua tangannya yang dingin. Alesha merasakan sentuhan logam dari jari manis sebelah kirinya di pipi. Ah, ini kan cuma candaan biasa temen kerja. Ardi suami yang punya komitmen. Mungkin tadinya dia berniat membalas pesanku setelahnya, tapi lupa.
Alesha melanjutkan ke percakapan berikutnya. Percakapan itu tercatat di waktu yang sama dengan pesannya yang tidak dibalas Ardi.
10.00 Me : Nita....
10.10 Nita legal : Ya Mas?
10.11 Me : nggak apa-apa, cuma nyapa doang, haha!
10.12 Nita legal : Ih kamu... aku kira apa... masih di kantor Mas?
10.12 Me : Iya, masih ngurusin project Sudirman
10.12 Nita legal : Ooo.. haha... semangat ya Mas! Ada yang bisa kubantuin?
10. 13 Me : Nggak sih, besok aja, kamu istirahat aja sekarang.
10. 13 Nita legal : Oke, jangan lupa makan loh... udah makan kan Mas?
10.14 Me : Lah, tadi kan kita makan bareng?
10.14 Nita legal : Hihi, besok lunch bareng lagi yuk?
10. 15 : Of kors, aku yang traktir!
10.15 : See you tomorrow mase, jangan lupa pulang.
10.30 : Iya, pengen cepet pulang. Biar cepet siang besok.
10.31 : ;)Dinner? Lunch? Ah, banyak sekali waktunya bersama suamiku. Sebersit rasa iri mulai muncul di hati Alesha. Seingatnya, mereka terakhir makan berdua saja dua tahun lalu, saat ulang tahun pernikahan. Makan malam yang terasa sangat kering sepanjang hidup Alesha. Tak ada percakapan berarti. Hanya uang yang berpindah ke kas restoran dan perut yang kenyang sebentar. Tahun berikutnya, tanggal pernikahan tinggal sebuah notifikasi kalender belaka.
TING
Pesan baru masuk di aplikasi percakapan Ardi. Hanya butuh sepersekian detik, teksnya langsung berubah dari tebal menjadi tipis. Pertanda percakapan itu langsung dibuka. Sepersekian detik selanjutnya, huruf demi huruf bermunculan dengan cepat. Tiap alfabet yang terketik rasanya bagai pisau yang dilontarkan langsung ke jantung Alesha. Menusuk. Sakit. Mengapa pesanku dari tadi kamu abaikan? Sementara pesan darinya segera kamu balas, bahkan tanpa jeda napas? Ah, iya, mungkin ini salahku sebagai isteri, aku tidak bisa membuat percakapan yang menarik bagimu, ya?11.08 Fina Pinky Pie : Masih di kantor, Mas?
11.08 Me : Iya. Udahan nonton Lee Min Honya?
11.09 Fina Pinky Pie : Hihi. Iya udah, sedih nih...
11.09 Me : *kasihtisu*
11.09 : Fina Pinky Pie : *masihsedih*
11.09 : Me : *hug*
11.10 : Fina Pinky Pie : Hahaha *hug balik*
11.10 : Me : Gimana, udah ilang kan sedihnya?
11.10 : Fina Pinky Pie : Masih sediiiiih
11.11 : Me : haha, terus aku kudu piye?
11.11 : Fina Pinky Pie : *peluk**bersandar di bahumu*
11.11 : Hih! Lol.Berbaris-baris chat aktif terus bergulir di desktop. Dada Alesha makin terasa sesak. Kepalanya mulai terasa sakit. Ah, kenapa aku melakukan semua ini? Bukankah lebih baik kalau aku tidak tahu apa-apa? Toh ini semua cuma permainan kata-kata. Bagaimana kalau Ardi tahu? Dia bilang apa nanti?
Bibir Alesha mulai bergetar membayangkan amarah Ardi bila sampai ia tahu kalau istrinya sendiri mengintip ruang-ruang percakapan maya yang disimpannya dalam ponsel dengan sandi berlapis.
Tapi Alesha ingat bahwa Emryn menjamin suaminya tak akan tahu akunnya sedang diamati, kecuali dia secara fisik tengah berada di belakang Alesha saat itu. Alesha sampai menoleh untuk memastikan suaminya benar-benar tidak sedang berdiri di belakangnya.
Tentu saja tidak ada, karena dia masih ada di suatu tempat. Bercakap-cakap. Bukan dengannya. Alesha memejamkan matanya kuat kuat, lalu menggelengkan kepalanya sendiri kuat-kuat. Nggak Alesha, bukan hal aneh kalau suami dan istri saling tahu isi ponsel mereka. Dan bukan karena kamu nggak bisa bikin obrolan yang asyik. Dia yang MEMILIH buat nggak ngobrol sama wanita lain dan bukan sama kamu! Entah kenapa saat berpikir seperti itu, wajah Emryn tiba-tiba terlintas, sedang tersenyum dan mengangguk. Seolah dia sedang menyetujui dan menyemangatinya untuk berpikir seperti itu.
Sebagai usaha terakhir, Alesha kembali mengirim pesan.
11. 20 Me : Pip, masih lama ya pulangnya? Aku tadi masak salmon mentai kesukaan kamu.
Tidak ada balasan untuknya. Padahal aplikasi chat Ardi yang tampil real time di layar desktop masih sibuk, amat sibuk.
11. 20 Me : Iya-iya...
11. 21 Fina Pinky Pie Pinky Pie : Iya melulu deh...
11. 22 Me : sama kamu susah bilang enggak
11. 23 Fina Pinky Pie Pinky Pie : unch!Alesha menutup laptop, meletakkannya kembali di nakas, lantas menenggelamkan tubuhnya di balik selimut tebal. Selimut putih yang bersih, lembut, dan nyaman. Ardi selalu mengatakan bahwa aku istri yang beruntung karena punya suami yang bisa memberi semua kenyamanan ini tanpa bekerja. Oh, apakah aku istri durhaka yang tidak tau terima kasih?
Lelah mulai membenam kepalanya. Otak Alesha sudah tak bisa memerintah untuk menanti. Tubuhnya mengambil alih, perintah tidur dijalankan.
![](https://img.wattpad.com/cover/325817190-288-k413595.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Menit
RomanceEmryn Arka Giandra, profesor muda tertampan, tercerdas, dan banyak proyek berdana besar, bertekad menjadi single seumur hidup. Ia terkenal disiplin. Janji temu dengannya harus selesai dalam lima menit atau maksimal 3x5 menit. Namun, hidupnya berub...