"Kalau orang masih cinta, sakitnya itu di hati. Sesek dada gue. Biasanya gitu. Nah elu, sakitnya di kepala?" -Emryn-
--------------------------------------------------
"Mimiii... mobil Pip baru ya?" Sabrina yang baru usai sholat subuh berlari ke meja makan dengan wajah sumringah.
Alesha terheran seraya mengikuti Sabrina yang menggandengnya ke garasi. Mata Alesha membulat, bibirnya setengah ternganga. Kepalanya panas. Ia sangat ingin marah.
Ternyata, bukan mobil SUV biasanya yang ia dengar derunya tadi malam, tapi Land Cruiser seri terbaru dengan spesifikasi tertinggi. Plat nomernya pun berkilau : A 4 RDI.
Alesha merasakan bara menyala di kepalanya, nyaris membuatnya pusing andai dia tidak lihat senyum dan binar Sabrina yang polos. Saat itulah muncul Ardi yang sudah siap dengan pakaian kerjanya.
"Gimana, Sabrina... bagus kan mobil baru kita?"
"Iya Pip ...ayo naiiiik!" pinta Sabrina dengan matanya yang bersinar
"Mim, ayo kita cobain..." ajak Ardi santai. Seperti tak merasakan bara di kepala istrinya. Kalau bukan karena ada Sabrina, pasti Alesha sudah menuntut penjelasan suaminya. Bagaimana bisa dia membeli mobil seharga 2 Miliar itu tanpa meminta pendapatnya dulu?
"Oke... yuk!" jawab Alesha riang. Pura-pura tentu saja.
Sabrina tampak gembira walau mereka hanya berputar-putar keliling kompleks rumah. Entah bila tak ada celoteh Sabrina, pasti dia dan Ardi hanya akan menghabiskan masa-masa di mobil ini dalam diam.
Saat memikirkan itu, mobil besar mereka berpapasan dengan sebuah minivan tua. Perhatian Alesha tertuju pada sepasang suami isteri yang duduk di depan. Mereka tengah tertawa. Tertawa adalah hal yang paling tak pernah ia lakukan bersama Ardi. Ingin sekali ia bertanya pada si isteri, Bagaimanakah rasanya, tertawa bersama suamimu?
Akan tetapi gundah tak disimpannya lama-lama. Begitu tiba di ruang kerja, Alesha segera mengirim teks kepada Ardi.
[Pip, kenapa nggak ngobrol dulu sih sama aku kalau mau beli mobil?]
[Ardi : Aku dapat harga bagus kok. Tenang aja. Oya, aku udah transfer ya buat belanja bulan ini]
[Makasih Pip. Soal mobil, bukan masalah harganya ... Tapi aku ingin kita mulai belajar memutuskan pembelian besar seperti ini bersama-sama.]
[ Ardi : Kamu nggak percaya sama aku, suamimu sendiri? Mobil ini juga toh dipakai untuk keluarga kita. Ingat, ini kan uang hasil kerjaku sendiri. Lagipula kamu nggak pandai mengelola uang.]
***
Alesha menghempaskan punggung ke kursi kerja seraya melempar Iphone keluaran terbaru itu ke dalam tasnya. Tepat saat itulah seseorang tiba-tiba berdiri di depan mejanya sambil meletakkan segelas kopi. Aroma caramel macchiato menguar, segar. Pandangan Alesha menyusuri sosok itu. Tangan dengan urat yang kokoh, jam tangan sport, blazer, T shirt hitam ...Dosen mana yang berani pakai T shirt selain...
Emryn!Mata Alesha terbelalak pada Emryn yang tersenyum santai. Lalu ia menyapukan pandangan ke sekeliling. Alesha tidak memiliki kantor sendiri, jadi dia dalam satu ruangan bersama rekan-rekan dosen yang lain. Ia khawatir teman-teman satu ruangannya berpikir macam-macam karena seorang profesor muda jomblo tiba-tiba mendatanginya. Benar saja, ketiga rekan di ruangan itu berkali-kali melirik Alesha.
"Boleh saya duduk, Bu?" Emryn berkata dengan formal sambil senyum-senyum.
"Silakan, Pak!" Alesha menjawab formal juga.
"Gimana, bisa?"
"Bisa..." Alesha tahu yang dimaksud Emryn adalah informasi digital dalam ponsel Ardi.
"Terus?"
"Terus apa? Ya terus gue sedih... sakit kepala gue."
"Wow.."
"Wow?"
"Lu udah gak cinta sama laki lo?"
"Heh?"
"Kalau orang masih cinta, sakitnya itu di hati. Sesek dada gue. Biasanya gitu. Nah elu, sakit kepala?"
"Lu bercanda apa serius?"
"Serius."
"Well... " Alesha mengangkat bahu
"Bagus sih. Lu realistis. But what are you gonna do, Girl?"
"Girl?!"
"Hehe.. sorry, Lady, gue ingetnya lo masih kuliah aja Sha."
"Gue akan buka semua kelakuan Ardi." wajah Alesha berubah kaku, ia merasakan tangannya mulai menggenggam pulpen dengan lebih kuat.
"Lo di pihak yang bener, Sha. Tapi menurut gue segalanya bisa lebih buruk kalau lo buka sekarang. Apalagi kesimpulan gue dari baca log chat Ardi, dia nggak respect sama lo."
Alesha sedikit terperangah.
"Dia nggak respect sama gue?"
"Ya, dia nggak balas pesan lo, tapi malah ngajak orang chat nggak penting. Berarti dia udah mengabaikan elo. Menurut gue, itu sikap yang kasar dan tidak menghormati"
"Ardi nggak respek sama gue... mungkin karena gue memang nggak layak dihargai kan? Aku isteri yang tidak kompeten dan terlalu membosankan untuk diajak ngobrol." suara Alesha mengecil.
Emryn terperenyak mendengar sudut pandang Alesha. Ia juga memperhatikan perubahan kata 'gue' menjadi 'aku' dalam kalimat yang Alesha ucapkan. Sesuatu memang tengah bertarung dalam benak Alesha.
"Maksud kamu?"
"Ya ... aku marah karena sadar Ardi tak menghormatiku, tapi mungkin sebenarnya aku lebih marah pada diriku sendiri, yang tidak menarik bagi suamiku sendiri." Alesha menunduk makin dalam.
"Sha. No. When you are in a marriage, kedua belah pihak harus memberi effort . Walaupun kamu tidak memenuhi ekspektasinya, nggak benar memperlakukan istri seperti itu. Harusnya dikomunikasikan. Diperbaiki bersama. Nggak bener memperlakukan pernikahan seperti itu. Gue, Emryn, gak bakal memperlakukan bini gue kayak gitu nanti." Emryn menatap Alesha lurus. Suaranya tidak meninggi. Justru tetap rendah dan makin dalam karena penekanan yang pas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Menit
RomanceEmryn Arka Giandra, profesor muda tertampan, tercerdas, dan banyak proyek berdana besar, bertekad menjadi single seumur hidup. Ia terkenal disiplin. Janji temu dengannya harus selesai dalam lima menit atau maksimal 3x5 menit. Namun, hidupnya berub...