Setelah bel pulang berbunyi, Radit langsung membawa Naura ke rumah teman kecilnya, Nadia.
"Eh, lo ngapain ke sini? itu lo bawa siapa?" Heran Nadia menatap Radit dan Naura secara bersamaan.
"Kenalin, ini pacar gua."
"Hah? pacar? lo udah move on dari gu..."
"Diem, Nad!" Sentak Radit.
"Ups, sorry. Lagian dadakan banget lo bawa calon istri ke hadapan gua."
"Nadia." Tegas Radit.
"Iya, iya. Silahkan duduk, gua mau ambil minum dulu buat kalian."
"Gua seperti biasa, Nad."
"Yoi." Teriak Nadia dari arah dapur.
"Maksud ucapan perempuan tadi apa ya? Radit udah move on dari siapa memangnya?"
Naura tidak henti-hentinya memandangi Radit.
"Jangan pikirin ucapan Nadia, dia cuma bercanda."
"Iya." Lirih Naura pelan.
"Nih, minuman kaleng aja ya. Sirup atau buah-buahan sih ada, cuma gua mager buatnya." Nadia meletakkan minuman kaleng ke atas meja dan secangkir kopi ke hadapan Radit.
"Jadi mau bahas apaan nih. Eh, bentar deh. Lo cewek yang tadi malam bukan sih?"
Naura mengangguk kikuk. "Iya."
Nadia menatap Naura dari atas sampai bawah. "Pantes ditinggal."
"Nadia!" Tegas Radit kembali.
"Oke, bercanda doang. Lo ga masukin ke hati 'kan?"
Naura diam tidak merespon.
"Ekhem. Gua datang ke sini bawa Naura cuma mau meluruskan permasalahan."
"Gua sama ini anak ga ada hubungan apa-apa kok, Nar." Ujar Nadia cepat.
"Namanya Naura." - Radit
"Nah, Nau. Kami cuma teman kecil doang kok, keseringan adu mulut dan berantem kecil-kecilan aja. Kayak yang lo lihat tadi malam, seperti itu lah kami sehari-hari."
"Hubungan lo sama Tirta?" Tanya Naura penasaran.
"Kami HTS, ya masih pendekatan aja sih. Lagian udah gua kode-kode juga tuh anak susah peka."
HTS (Hubungan Tanpa Status)
"Tapi lo nyaman aja seperti itu." - Radit
"Dih, iri lo?"
"Ga usah minta lebih, nanti dia makin sering nyakitin lo." Jelas Radit.
"Terserah gua dong, hak-hak dia. Kalau sama lo banyak makan ati aja gua."
Naura meneguk minuman kaleng dan menatap bergantian ke arah Radit dan Nadia.
Di sini yang sering mengeluarkan suara yaitu Nadia. Ia terus berbincang ke Radit dan sedikit mengabaikan Naura yang ada di samping Radit.
"Ya udah, kalau gitu kami pamit dulu ya. Titip salam buat Bi Sari." Pamit Radit.
"Yoi, hati-hati bawa sahabat gua." Nadia mengedipkan sebelah matanya ke hadapan Naura.
"Mulai hari ini kita jadi sahabat ya, Nau. Semoga langgeng sama Gaga." Teriak Nadia dari pintu rumah.
Naura yang sudah naik ke atas motor langsung melirik ke arah kaca spion. Radit juga menatap Naura dari arah kaca.
"Panggilan kecil aku." Jelas Radit seolah tau dengan kebingungan yang ada di wajah Naura.
"Pegangan, ya. Aku mau ngebut, udah malam takutnya papa kamu marah."
"Aku masih mau sama kamu."
"Ga mau pulang?"
Naura menggeleng. "Ke mana dulu deh."
"Mau ke mana?"
"Terserah."
Radit tersenyum mendengarnya. "Ya udah, tapi jangan cemberut gitu. Cantiknya ilang loh."
Dengan cepat Naura tersenyum. "Nih, udah."
"Oke, meluncur."
Taman
"Minum dulu." Radit duduk di sebelah Naura dan menyerahkan pop ice yang baru saja ia beli.
"Kamu ga minum?"
Radit menggeleng. "Aku ga terlalu suka minuman seperti itu."
"Mungkin udah kodrat minuman ini yang hanya disukai oleh kaum perempuan."
Radit terkekeh. "Bisa jadi."
Naura menyandarkan kepalanya di bahu kanan Radit.
Keduanya hanyut dalam keindahan langit-langit malam.
"Di langit yang gelap gulita, bulan mampu bercahaya sendirian, ikhlas tanpa pamrih menerangi bumi. Ia menjadi lampu jalan keabadian bagi setiap orang. Namun, bulan akan lebih bersinar ketika ada bintangnya. Saat itulah ia disenangi banyak orang dan dipandang kapan saja." Ujar Radit.
"Bulan dan bintang tidak bisa dipisahkan. Lalu bagaimana kabar langit?" Tambah Naura.
"Bulan selalu datang untuk menemani langit, tapi bintang cemburu. Bintang berniat tidak akan menemani bulan lagi, sehingga bumi hampa jika langit hanya bersama bulan saja. Layaknya dua orang yang menunggu kehadiran bintangnya."
"Cinta segitiga?"
Radit mengangguk. "Bintang dan bulan sepasang kekasih, namun bulan merasa nyaman berada di dekat langit."
"Berarti bulan menghianati cinta mereka?"
Radit berdehem singkat.
"Jadi akhir dari kisah mereka gimana?"
"Bintang menyerah dan mencoba ikhlas. Pada dasarnya bintang tidak pernah meninggalkan bulan, walaupun bulan jatuh cinta pada langit."
Naura terdiam menatap bintang-bintang yang ada di atas langit.
"Jadi karena itu bintang memilih berpencar?"
Radit mengelus pelan rambut Naura. "Mungkin untuk mencari kebahagiaan yang bisa ia dapatkan dari yang lain."
"Ke bumi?"
Radit menoel hidung Naura gemas. "Benar sekali."
"Lalu, apakah hubungan bulan dan langit berakhir bahagia?"
Radit terdiam sesaat. "Aku juga kurang tau."
"Bulan anak yang baik, aku rasa dia tidak akan menerima langit begitu saja setelah tau bahwa orang yang menjadi titik terangnya selama ini adalah bintang. Aku yakin bulan gak sejahat itu."
Radit terkekeh. "Iya deh, kamu atur aja endingnya seperti apa."
Naura menghela napas. "Dongeng tentang hujan ada ga?"
Radit langsung menjauhkan bahunya dari Naura. "Pulang aja yuk."
"Kenapa buru-buru, Dit?"
"Lihat tuh, mendung. Nanti kita kejebak hujan."
Naura langsung menatap langit-langit malam, dan benar. "Ya udah, ayo."
"Aneh banget." Batin Naura.
"Cepetan Ra." Radit sudah lebih dulu berjalan mendahului Naura.
"Iya Dit, tunggu."
•••
"Pemandangan malam ini indah, ya? apalagi kalau duduk berdua bareng kamu."
- D'amore -
•••
Assalamu'alaikum.
Ini lebih ke astronomi cinta ya guys.
Kalian lebih milih jadi bintang, bulan, atau langit?
Ambil baiknya, buang buruknya.
Terima kasih ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
D'amore (End)
Teen Fiction"Bulan selalu datang untuk menemani langit, tapi bintang cemburu. Bintang berniat tidak akan menemani bulan lagi, sehingga bumi hampa jika langit hanya bersama bulan saja. Layaknya dua orang yang menunggu kehadiran bintangnya." "Cinta segitiga?" Lel...